Da’i yang jahat
yang dimaksudkan adalah bukan ditinjau dari sisi kriminal, akan tetapi lebih
khusus ditinjau dari sisi keagamaan, karena para ulama sangat membenci dan
menaruh perhatian yang serius terhadap kriminal dalam agama dari sudut aqidah,
manhaj, syirik, tauhid dan bid’ah daripada mencuri, merampok dan yang
semisalnya, karena mereka sangat paham akan bahayanya dalam agama.
Imam Ibnul Jauzi rahimahullah
wafat tahun 597 H, beliau berkata:
فَقَدْ بَانَ ذَكَرْنَا أنَّ أهْلَ السُّنَّةِ هُمْ المُتَّبِعُونَ،
و أنَّ أهْلَ الْبِدْعَةِ هُمْ الْمُظهِرُونَ شَيْئًا لم يَكُنْ قَبْلُ، وَلا
مُسْتَنَدَ لَهُ، ولِهَذَا اسْتَتَرُوا بِبِدْعَتِهِمْ، ولم يَكْتُمْ أهْلُ
السُّنَّةِ مَذْهَبَهُمْ، فَكَلِمَتُهُمْ ظَاهِرَةٌ، ومَذْهَبُهُمْ، مَشْهُورٌ،
والْعَاقِبَةُ لَهُمْ
“Seperti yang telah kami jelaskan, bahwa ahlus sunnah adalah
orang-orang yang mengikuti As-Sunnah, sedangkan ahli bid’ah adalah orang-orang
yang menampakkan sesuatu yang belum pernah ada sebelumnya dan tidak memiliki
sandaran hukum yang kuat, sehingga mereka perlu bersembunyi dibalik tabir
bid’ah mereka. Adapun ahlus sunnah tidak pernah menyembunyikan madzhab mereka.
Perkataan mereka jelas, madzhab mereka pun terkenal dan tentunya kesudahan yang
baik akan kembali kepada mereka.” (Lihat Al- Muntaqa An- Nafis Min Talbis
Iblis li ibni Jauzi, syaikh Ali Hasan Ali Abdul Hamid, cetakan pertama Syawwal
1429 H halaman 35, Dar Ibnul Jauzi).
Demikian pula Rasulullah
Shallallahu ‘alaihi Wa Sallam bersabda:
لا تَزَالُ طائِفَةٌ مِن أمَّتِي ظَاهِرِيْنَ عَلى الْحَقِّ لا
يَضُرُّهُمْ مَنْ خَذَلَهُمْ حَتَّى يَأْتِيَ أَمْرُالله وَهُمْ كَذَلِكَ
“Senantiasa ada segolongan dari ummatku, mereka senantiasa
berada diatas al-haq, tidak akan bisa membinasakan mereka orang-orang yang
menyelisihi mereka, sampai datang ketetapan Allah dan mereka tetap dalam
keadaan demikian (konsisten).” (HR. Muslim)
Dengan demikian maka inilah sejumlah
aturan yang berdiri diatasnya prinsip para ulama salaf dalam menyikapi para
da’i yang menyimpang, dan senantiasa menasihati ummat Islam darinya secara
turun temurun sampai pada saat ini, maka barang siapa yang berjalan diatas
jalan mereka, dia akan selamat dengan izin Allah dan barang siapa yang
berpaling dari jalan mereka maka dia akan tersesat.
Rasulullah
Shallallahu ‘alaihi Wa Sallam:
إنَّ اللهَ لا يَقْبِضُ العِلمَ إنْتِزَاعًا يَنِتَزِعُهُ مِن
العِبَادِ، ولكن يَقْبِضُ العِلْمَ بِقَبضِ الْعُلَمَاءِ، حتَّى إذَا لم يُبْقِ
عَالِمًا ، إتَّخَذَ النَّاسُ رُؤُسًا جُهَّالاً، فسُئِلُوا، فَأَفْتَوا بِغَيْرِ
عِلْمٍ، فَضَلُّوا و أضَلُّوا (متفق عليه)
