Senin, 25 Februari 2019

"Siapa Guru dan Temanmu"


بسم لله للرحمن الرحيم
Teman bergaul sedikit banyak akan memberikan pengaruh ke dalam diri seseorang. Bahkan salah bergaul termasuk penyesalan terbesar di hari kiamat.
Allah azza wa jalla berfirman:
وَيَوْمَ يَعَضُّ الظَّالِمُ عَلَىٰ يَدَيْهِ يَقُولُ يَا لَيْتَنِي اتَّخَذْتُ مَعَ الرَّسُولِ سَبِيلًا، يَا وَيْلَتَى لَيْتَنِي لَمْ أَتَّخِذْ فُلَانًا خَلِيلًا، لَقَدْ أَضَلَّنِي عَنِ الذِّكْرِ بَعْدَ إِذْ جَاءَنِي وَكَانَ الشَّيْطَانُ لِلْإِنْسَانِ خَذُولًا
“Dan (ingatlah) pada hari (ketika) orang-orang zalim menggigit dua jarinya (menyesali perbuatannya), seraya berkata, “Wahai! Sekiranya (dulu) aku mengambil jalan bersama Rasul. Kecelakaan besarlah bagiku; kiranya aku (dulu) tidak menjadikan si fulan sebagai teman karibku. Sesungguhnya dia telah menyesatkan aku dari Al-Qur’an ketika Al-Qur’an itu telah datang kepadaku. Dan setan itu adalah penipu manusia." (QS. Al-Furqon: 27-29)

Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam juga bersabda:
الْمَرْءُ عَلَى دِينِ خَلِيلِهِ، فَلْيَنْظُرْ أَحَدُكُمْ مَنْ يُخَالِلْ
“Seseorang itu tergantung agama teman karibnya, maka hendaklah setiap kalian melihat siapa yang hendak ia jadikan teman karib.” (HR. Ahmad, Abu Daud dan At-Tirmidzi dari Abu Hurairah radhiyallahu’anhu, Al-Misykaah: 5019)

* NASIHAT DAN PERINGATAN ULAMA SALAF
Al-Imam Al-‘Ashma’i rahimahullah berkata:
لَمْ أَرَ بَيْتًا قَطُّ أَشْبَهَ بِالسُّنَّةِ مِنْ قَوْلِ عَدِيٍّ: عَنِ الْمَرْءِ لَا تَسْأَلْ وَأَبْصِرْ قَرِينَهُ … فَإِنَّ الْقَرِينَ بِالْمُقَارَنِ يَقْتَدِي
“Saya tidak pernah sama sekali melihat sebuah bait syair yang lebih sesuai dengan sunnah daripada ucapan ‘Adi (seorang penyair: Tentang seseorang janganlah engkau tanyakan, namun lihatlah teman bergaulnya, karena seorang teman akan mengikuti temannya.”(Al-Ibaanah Al-Kubro, no. 378)

Al-Imam Al-A’masy rahimahullah berkata:
كَانُوا لَا يَسْأَلُونَ عَنِ الرَّجُلِ , بَعْدَ ثَلَاثٍ: مَمْشَاهُ , وَمَدْخَلِهِ , وَأُلْفِهِ مِنَ النَّاسِ
“Dahulu generasi Salaf tidak lagi bertanya tentang seseorang setelah mengetahui tiga hal tentang dirinya: Teman berjalannya, teman bergaulnya dan teman dekatnya.” (Al-Ibaanah Al-Kubro, no. 419)
Al-Imam Al-Auza’i rahimahullah berkata:
مَنْ سَتَرَ عَنَّا بِدْعَتَهُ لَمْ تُخْفِ عَلَيْنَا أُلْفَتُهُ
“Siapa yang menyembunyikan bid’ahnya dari kami, maka tidak akan tersembunyi pertemanannya.” [Al-Ibaanah Al-Kubro, no. 420]
Al-Imam Yahya bin Sa’id Al-Qotthon rahimahullah berkata:
“Ketika Al-Imam Sufyan Ats-Tsauri datang ke Bashrah, maka beliau mulai memperhatikan perkara Ar-Robi’ bin Shubaih dan kedudukannya di tengah manusia, beliau pun bertanya: Apa mazhabnya? Mereka berkata: Tidak lain mazhabnya kecuali sunnah. Beliau berkata: Siapa kawan dekatnya? Mereka berkata: Para pengingkar takdir. Beliau berkata: Maka dia adalah pengikut qodariyyah (golongan pengingkar takdir).” (Al-Ibaanah Al-Kubro, no. 421)
Maka perhatikanlah bagaimana imam ahlus sunnah membuat penilaian, mereka tidak melihat bagaimana dengan puasa atau sholat seseorang namun mereka sangat memperhatikan siapa temannya.
Al-Imam Al-‘Ashma’i rahimahullah berkata:
"Aku pernah mendengar sebagian fuqoho Madinah berkata: 'Apabila hati telah dekat dalam penisbatan, maka badan akan menyatu dalam pertemanan.' Ibnu Baththoh rahimahullah mengomentari: Ucapan ini telah dijelaskan dalam sunnah.” (Al-Ibaanah Al-Kubro, no. 422).

