Rabu, 20 Februari 2019

"Kisah Teladan"


بسم الله الرحمن الرحيم
Untuk membuktikan rasa penasarannya terhadap agama yang ketika itu asing dan baru saja dibawa oleh Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam, seorang lelaki pemberani dan mempunyai kepribadian yang tinggi yang berasal dari suku Ghifar, bernama Abu Dzar Al-Ghifari datang ke kota Makkah dan bermalam beberapa malam di ka'bah tanpa membawa perbekalan sehingga mengharapkan minum dari air zamzam, karena itulah Rasulullah bersabda kepadanya:
إنها مباركة و إنها طعام طعم و شفاء سقم
"Sesungguhnya air zamzam itu membawa berkah dan makanan bagi orang yang lapar serta obat bagi penyakit." (HR. Muslim dan al-Bazzar)
Setelah berlalu kurang lebih dua puluh tujuh hari, Abu Dzar bertemu dengan Ali bin Abi Tholib dan diajaknya untuk bermalam di rumah Ali radhiyallahu 'anhu. Dua malam berlalu Abu Dzar bermalam bersama Ali di kediamannya maka pada malam yang ketiga terjadi pembicaraan diantara mereka tentang maksud dan tujuan kedatangan Abu Dzar ke kota makkah, hasil dari pembicaraan mereka, maka pada siang harinya Ali mengantarkan sahabat Abu Dzar untuk bertemu Rasulullah shallĺallahu 'alaihi wa sallam. Ali radhiyallahu 'anhu berkata: "Besok pagi kita akan berangkat diam-diam, jika aku melihat sesuatu yang membahayakanmu maka aku akan berhenti ke tembok dan pura-pura memperbaiki sandalku. Bila aku meneruskan jalanku maka ikutilah aku sampai kita tiba disuatu tempat, jika aku memasukinya maka masuklah mengikutiku."
Pada keesokan harinya mereka berangkat menemui Rasulullah dan ketika sampai ditempat Rasulullah maka Ali pun masuk kemudian disusul oleh Abu Dzar. Abu Dzar masuk sambil mengucapkan salam kepada Rasulullah
السلام عليكم يا رسول الله
Rasulullah pun menjawabnya :
و عليك سلام الله و رحمته و بركاته
Dengan demikian dalam sejarah islam orang yang pertama kali mengucapkan salam kepada Rasulullah dengan salam penghormatan adalah Abu Dzar Al-Ghifari.
Rasulullah mulai berbicara tentang islam dan menawarkan islam kepadanya, dan akhirnya Abu Dzar pun masuk islam.
Abu Dzar berkata: "Aku tinggal di Makkah dan Rasulullah mengajarkan kepadaku tentang islam dan beliau membacakan ayat-ayat al-qur'an kepadaku dan beliau berpesan: "Jangan sampaikan kepada seorangpun dari penduduk Makkah tentang keislamanmu, karena aku khawatir mereka akan membunuhmu", akupun berkata: "Demi Allah yang jiwaku berada di Tangan-Nya aku tidak akan tinggalkan Makkah sampai aku mendatangi masjidil dan meneriakkan kalimat yang haq ditengah-tengah kaum Quraisy."
Hal ini pun dilakukan oleh Abu Dzar, dan ketika beliau memproklamasikan keislamannya ditengah kaum Quraisy maka seketika itu juga mereka berteriak Tangkaapp...! Dan akhirnya ia ditangkap dan dipukuli babak belur bahkan hendak dibunuh. Pada saat akan dibunuh maka datanglah Abbas bin Abdul Muthalib untuk melindungi Abu Dzar serta berseru: "Celakalah kalian ! Kalian akan membunuh orang dari bani Ghifar sedang kafilah dagang kalian sering melintasi wilayahnya? Sehingga Allah menolongnya melalui Al-Abbas.
Kemudian Abu Dzar pulang ke kampungnya dan menampakkan keislamannya, sehingga tidak lama kemudian saudaranya Unais ikut masuk islam dan kemudian disusul oleh ibunya. Abu Dzar terus berdakwah di kampungnya dengan berbagai tantangan dan pengorbanan.
Sahabat Abu Dzar adalah sahabat yang Rasulullah pernah menyampaikan beberapa wasiat kepadanya, diantara wasiat tersebut adalah:
و أن أتكلم بمر الحق، ولا تأخذني في الله لومة لائم
Agar aku berbicara dengan al-haq walaupun pahit, dan agar aku tidak takut celaan orang yang suka mencela (dalam menyampaikan dakwah yang haq). "

