بسم الله الرحمن الرحيم
Untuk
membuktikan rasa penasarannya terhadap agama yang ketika itu asing dan baru
saja dibawa oleh Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam, seorang lelaki
pemberani dan mempunyai kepribadian yang tinggi yang berasal dari suku Ghifar,
bernama Abu Dzar Al-Ghifari datang ke kota Makkah dan bermalam beberapa malam
di ka'bah tanpa membawa perbekalan sehingga mengharapkan minum dari air zamzam,
karena itulah Rasulullah bersabda kepadanya:
إنها مباركة و إنها طعام طعم و شفاء سقم
"Sesungguhnya
air zamzam itu membawa berkah dan makanan bagi orang yang lapar serta obat bagi
penyakit." (HR. Muslim dan al-Bazzar)
Setelah berlalu
kurang lebih dua puluh tujuh hari, Abu Dzar bertemu dengan Ali bin Abi Tholib
dan diajaknya untuk bermalam di rumah Ali radhiyallahu 'anhu. Dua malam berlalu
Abu Dzar bermalam bersama Ali di kediamannya maka pada malam yang ketiga
terjadi pembicaraan diantara mereka tentang maksud dan tujuan kedatangan Abu
Dzar ke kota makkah, hasil dari pembicaraan mereka, maka pada siang harinya Ali
mengantarkan sahabat Abu Dzar untuk bertemu Rasulullah shallĺallahu 'alaihi
wa sallam. Ali radhiyallahu 'anhu berkata: "Besok pagi kita akan berangkat
diam-diam, jika aku melihat sesuatu yang membahayakanmu maka aku akan berhenti
ke tembok dan pura-pura memperbaiki sandalku. Bila aku meneruskan jalanku maka
ikutilah aku sampai kita tiba disuatu tempat, jika aku memasukinya maka
masuklah mengikutiku."
Pada keesokan
harinya mereka berangkat menemui Rasulullah dan ketika sampai ditempat
Rasulullah maka Ali pun masuk kemudian disusul oleh Abu Dzar. Abu Dzar masuk
sambil mengucapkan salam kepada Rasulullah
السلام عليكم يا رسول الله
Rasulullah pun
menjawabnya :
و عليك سلام الله و رحمته و بركاته
Dengan demikian
dalam sejarah islam orang yang pertama kali mengucapkan salam kepada Rasulullah
dengan salam penghormatan adalah Abu Dzar Al-Ghifari.
Rasulullah
mulai berbicara tentang islam dan menawarkan islam kepadanya, dan akhirnya Abu
Dzar pun masuk islam.
Abu Dzar
berkata: "Aku tinggal di Makkah dan Rasulullah mengajarkan kepadaku
tentang islam dan beliau membacakan ayat-ayat al-qur'an kepadaku dan beliau
berpesan: "Jangan sampaikan kepada seorangpun dari penduduk Makkah tentang
keislamanmu, karena aku khawatir mereka akan membunuhmu", akupun berkata:
"Demi Allah yang jiwaku berada di Tangan-Nya aku tidak akan tinggalkan
Makkah sampai aku mendatangi masjidil dan meneriakkan kalimat yang haq
ditengah-tengah kaum Quraisy."
Hal ini pun
dilakukan oleh Abu Dzar, dan ketika beliau memproklamasikan keislamannya
ditengah kaum Quraisy maka seketika itu juga mereka berteriak Tangkaapp...! Dan
akhirnya ia ditangkap dan dipukuli babak belur bahkan hendak dibunuh. Pada saat
akan dibunuh maka datanglah Abbas bin Abdul Muthalib untuk melindungi Abu Dzar
serta berseru: "Celakalah kalian ! Kalian akan membunuh orang dari bani
Ghifar sedang kafilah dagang kalian sering melintasi wilayahnya? Sehingga Allah
menolongnya melalui Al-Abbas.
Kemudian Abu
Dzar pulang ke kampungnya dan menampakkan keislamannya, sehingga tidak lama
kemudian saudaranya Unais ikut masuk islam dan kemudian disusul oleh ibunya.
Abu Dzar terus berdakwah di kampungnya dengan berbagai tantangan dan
pengorbanan.
Sahabat Abu
Dzar adalah sahabat yang Rasulullah pernah menyampaikan beberapa wasiat
kepadanya, diantara wasiat tersebut adalah:
و أن أتكلم بمر الحق، ولا تأخذني في الله لومة لائم
Agar aku
berbicara dengan al-haq walaupun pahit, dan agar aku tidak takut celaan orang
yang suka mencela (dalam menyampaikan dakwah yang haq). "
> Pelajaran:
Wasiat yang
disampaikan Rasulullah ini adalah wasiat yang sangat ringkas dan ringan dalam
ucapan namun mempunyai makna yang sangat luas. Diantaranya:
1. Tegar Dalam
Menyampaikan al-haq Walaupun Pahit Rasanya.
