Selasa, 18 September 2018

FIQIH KELUARGA: “Ketaatan Seorang Istri Kepada Suaminya”


Islam telah memotivasi para wanita agar menaati suaminya, memperelok hubungan pernikahan dengannya, serta memperindah pergaulan dengannya. Tersebut dalam sebuah hadits bahwa suatu ketika datang seorang wanita kepada Rasulullah Shallallahu ‘alaihi Wa Sallam kemudian berkata:

“Wahai Rasulullah aku adalah utusan kaum wanita kepadamu. Allah Ta’ala telah  perintahkan jihad kepada kaum lelaki. Jika mereka menang maka mereka mendapatkan pahala dan jika  mereka terbunuh, mereka hidup disisi Rabb mereka dengan mendapat rezki. Sedangkan kami kaum wanita harus berbakti kepada mereka, lalu apa bagian kami dari hal itu? Rasulullah Shallallahu ‘alaihi Wa Sallam pun bersabda:

أَبْلِغِي مَنْ لَقِيْتِ مِنَ النِّسَاءِ أنَّ طَاعَةَ الْمَرْأَةِ الزَوْجَ وَاعْتِرافا بِحَقِّهِ يَعْدِلُ ذالِك، وَ قَلِيْلٌ مِنْكُنَّ يَفْعَلُهُ

“Sampaikan kepada wanita yang engkau temui bahwa taatnya istri kepada suami dan pengakuannya terhadap hak suaminya sebanding dengan jihad, namun sedikit dari kalian yang melakukannya.” (HR. Al-Bazzar dan Thobrani)

Renungkanlah Wahai Saudariku Muslimah !!
Bagaimana Rasulullah Shallallahu ‘alaihi Wa Sallam menjadikan ketaatan kepada suami sebanding dengan jihad, yang mana jihad merupakan puncak ajaran islam. Bahkan Rasulullah menjadikan ketaatan istri kepada suaminya sebagai sebab masuk jannah.

Rasulullah  Shallallahu ‘alaihi Wa Sallam bersabda :

إٍذَا صَلَّتْ اْلمَرْأَةُ خَمْسَهَا وَ صَامَتْ شَهْرَهَا وَحَفِظَتْ فَرْجَهَا وَ أَطَاعَتْ بَعْلَهَا دَخَلَتِ الْجَنَّةَ

“Jika seorang wanita memelihara sholat lima waktu, puasa dibulannya (Ramadhon), menjaga kemaluannya, dan menaati suaminya, niscaya ia masuk surga.” (HR. Ahmad).

Allah Ta’ala juga telah menjadikan ketaatan kepada suami sebagai sifat wanita sholihah. Allah Ta’ala berfirman:

فَٱلصَّٰلِحَٰتُ قَٰنِتَٰتٌ حَٰفِظَٰتٞ لِّلۡغَيۡبِ بِمَا حَفِظَ ٱللَّهُۚ

“Maka wanita-wanita sholihah itu ialah yang taat kepada Allah lagi memelihara diri ketika suaminya tidak ada, oleh karena Allah telah memelihara (mereka)...” (QS. An-Nisa' : 34)

¬Kata Al-Qonitat dalam ayat tersebut bermakna wanita-wanita yang menaati suami mereka, sebagaimana yang dinukil dari perkataan Ibnu Abbas.¬

Ketaatan ini adalah perkara yang harus ada secara alamiyah dalam perjalanan kehidupan rumah tangga. Secara umum, tabiat hidup dan tabiat hubungan manusia menuntut adanya pemimpin dan yang dipimpin, adanya panutan dan pengikut. Dan kehidupan rumah tangga adalah hubungan antara dua orang atau lebih (jika punya anak atau suami, termasuk orang yang menjalankan syari'at poligami) maka disana harus ada pemimpin yang mengarahkan lajunya dan meluruskan perjalanannya. Dan yang menjadi pemimpin disini adalah kaum lelaki, sebagaimana hal itu telah ditetapkan dengan dua perkara, yaitu:

·      Seluruh syari'at yang datangnya dari langit (yakni agama Allah Ta’ala), dan
·      Fitrah manusia.

Allah Ta’ala berfirman:

ٱلرِّجَالُ قَوَّٰمُونَ عَلَى ٱلنِّسَآءِ بِمَا فَضَّلَ ٱللَّهُ بَعۡضَهُمۡ عَلَىٰ بَعۡضٖ وَبِمَآ أَنفَقُواْ مِنۡ أَمۡوَٰلِهِمۡۚ

“Kaum lelaki adalah pemimpin bagi kaum wanita, oleh karena Allah telah melebihkan sebagian mereka (kaum lelaki) atas sebagian yang lain (kaum wanita), dan karena mereka (kaum lelaki) telah menafkahkan sebagian dari harta mereka.” (QS. An-Nisa: 34)

Kepemimpinan ini menuntut adanya ketaatan istri pada suaminya yang berfungsi sebagai penangkis munculnya problematika, penjaga eksistensi keluarga dari keretakan dan kehancuran serta pendorong lajunya kehidupan keluarga menuju sebuah kemajuan.