“Sesungguhnya
Allah tidak mencabut ilmu dengan serta merta dari seorang hamba-hambaNya. Akan
tetapi Allah mencabutnya dengan cara mewafatkan para ulama. Hingga tidak lagi
tersisa seorang ulama pun. Maka manusia akan mengangkat pemimpin-pemimpin yang
bodoh, lalu pemimpin tersebut akan ditanya dan mereka pun berfatwa tanpa ilmu,
akhirnya mereka sesat dan menyesatkan.” (Muttafaqun ‘alaih. Bukhari: 100,
7307. Muslim: 2673).
سَيَأْتِي على النَّاسِ سَنَوَاتٌ خُدَّعَاتٌ، يُصَدَّقُ فِيْهَا
الكَاذِبُ و يُكَذَّبُ فِيْهَا الصَّادِقُ،و يُؤْتَمَنُ فِيْهَا الخَائِنُ
ويُخَوَّنُ فِيْهَا ألأمِيْنُ، ويَنْطِقُ فِيْهَا الرُّوَيْبِضَةُ، قِيْلَ وما
الرُّوَيْبِضَةُ ؟ قال الرَّجُلُ التَافِهُ يَتَكَلَّمُ فِي أمْرِ العَامَّة (رواه
ابن ماجه: ٤٠٣٦ وأحمد، صححه ألألبانى)
“Akan datang tahun-tahun
yang penuh dengan tipu daya. Para pendusta dianggap orang yang jujur dan
sebaliknya orang yang jujur dianggap pendusta. Orang yang pengkhianat dianggap
amanah dan yang amanah dicap pengkhianat. Dan para ruwaibidhoh mulai angkat
bicara! Maka ditanyakan kepada beliau
Shallallahu
‘alaihi Wa Sallam siapa itu ruwaibidhoh? Beliau pun menjawab: “Orang dungu yang
sok bicara tentang perkara orang banyak (ummat).” (HR. Ibnu Majah: 4036, Ahmad
dan dishohihkan Syaikh al-Albani dalam As- Shohihah: 1887).
إنَّ مِنْ أشْرَاطِ السّاعَةِ أنْ يُلْتَمَسَ الْعِلْمُ عِنْدَ
الأَصَاغِرِ (الصحيحة :٦٩٥ )
“Merupakan
tanda-tanda hari kiamat adalah jika ilmu diambil/ dituntut dari ashogir.” (Lihat
As- Shohihah no. 695)
إنّما أخَافُ على أمَّتِي ألأئِمَّةَ المُضِلّيْنَ (ابو داود :٤٢٥٢،
الترمذى : ٢٢٢٩ )
“Sesungguhnya yang
paling aku khawatirkan atas ummatku adalah para pemimpin yang menyesatkan.” (HR.
Abu Daud no. 4252, Tirmidzi no. 2229)
Ibnu Mas’ud
radhiyallahu ‘anhu berkata:
إنَّكُمْ سَتَجِدُونَ أقْوامًا يَزْعُمُوْنَ أنَّهُمْ يَدْعُوْنَكُمْ
ألى كِتَابِ الله، وقَدْ نَبَذُوهُ وَرَاءَ ظُهُوْرِهِمْ (الدّارمى : ١٤٣ )
“Sesungguhnya
kalian nanti akan mendapatkan suatu kaum yang mereka mengklaim bahwa mereka
menyeru kalian kepada kitabullah, padahal sungguh mereka telah menanggalkan
kitabullah ke belakang punggung mereka.” (Lihat sunan Ad- Darimi no. 143)
Utsman bin Hadhir
Al- Azdi berkata:
عن عثمانَ بنِ حاضِرٍ ألأزْدي قال: دَخَلْتُ على ابنِ عبّاسِ، فقلتُ
أَوْصِني، فقال نعم، عَلَيْكَ بِتَقْوَالله والإسْتِقَامَةِ، اتَّبِعْ ولاتبْتَدِع
( الدّارمى: ١٣٩ )
“Dari Utsman bin
Hadhir Al- Azdi, ia berkata: ‘Aku pernah masuk menemui Ibnu Abbas, lalu aku
berkata berilah aku nasihat! Ia berkata: ‘Ya’ hendaklah engkau bertaqwa kepada
Allah dan istiqamah, ikutilah petunjuk (agama) dan janganlah berbuat bid’ah.” (Lihat
Sunan Ad-Darimi no. 139)
Muhammad bin Sirin
berkata:
إنَّ هَذا العِلْمَ دِيْنٌ فانْظُرُوا عن مَنْ تَأْخُذَونَ