Pahitnya al-haq
jangan sampai menyebabkan kita terhalang dari menyampaikannya, Allah Ta'ala
berfirman:
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا كُونُوا قَوَّامِينَ بِالْقِسْطِ
شُهَدَاءَ لِلَّهِ وَلَوْ عَلَىٰ أَنْفُسِكُمْ أَوِ الْوَالِدَيْنِ
وَالْأَقْرَبِينَ ۚ إِنْ يَكُنْ غَنِيًّا أَوْ فَقِيرًا فَاللَّهُ أَوْلَىٰ
بِهِمَا ۖ فَلَا تَتَّبِعُوا الْهَوَىٰ أَنْ تَعْدِلُوا ۚ وَإِنْ تَلْوُوا أَوْ
تُعْرِضُوا فَإِنَّ اللَّهَ كَانَ بِمَا تَعْمَلُونَ خَبِيرًا
"Wahai
orang-orang yang beriman, jadilah kamu orang yang benar-benar penegak keadilan,
menjadi saksi karena Allah biarpun terhadap dirimu sendiri atau ibu bapak dan
kaum kerabatmu. Jika ia kaya ataupun miskin, maka Allah lebih tahu
kemaslahatannya. Maka janganlah kamu mengikuti hawa nafsu karena ingin
menyimpang dari kebenaran. Dan jika kamu memutar balikkan (kata-kata) atau
enggan menjadi saksi, maka sesungguhnya Allah adalah Maha Mengetahui segala apa
yang kamu kerjakan." (QS. An-Nisa: 135)
Bahkan
mengatakan kalimat yang haq adalah termasuk jihad dan amalan yang tinggi
kedudukannya. Rasulullah Shallahu 'alaihi wa Sallam bersabda:
أفضل الجهاد كلمة حق عند سلطان جائر
"Seutama-utama
jihad adalah mengatakan kalimat yang haq kepada penguasa yang zholim."
(HR. Ahmad, Ibnu Majah dan yang lainnya)
Catatan:
- Mengatakan kalimat yang benar kepada penguasa, bukan berarti mencaci penguasa
atau memprovokasi masyarakat untuk bangkit emosinya dan menginjak-injak
kehormatan penguasa.
- Jika
ditanyakan apakah boleh menasihati penguasa lewat sarana umum ? Maka
jawabannya, dalam hal ini para ulama berselisih pendapat. Mayoritas para ulama
melarangnya, mereka berdalil dengan hadits berikut:
من أراد أن ينصح لذي سلطان فلا يبده علانية و لكن يأخذ بيده فيخلو
به فإن قبل منه فذاك و إلا كان قد أدى الذى عليه
"Barang
siapa yang hendak menasihati penguasa maka janganlah dia tampakkan terang-terangan
akan tetapi hendaklah dia memegang tangannya dan menyendiri dengannya, jika
penguasa itu menerima nasihatnya maka itulah yang diinginkan namun jika tidak
maka dia telah menunaikan amanah." (HR Ahmad, al-Hakim, ibnu Abi 'Ashim
dan yang lainnya)
Adapun sebagian
ulama berpandangan bahwa selama nasihat itu bukan dalam bentuk mencaci
pemerintah dan juga bukan untuk membangkitkan emosi masyarakat untuk
memberontak atau yang semisal maka dibolehkan. Hal ini karena mereka menilai
hadits yang menjadi sandaran bagi kelompok yang pertama diatas adalah hadits
yang lemah." (lihat fatwa syaekh Muqbil rahimahullah dalam Tuhfatul
Mujid).
- Menyampaikan
kebenaran tersebut dengan ikhlas, semata untuk membela al-haq dan mencintai
agar al-haq itu nampak serta diamalkan oleh seluruh lapisan masyarakat.
- Menyampaikan
al-haq itu harus dengan ilmu. Allah Ta'ala berfirman:
قُلْ هَٰذِهِ سَبِيلِي أَدْعُو إِلَى اللَّهِ ۚ عَلَىٰ بَصِيرَةٍ
أَنَا وَمَنِ اتَّبَعَنِي ۖ وَسُبْحَانَ اللَّهِ وَمَا أَنَا مِنَ الْمُشْرِكِينَ
Katakanlah:
"Inilah jalan (agama)ku, aku dan orang-orang yang mengikutiku mengajak
(kamu) kepada Allah dengan hujjah yang nyata, Maha Suci Allah, dan aku tiada
termasuk orang-orang yang musyrik."(QS. Yusuf: 108)
- Menyampaikan
al-haq harus mempertimangkan maslahat dan mafsadat. Hal ini berdasarkan kaidah:
الضرر لا يزال بالضرر
"Kemudhoratan
tidak boleh dihilangkan dengan kemudhoratan."