> Pelajaran:
Wasiat yang disampaikan Rasulullah ini adalah wasiat yang sangat ringkas dan ringan dalam ucapan namun mempunyai makna yang sangat luas. Diantaranya:
1. Tegar Dalam Menyampaikan al-haq Walaupun Pahit Rasanya.
Pahitnya al-haq jangan sampai menyebabkan kita terhalang dari menyampaikannya, Allah Ta'ala berfirman:
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا كُونُوا قَوَّامِينَ بِالْقِسْطِ شُهَدَاءَ لِلَّهِ وَلَوْ عَلَىٰ أَنْفُسِكُمْ أَوِ الْوَالِدَيْنِ وَالْأَقْرَبِينَ ۚ إِنْ يَكُنْ غَنِيًّا أَوْ فَقِيرًا فَاللَّهُ أَوْلَىٰ بِهِمَا ۖ فَلَا تَتَّبِعُوا الْهَوَىٰ أَنْ تَعْدِلُوا ۚ وَإِنْ تَلْوُوا أَوْ تُعْرِضُوا فَإِنَّ اللَّهَ كَانَ بِمَا تَعْمَلُونَ خَبِيرًا
"Wahai orang-orang yang beriman, jadilah kamu orang yang benar-benar penegak keadilan, menjadi saksi karena Allah biarpun terhadap dirimu sendiri atau ibu bapak dan kaum kerabatmu. Jika ia kaya ataupun miskin, maka Allah lebih tahu kemaslahatannya. Maka janganlah kamu mengikuti hawa nafsu karena ingin menyimpang dari kebenaran. Dan jika kamu memutar balikkan (kata-kata) atau enggan menjadi saksi, maka sesungguhnya Allah adalah Maha Mengetahui segala apa yang kamu kerjakan." (QS. An-Nisa: 135)
Bahkan mengatakan kalimat yang haq adalah termasuk jihad dan amalan yang tinggi kedudukannya. Rasulullah Shallahu 'alaihi wa Sallam bersabda:
أفضل الجهاد كلمة حق عند سلطان جائر
"Seutama-utama jihad adalah mengatakan kalimat yang haq kepada penguasa yang zholim." (HR. Ahmad, Ibnu Majah dan yang lainnya)
Catatan:
- Mengatakan kalimat yang benar kepada penguasa, bukan berarti mencaci penguasa atau memprovokasi masyarakat untuk bangkit emosinya dan menginjak-injak kehormatan penguasa.
- Jika ditanyakan apakah boleh menasihati penguasa lewat sarana umum ? Maka jawabannya, dalam hal ini para ulama berselisih pendapat. Mayoritas para ulama melarangnya, mereka berdalil dengan hadits berikut:
من أراد أن ينصح لذي سلطان فلا يبده علانية و لكن يأخذ بيده فيخلو به فإن قبل منه فذاك و إلا كان قد أدى الذى عليه
"Barang siapa yang hendak menasihati penguasa maka janganlah dia tampakkan terang-terangan akan tetapi hendaklah dia memegang tangannya dan menyendiri dengannya, jika penguasa itu menerima nasihatnya maka itulah yang diinginkan namun jika tidak maka dia telah menunaikan amanah." (HR Ahmad, al-Hakim, ibnu Abi 'Ashim dan yang lainnya)
Adapun sebagian ulama berpandangan bahwa selama nasihat itu bukan dalam bentuk mencaci pemerintah dan juga bukan untuk membangkitkan emosi masyarakat untuk memberontak atau yang semisal maka dibolehkan. Hal ini karena mereka menilai hadits yang menjadi sandaran bagi kelompok yang pertama diatas adalah hadits yang lemah." (lihat fatwa syaekh Muqbil rahimahullah dalam Tuhfatul Mujid).
- Menyampaikan kebenaran tersebut dengan ikhlas, semata untuk membela al-haq dan mencintai agar al-haq itu nampak serta diamalkan oleh seluruh lapisan masyarakat.
- Menyampaikan al-haq itu harus dengan ilmu. Allah Ta'ala berfirman:
قُلْ هَٰذِهِ سَبِيلِي أَدْعُو إِلَى اللَّهِ ۚ عَلَىٰ بَصِيرَةٍ أَنَا وَمَنِ اتَّبَعَنِي ۖ وَسُبْحَانَ اللَّهِ وَمَا أَنَا مِنَ الْمُشْرِكِينَ
Katakanlah: "Inilah jalan (agama)ku, aku dan orang-orang yang mengikutiku mengajak (kamu) kepada Allah dengan hujjah yang nyata, Maha Suci Allah, dan aku tiada termasuk orang-orang yang musyrik."(QS. Yusuf: 108)