دِيْنَكُمْ (مقدّمة الصحيح مسلم)
“Sesungguhnya ilmu ini agama, maka perhatikanlah dari siapa
kalian mengambil agama kalian.” (Lihat Muqaddimah Shohih Muslim)
لم يَكُونُوا يَسْأَلُونَ عَنِ الإسْنَادِ فلمَّا وَقَعَتِ
الْفِتْنَةُ، قالوا سَمُّوا لَنَا رِجَالَكُمْ، فَيَنْظُرُ إلى أهلِ السُّنَّةِ
فَيُؤْخَذُ حَدِيْثُهُمْ، و يَنْظُرُ إلى أهل البِدْعَةِ فلآيُؤْخَذُ حَدِيْثُهُمْ
(مقدّمة الصحيح مسلم)
“Dulunya para
ulama tidak bertanya tentang sanad (nara sumber), akan tetapi tatkala telah
terjadinya (banyak) fitnah (dalam agama), maka mereka pun berkata sebutkanlah
kepada kami siapa nara sumber kalian, jika mereka (nara sumber) sebagai ahli
sunnah maka diambil haditsnya, dan jika mereka sebagai ahli bid’ah maka
haditsnya tidak dipakai (tidak diambil).” (Lihat Muqaddimah Shohih Muslim)
كانوا يَرَونَ أنَّهُ على الطَّرِيْقِ ما كان على الأثَرِ
(الدّارمى:١٤٠ )
“Dulunya para
ulama menganggap seseorang berada diatas jalan yang lurus selama dia berada
diatas atsar.” (Lihat sunan Ad- Darimi no. 140)
Abdullah bin
Mubarak berkata:
الإسْنادُ مِنَ الدِّيْنِ ، ولو لا الإسْنادُ لَقَالَ مَنْ شَاءَ ما
شاءَ (مقدّمة الصحيح مسلم)
“Sanad (nara
sumber) adalah bagian dari agama, maka jika tidak ada sanad niscaya seseorang
akan berbicara dengan apa saja yang akan dia katakan (bicara seenak perut).” (Lihat
Muqaddimah Shohih Muslim)
Maka merupakan suatu bentuk
penjagaan terhadap kemurnian agama adalah dengan berhati-hati dalam menerima
pelajaran agama. Oleh sebab itu para ulama merumuskan dan mempelajari ilmu
sanad/ ilmu yang mempelajari tentang biografi para pembawa hadits Nabi
Shallallahu ‘alaihi Wa Sallam. Dengan begitu, maka mereka akan sanggup
membuktikan sebuah hadits itu memang benar-benar berasal dari Rasulullah
Shallallahu ‘alaihi Wa Sallam ataukah tidak, sehingga tidak ada peluang sedikit
pun bagi tangan-tangan yang tidak bertanggung jawab untuk menyusupkan kerancuan
di dalam agama, yang mereka berusaha melancarkan makarnya dengan menyusupkan
kerancuan di dalam agama baik dengan melakukan penambahan atau pengurangan
terhadap syari’at, namun usaha mereka itu selalu gagal dan tidak berdaya
dihadapan ulama ahli hadits.
Para ulama ahli
hadits dari setiap zaman akan selalu berada pada barisan terdepan untuk
membongkar setiap penyelewengan dan penyimpangan dalam agama, karena mereka
memiliki syarat dan metode yang sangat ketat dalam mengambil dan mempelajari
agama, maka selayaknya bagi kita untuk
mengikuti jejak langkah mereka dalam kehati-hatiannya ketika mempelajari
ilmu agama. Wallahu Waliyut Taufiq----------------------------------------------------------------
Penulis: Al-Ustadz Junaid Ibrahim Iha Hafizhahullah
Tidak ada komentar:
Posting Komentar