Kepada kaum hawa dan tentunya kepada para keluarga, saya mengajak  untuk  memperhatikan strategi yang dibangun oleh iblis dan bala tentaranya untuk menghancurkan sebuah hubungan rumah tangga, sebagaimana termaktub dalam hadits yang artinya:

“Sesungguhnya Iblis menegakkan singga sananya diatas air, lalu ia mengutus para pasukannya. Pasukan yang paling dekat dengannya adalah yang paling besar fitnahnya. Salah seorang dari mereka datang seraya berkata: “Saya tidak meninggalkan si fulan sampai dia melakukan ini..” Iblis pun berkata kamu belum berbuat apa-apa. Kemudian datang lagi salah seorang dari mereka, (dan berkata): “Aku tidak meninggalkan fulan sampai aku pisahkan antara dia dan istrinya”. Maka didekatkan lah pada Iblis dan ia berkata “Bagus kamu bagus.” (HR. MUSLIM)

Begitulah para pasukan Iblis dari bangsa jin dan manusia selalu berkeliaran dan berusaha untuk merusak sebuah hubungan rumah tangga yang dijalani antara anak Adam.

Ketahuilah...!!
Seorang suami yang mendapatkan kelembutan dan kehangatan dari seorang istri tidak diragukan lagi bahwa hal itu akan melahirkan pada dirinya cinta tulus dan kasih sayang kepada istrinya. Dengan begitu akan terwujud apa yang Allah Ta’ala firmankan sebagai berikut:

وَمِنۡ ءَايَٰتِهِۦٓ أَنۡ خَلَقَ لَكُم مِّنۡ أَنفُسِكُمۡ أَزۡوَٰجٗا لِّتَسۡكُنُوٓاْ إِلَيۡهَا وَجَعَلَ بَيۡنَكُم مَّوَدَّةٗ وَرَحۡمَةًۚ إِنَّ فِي ذَٰلِكَ لَأٓيَٰتٖ لِّقَوۡمٖ يَتَفَكَّرُونَ

“Dan diantara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah Dia menciptakan untukmu istri-istri dari jenismu sendiri, supaya kamu cenderung dan merasa tentram kepadanya, dan dijadikan diantaramu rasa kasih sayang. Sesungguhnya yang demikian itu terdapat tanda-tanda bagi kaum yang berpikir.”  (QS. Ar-Ruum: 21)

Namun suatu hal yang harus diingat dan dipahami dengan baik adalah bahwa taatnya seorang istri terhadap suaminya adalah dalam rangka meraih jannah, sehingga tidak ada ketaatan dalam rangka bermaksiat kepada Allah Ta’ala. Diantara contoh ketaatan yang salah yang dipersembahkan oleh seorang istri kepada suami adalah:

Pertama: Memenuhi keinginan suami untuk jimak dalam keadaan haid dengan dalil taat kepada suami dan ingin membahagiakan suami serta takut membuat suami marah.

Kedua: Memenuhi keinginan suami untuk tidak sholat atau tidak belajar ilmu agama dengan dalil taat kepada suami. Padahal menuntut ilmu agama adalah kewajiban yang bersifat fardhu 'ain sebagai bentuk ketaatan kepada Allah Ta’ala, sehingga bila suami melarang akan hal ini dengan alasan yang tidak jelas maka tentunya suami termasuk diantara manusia yang paling jelek yaitu melarang atau mencegah manusia dari jalan Allah, sebab itu larangan yang demikian tidak wajib untuk dipatuhi.

Rasulullah Shallallahu ‘alaihi Wa Sallam bersabda:

لاَ طَاعَةَ لِمَخْلُوقٍ فِي مَعْصِيَةِ الْخَالِقِ

“Tidak ada ketaatan kepada makhluk dalam hal bermaksiat kepada Allah.”  (HR. Ahmad dan Al-Hakim)

Akhir kalam, semoga kajian ini bermanfaat bagi kita dan menjadi amalan yang dapat memberatkan timbangan kebaikan kita di hari akhirat nanti. -Wallahu Waliyut Taufiq------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------

Penulis: Al-Ustadz Junaid Ibrahim Iha Hafizhahullah


Tidak ada komentar:

Posting Komentar