Meski demikian
dalam kondisi tertentu jika seseorang sanggup menanggung beban/mudhorat yang
bersifat pribadi demi tercapai kemaslahatan yang bersifat umum maka ini bisa
menjadi lebih afdhol. Sebagai contoh imam Ahmad rahimahullah harus menanggung
beban dipenjara dan dicambuk demi tercapai kemaslahatan umum yaitu kemaslahatan
kaum muslimin dengan cara mereka selamat dari aqidah yang menyimpang, demikian
pula ibnu Taimiyah dan yang lainnya dari kalangan ulama salaf yang rela
menanggung beban pribadi demi tercapainya kemaslahatan umum.
Perhatikanlah
kisah Abu Dzar diatas ketika Rasulullah mengkhawatirkan keselamatan pribadinya,
dia justru malah tidak mempedulikannya demi memproklamasikan secara
terang-terangan keislamannya, yang dengan itu dia juga berani secara
terang-terangan dengan penuh kesiapan menanggung resiko demi menyampaikan
al-haq dan hasilnya saudara bahkan ibu dan sebagian kaumnya masuk islam. Andai
Abu Dzar terus bersembunyi dan tidak berani berdakwah kepada al-haq dengan
alasan takut akan keselamatannya maka pertolongan Allah pun lama disambutnya,
akan tetapi karena adanya perjuangan yang keras dan terbuka maka Allah pun
membalas perjuangannya dengan memberikan pertolongan kepadanya.
- Harus
menyampaikan al-haq dengan penuh kesabaran dan jangan terburu-buru.
2. Tidak Takut
Para Pencela Dalam Berdakwah.
Diantara akhlak
yang mulia adalah berani menyampaikan kebenaran dan tidak pengecut. Rasulullah
mengajarkan kita do'a:
اللهم أعوذ بك من الجبني
"Ya Allah
sesungguhnya aku berlindung kepadamu dari sifat pengecut."
Dakwah yang haq
ini harus diperjuangkan oleh para da'i yang tidak pengecut dan selalu mencari
titik aman. Bahkan al-haq itu akan selalu menang namun Allah menghendaki ada
yang membelanya. Allah Ta'ala berfirman:
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا هَلْ أَدُلُّكُمْ عَلَىٰ تِجَارَةٍ
تُنْجِيكُمْ مِنْ عَذَابٍ أَلِيمٍ. تُؤْمِنُونَ بِاللَّهِ وَرَسُولِهِ
وَتُجَاهِدُونَ فِي سَبِيلِ اللَّهِ بِأَمْوَالِكُمْ وَأَنْفُسِكُمْ ۚ ذَٰلِكُمْ
خَيْرٌ لَكُمْ إِنْ كُنْتُمْ تَعْلَمُونَ
"Hai
orang-orang yang beriman, sukakah kamu aku tunjukkan suatu perniagaan yang
dapat menyelamatkanmu dari azab yang pedih?. (yaitu) kamu beriman kepada Allah
dan Rasul-Nya dan berjihad di jalan Allah dengan harta dan jiwamu. Itulah yang
lebih baik bagimu, jika kamu mengetahui". (QS As-Shaf: 10-11)
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا إِنْ تَنْصُرُوا اللَّهَ
يَنْصُرْكُمْ وَيُثَبِّتْ أَقْدَامَكُمْ
"Hai
orang-orang mukmin, jika kamu menolong (agama) Allah, niscaya Dia akan
menolongmu dan meneguhkan kedudukanmu." (QS. Muhammad: 7)
Allah amat
mampu untuk menolong agamaNya, akan tetapi Allah memberikan pertolonganNya
bersamaan dengan adanya para da'i yang siap untuk berjuang di jalanNya. Bahkan
seorang nabi yang telah dipilih Allah untuk menjalankan amanah menyampaikan
risalah, membutuhkan para pembela padahal bisa saja Allah memenangkannya tanpa
ada pembela dari jenis manusia dan para malaikat, namun itulah hikmah dan
kebijaksanaan Allah. Allah Ta'ala berfirman:
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا كُونُوا أَنْصَارَ اللَّهِ كَمَا
قَالَ عِيسَى ابْنُ مَرْيَمَ لِلْحَوَارِيِّينَ مَنْ أَنْصَارِي إِلَى اللَّهِ ۖ
قَالَ الْحَوَارِيُّونَ نَحْنُ أَنْصَارُ اللَّهِ ۖ فَآمَنَتْ طَائِفَةٌ مِنْ بَنِي
إِسْرَائِيلَ وَكَفَرَتْ طَائِفَةٌ ۖ فَأَيَّدْنَا الَّذِينَ آمَنُوا عَلَىٰ
عَدُوِّهِمْ فَأَصْبَحُوا ظَاهِرِينَ
"Hai
orang-orang yang beriman, jadilah kamu penolong (agama) Allah sebagaimana Isa
ibnu Maryam telah berkata kepada pengikut-pengikutnya yang setia:
"Siapakah yang akan menjadi penolong-penolongku (untuk menegakkan agama)
Allah?" Pengikut-pengikut yang setia itu berkata: "Kamilah
penolong-penolong agama Allah", lalu segolongan dari Bani Israil beriman
dan segolongan lain kafir; maka Kami berikan kekuatan kepada orang-orang yang
beriman terhadap musuh-musuh mereka, lalu mereka menjadi orang-orang yang
menang." (QS. As-Shaf: 14)
Allah Ta'ala
berfirman:
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا مَنْ يَرْتَدَّ مِنْكُمْ عَنْ
دِينِهِ فَسَوْفَ يَأْتِي اللَّهُ بِقَوْمٍ يُحِبُّهُمْ وَيُحِبُّونَهُ أَذِلَّةٍ
عَلَى الْمُؤْمِنِينَ أَعِزَّةٍ عَلَى الْكَافِرِينَ يُجَاهِدُونَ فِي سَبِيلِ
اللَّهِ وَلَا يَخَافُونَ لَوْمَةَ لَائِمٍ ۚ ذَٰلِكَ فَضْلُ اللَّهِ يُؤْتِيهِ
مَنْ يَشَاءُ ۚ وَاللَّهُ وَاسِعٌ عَلِيمٌ
"Hai
orang-orang yang beriman, barangsiapa di antara kamu yang murtad dari agamanya,
maka kelak Allah akan mendatangkan suatu kaum yang Allah mencintai mereka dan
merekapun mencintai-Nya, yang bersikap lemah lembut terhadap orang yang mukmin,
yang bersikap keras terhadap orang-orang kafir, yang berjihad dijalan Allah,
dan yang tidak takut kepada celaan orang yang suka mencela. Itulah karunia
Allah, diberikan-Nya kepada siapa yang dikehendaki-Nya, dan Allah Maha Luas
(pemberian-Nya), lagi Maha Mengetahui." (QS. Al-Maaidah: 54)
Sebagai
penutup, perlu kita ketahui bahwa agama ini membutuhkan para pejuang yang
mempunyai keberanian dalam menyampaikan al-haq, tentu dengan tidak keluar dari
kaidah-kaidah ilmiyah yang telah dijelaskan oleh para ulama. Dan jika sekiranya
seseorang yang selalu menyendiri bersembunyi bahkan takut menampakan
keislamannya dan cara pandang dalam agama yang dia bermanhaj dengannya, maka
orang ini tidak akan mampu membawa dakwah ini untuk menerangi lingkungannya dan
dia hanya akan bisa menyelamatkan dirinya sendiri, tentu orang seperti ini
adalah termasuk selemah-lemahnya manusia dan dia kurang bermanfaat bagi
lingkungannya. Allah Ta'ala berfirman:
الَّذِينَ
يُبَلِّغُونَ رِسَالَاتِ اللَّهِ وَيَخْشَوْنَهُ وَلَا يَخْشَوْنَ أَحَدًا إِلَّا
اللَّهَ ۗ وَكَفَىٰ بِاللَّهِ حَسِيبًا
"(Yaitu)
orang-orang yang menyampaikan risalah-risalah Allah, mereka takut hanya
kepada-Nya dan mereka tidak merasa takut kepada seorang(pun) selain kepada
Allah. Dan cukuplah Allah sebagai Pembuat Perhitungan." (QS. Al-Ahzab: 39)
Demikianlah secercah
faedah yang dapat kami sampaikan dari kisah pribadi seorang sahabat yang
bermental kokoh dan berantusias dan menjalankan agama yang haq.
Semoga
bermanfaat,
Wallahu waliyut
taufiq
Al-Ustadz
Junaid Ibrahim Iha