Rasulullah Shallallahu 'alaihi Wa Sallam bersabda:
لَيْسَ الْمُؤْمِنُ بِالطَّعَّانِ وَلَا اللَّعَّانِ وَلَا
الْفَاحِشِ وَلَا الْبَذِيءِ
“Tidaklah termasuk hamba yang mukmin,
yaitu mereka yang selalu mengungkap aib, melaknat, berperangai buruk dan suka
menyakiti.” (HR. Tirmidzi, dishohihkan oleh Syaekh al-Albani rahimahullah)
FAEDAH RINGKAS:
1. Pada prinsipnya seorang muslim harus
memiliki akhlak yang luhur dan terbebas dari sifat/akhlak yang tercela. Jika
dalam interaksinya dengan orang lain ada kesalahpahaman, maka tidak boleh
baginya untuk melaknat saudaranya yaitu (termasuk laknat) merendahkan,
mengumpat, mencaci, dan mendoakan agar dijauhkan dari rahmat Allah. Bagaimana
bisa seorang yang berakal memohon kepada Allah agar saudaranya dijauhkan dari
rahmatNya?!
Suatu ketika ada seorang wanita melaknat
untanya, maka Rasulullah Shallallahu 'alaihi Wa Sallam bersabda:
لَا تَصْحَبْنَا نَاقَةٌ عَلَيْهَا لَعْنَةٌ
“Jangan menyertai kami unta yang terkena
laknat.” (HR. Muslim)
Dalam riwayat lain Imran bin Hushain
berkata:
بَيْنَمَا رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فِي
بَعْضِ أَسْفَارِهِ وَامْرَأَةٌ مِنْ الْأَنْصَارِ عَلَى نَاقَةٍ فَضَجِرَتْ
فَلَعَنَتْهَا فَسَمِعَ ذَلِكَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ
فَقَالَ خُذُوا مَا عَلَيْهَا وَدَعُوهَا فَإِنَّهَا مَلْعُونَةٌ. قَالَ عِمْرَانُ فَكَأَنِّي أَرَاهَا الْآنَ تَمْشِي فِي النَّاسِ مَا
يَعْرِضُ لَهَا أَحَدٌ
“Ketika Rasulullah Shallallahu 'alaihi Wa
Sallam dalam suatu perjalanan, ada seorang wanita Anshar yang tengah
mengendarai unta. Namun, unta yang sedang dikendarainya itu memberontak dengan
tiba-tiba. Lalu dengan serta-merta wanita itu mengutuk untanya. Ketika
Rasulullah mendengar ucapan wanita itu, beliau pun bersabda: 'Turunkanlah beban
di atas unta dan lepaskanlah unta tersebut, karena ia telah dikutuk.' Imran
berkata; 'Sepertinya saya melihat unta tersebut berjalan bersama rombongan
kafilah tanpa ada seorang pun yang mengendarainya.” (HR. Muslim)
Ketika menjelaskan hadits ini syaekh
Sholih Fauzan hafizhahullah berkata:
و هذا يدل على أنه لا يجوز لعن البهائم ، فكيف بلعن المسلم
“Hadits ini menunjukkan tidak boleh
melaknat hewan, maka bagaimana dengan laknat terhadap seorang muslim.” (Syarh
al-Kabair karya Syaekh Muhammad bin 'Abdul Wahab rahimahullah, halaman
413)
2. Hendaklah seorang muslim mewaspadai
dirinya jangan sampai dia terperangkap dalam jeratan syaithon sehingga tidak
pandai memanfaatkan lisannya dalam berkata yang menyebabkan dia meluapkan semua
yang ada dalam isi hatinya tanpa melalui pertimbangan dan kehati-hatian.
Ingatlah bahwa syaithon selalu mencari titik terlemah kita dan menyulut api
kebinasaan dari sudut tersebut, maka jangan berikan peluang untuk dimanfaatkan
oleh syaithon. Seorang muslim hendaklah mengingat dan mengamalkan sabda Nabi
Shallallahu 'alaihi Wa Sallam:
مَنْ كَانَ يُؤْمِنُ بِاللهِ وَالْيَوْمِ الْآخِرِ فَلْيَقُلْ
خَيْرًا أَوْ لِيَصْمُتْ
“Barangsiapa yang beriman kepada Allah dan
hari akhir maka hendaklah dia berbicara yang baik atau diam.” (HR. Bukhari)
3. Seseorang terkadang dilanda kemarahan
dan kebencian sehingga membuatnya lupa, yang akhirnya diperdayai oleh syaithon
sehingga membuat waktu dan kesibukannya habis untuk mengejek, menertawai dan
mengumpat orang lain sebagai pelampiasan amarahnya.
Allah Ta'ala berfirman:
فَاتَّخَذْتُمُوهُمْ سِخْرِيًّا حَتَّىٰ أَنْسَوْكُمْ ذِكْرِي
وَكُنْتُمْ مِنْهُمْ تَضْحَكُونَ
"Lalu kamu jadikan mereka buah
ejekan, sehingga kamu lupa mengingat Aku, dan kamu (selalu) menertawakan
mereka." (QS. Al-Mu'minun: 110)
Rasulullah Shallallahu 'alaihi Wa Sallam
bersabda:
مَنْ مات همَّازًا لَمَّازًا مُلَقِّبًا للناسِ كان
علامَتُهُ يومَ القيامةِ أنْ يَسِمَهُ اللهُ على الخرطومِ مِنْ كِلَا
الشَّفَتَيْنِ
“Barangsiapa yang wafat sebagai seorang
yang suka mengumpat, mencela dan memberi julukan (yang buruk) kepada manusia,
ciri-cirinya pada hari kiamat bahwa Allah memberi tanda padanya di batang
hidungnya dari masing-masing dua sudut bibir.” (Dikeluarkan oleh
al-Haitsami, Majma'uz Zawaid: 7/216. Dalam sanadnya terdapat Abdullah bin
Shalih. Ditsiqohkan oleh Abdul Malik bin Syu'aib dan didhoifkan oleh selainnya.
Di dhoifkan oleh syaekh al-Albani dalam silsilah ad-Dhoifah nomor 5517).
Demikianlah yang dapat kami sampaikan pada
kajian ini, semoga bermanfaat.
Wabillahi Taufiq
Penulis: Al-Ustadz Junaid Ibrahim Iha Hafizhahullah
Tidak ada komentar:
Posting Komentar