- Menyampaikan al-haq harus mempertimangkan maslahat dan mafsadat. Hal ini berdasarkan kaidah:
الضرر لا يزال بالضرر
"Kemudhoratan tidak boleh dihilangkan dengan kemudhoratan."
Meski demikian dalam kondisi tertentu jika seseorang sanggup menanggung beban/mudhorat yang bersifat pribadi demi tercapai kemaslahatan yang bersifat umum maka ini bisa menjadi lebih afdhol. Sebagai contoh imam Ahmad rahimahullah harus menanggung beban dipenjara dan dicambuk demi tercapai kemaslahatan umum yaitu kemaslahatan kaum muslimin dengan cara mereka selamat dari aqidah yang menyimpang, demikian pula ibnu Taimiyah dan yang lainnya dari kalangan ulama salaf yang rela menanggung beban pribadi demi tercapainya kemaslahatan umum.
Perhatikanlah kisah Abu Dzar diatas ketika Rasulullah mengkhawatirkan keselamatan pribadinya, dia justru malah tidak mempedulikannya demi memproklamasikan secara terang-terangan keislamannya, yang dengan itu dia juga berani secara terang-terangan dengan penuh kesiapan menanggung resiko demi menyampaikan al-haq dan hasilnya saudara bahkan ibu dan sebagian kaumnya masuk islam. Andai Abu Dzar terus bersembunyi dan tidak berani berdakwah kepada al-haq dengan alasan takut akan keselamatannya maka pertolongan Allah pun lama disambutnya, akan tetapi karena adanya perjuangan yang keras dan terbuka maka Allah pun membalas perjuangannya dengan memberikan pertolongan kepadanya.
- Harus menyampaikan al-haq dengan penuh kesabaran dan jangan terburu-buru.
2. Tidak Takut Para Pencela Dalam Berdakwah.
Diantara akhlak yang mulia adalah berani menyampaikan kebenaran dan tidak pengecut. Rasulullah mengajarkan kita do'a:
اللهم أعوذ بك من الجبني
"Ya Allah sesungguhnya aku berlindung kepadamu dari sifat pengecut."
Dakwah yang haq ini harus diperjuangkan oleh para da'i yang tidak pengecut dan selalu mencari titik aman. Bahkan al-haq itu akan selalu menang namun Allah menghendaki ada yang membelanya. Allah Ta'ala berfirman:
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا هَلْ أَدُلُّكُمْ عَلَىٰ تِجَارَةٍ تُنْجِيكُمْ مِنْ عَذَابٍ أَلِيمٍ. تُؤْمِنُونَ بِاللَّهِ وَرَسُولِهِ وَتُجَاهِدُونَ فِي سَبِيلِ اللَّهِ بِأَمْوَالِكُمْ وَأَنْفُسِكُمْ ۚ ذَٰلِكُمْ خَيْرٌ لَكُمْ إِنْ كُنْتُمْ تَعْلَمُونَ
"Hai orang-orang yang beriman, sukakah kamu aku tunjukkan suatu perniagaan yang dapat menyelamatkanmu dari azab yang pedih?. (yaitu) kamu beriman kepada Allah dan Rasul-Nya dan berjihad di jalan Allah dengan harta dan jiwamu. Itulah yang lebih baik bagimu, jika kamu mengetahui". (QS As-Shaf: 10-11)
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا إِنْ تَنْصُرُوا اللَّهَ يَنْصُرْكُمْ وَيُثَبِّتْ أَقْدَامَكُمْ
"Hai orang-orang mukmin, jika kamu menolong (agama) Allah, niscaya Dia akan menolongmu dan meneguhkan kedudukanmu." (QS. Muhammad: 7)
Allah amat mampu untuk menolong agamaNya, akan tetapi Allah memberikan pertolonganNya bersamaan dengan adanya para da'i yang siap untuk berjuang di jalanNya. Bahkan seorang nabi yang telah dipilih Allah untuk menjalankan amanah menyampaikan risalah, membutuhkan para pembela padahal bisa saja Allah memenangkannya tanpa ada pembela dari jenis manusia dan para malaikat, namun itulah hikmah dan kebijaksanaan Allah. Allah Ta'ala berfirman:
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا كُونُوا أَنْصَارَ اللَّهِ كَمَا قَالَ عِيسَى ابْنُ مَرْيَمَ لِلْحَوَارِيِّينَ مَنْ أَنْصَارِي إِلَى اللَّهِ ۖ قَالَ الْحَوَارِيُّونَ نَحْنُ أَنْصَارُ اللَّهِ ۖ فَآمَنَتْ طَائِفَةٌ مِنْ بَنِي إِسْرَائِيلَ وَكَفَرَتْ طَائِفَةٌ ۖ فَأَيَّدْنَا الَّذِينَ آمَنُوا عَلَىٰ عَدُوِّهِمْ فَأَصْبَحُوا ظَاهِرِينَ
"Hai orang-orang yang beriman, jadilah kamu penolong (agama) Allah sebagaimana Isa ibnu Maryam telah berkata kepada pengikut-pengikutnya yang setia: "Siapakah yang akan menjadi penolong-penolongku (untuk menegakkan agama) Allah?" Pengikut-pengikut yang setia itu berkata: "Kamilah penolong-penolong agama Allah", lalu segolongan dari Bani Israil beriman dan segolongan lain kafir; maka Kami berikan kekuatan kepada orang-orang yang beriman terhadap musuh-musuh mereka, lalu mereka menjadi orang-orang yang menang." (QS. As-Shaf: 14)
Allah Ta'ala berfirman:
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا مَنْ يَرْتَدَّ مِنْكُمْ عَنْ دِينِهِ فَسَوْفَ يَأْتِي اللَّهُ بِقَوْمٍ يُحِبُّهُمْ وَيُحِبُّونَهُ أَذِلَّةٍ عَلَى الْمُؤْمِنِينَ أَعِزَّةٍ عَلَى الْكَافِرِينَ يُجَاهِدُونَ فِي سَبِيلِ اللَّهِ وَلَا يَخَافُونَ لَوْمَةَ لَائِمٍ ۚ ذَٰلِكَ فَضْلُ اللَّهِ يُؤْتِيهِ مَنْ يَشَاءُ ۚ وَاللَّهُ وَاسِعٌ عَلِيمٌ
"Hai orang-orang yang beriman, barangsiapa di antara kamu yang murtad dari agamanya, maka kelak Allah akan mendatangkan suatu kaum yang Allah mencintai mereka dan merekapun mencintai-Nya, yang bersikap lemah lembut terhadap orang yang mukmin, yang bersikap keras terhadap orang-orang kafir, yang berjihad dijalan Allah, dan yang tidak takut kepada celaan orang yang suka mencela. Itulah karunia Allah, diberikan-Nya kepada siapa yang dikehendaki-Nya, dan Allah Maha Luas (pemberian-Nya), lagi Maha Mengetahui." (QS. Al-Maaidah: 54)
Sebagai penutup, perlu kita ketahui bahwa agama ini membutuhkan para pejuang yang mempunyai keberanian dalam menyampaikan al-haq, tentu dengan tidak keluar dari kaidah-kaidah ilmiyah yang telah dijelaskan oleh para ulama. Dan jika sekiranya seseorang yang selalu menyendiri bersembunyi bahkan takut menampakan keislamannya dan cara pandang dalam agama yang dia bermanhaj dengannya, maka orang ini tidak akan mampu membawa dakwah ini untuk menerangi lingkungannya dan dia hanya akan bisa menyelamatkan dirinya sendiri, tentu orang seperti ini adalah termasuk selemah-lemahnya manusia dan dia kurang bermanfaat bagi lingkungannya. Allah Ta'ala berfirman:
الَّذِينَ يُبَلِّغُونَ رِسَالَاتِ اللَّهِ وَيَخْشَوْنَهُ وَلَا يَخْشَوْنَ أَحَدًا إِلَّا اللَّهَ ۗ وَكَفَىٰ بِاللَّهِ حَسِيبًا
"(Yaitu) orang-orang yang menyampaikan risalah-risalah Allah, mereka takut hanya kepada-Nya dan mereka tidak merasa takut kepada seorang(pun) selain kepada Allah. Dan cukuplah Allah sebagai Pembuat Perhitungan." (QS. Al-Ahzab: 39)
Demikianlah secercah faedah yang dapat kami sampaikan dari kisah pribadi seorang sahabat yang bermental kokoh dan berantusias dan menjalankan agama yang haq.

Semoga bermanfaat,
Wallahu waliyut taufiq

Al-Ustadz Junaid Ibrahim Iha






Tidak ada komentar:

Posting Komentar