Oleh : Al-Ustadz Junaid Ibrahim Iha

-Wallahu waliyut Taufiq-




Rabu, 20 Februari 2019

"Kisah Teladan"


بسم الله الرحمن الرحيم
Untuk membuktikan rasa penasarannya terhadap agama yang ketika itu asing dan baru saja dibawa oleh Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam, seorang lelaki pemberani dan mempunyai kepribadian yang tinggi yang berasal dari suku Ghifar, bernama Abu Dzar Al-Ghifari datang ke kota Makkah dan bermalam beberapa malam di ka'bah tanpa membawa perbekalan sehingga mengharapkan minum dari air zamzam, karena itulah Rasulullah bersabda kepadanya:
إنها مباركة و إنها طعام طعم و شفاء سقم
"Sesungguhnya air zamzam itu membawa berkah dan makanan bagi orang yang lapar serta obat bagi penyakit." (HR. Muslim dan al-Bazzar)
Setelah berlalu kurang lebih dua puluh tujuh hari, Abu Dzar bertemu dengan Ali bin Abi Tholib dan diajaknya untuk bermalam di rumah Ali radhiyallahu 'anhu. Dua malam berlalu Abu Dzar bermalam bersama Ali di kediamannya maka pada malam yang ketiga terjadi pembicaraan diantara mereka tentang maksud dan tujuan kedatangan Abu Dzar ke kota makkah, hasil dari pembicaraan mereka, maka pada siang harinya Ali mengantarkan sahabat Abu Dzar untuk bertemu Rasulullah shallĺallahu 'alaihi wa sallam. Ali radhiyallahu 'anhu berkata: "Besok pagi kita akan berangkat diam-diam, jika aku melihat sesuatu yang membahayakanmu maka aku akan berhenti ke tembok dan pura-pura memperbaiki sandalku. Bila aku meneruskan jalanku maka ikutilah aku sampai kita tiba disuatu tempat, jika aku memasukinya maka masuklah mengikutiku."
Pada keesokan harinya mereka berangkat menemui Rasulullah dan ketika sampai ditempat Rasulullah maka Ali pun masuk kemudian disusul oleh Abu Dzar. Abu Dzar masuk sambil mengucapkan salam kepada Rasulullah
السلام عليكم يا رسول الله
Rasulullah pun menjawabnya :
و عليك سلام الله و رحمته و بركاته
Dengan demikian dalam sejarah islam orang yang pertama kali mengucapkan salam kepada Rasulullah dengan salam penghormatan adalah Abu Dzar Al-Ghifari.
Rasulullah mulai berbicara tentang islam dan menawarkan islam kepadanya, dan akhirnya Abu Dzar pun masuk islam.
Abu Dzar berkata: "Aku tinggal di Makkah dan Rasulullah mengajarkan kepadaku tentang islam dan beliau membacakan ayat-ayat al-qur'an kepadaku dan beliau berpesan: "Jangan sampaikan kepada seorangpun dari penduduk Makkah tentang keislamanmu, karena aku khawatir mereka akan membunuhmu", akupun berkata: "Demi Allah yang jiwaku berada di Tangan-Nya aku tidak akan tinggalkan Makkah sampai aku mendatangi masjidil dan meneriakkan kalimat yang haq ditengah-tengah kaum Quraisy."
Hal ini pun dilakukan oleh Abu Dzar, dan ketika beliau memproklamasikan keislamannya ditengah kaum Quraisy maka seketika itu juga mereka berteriak Tangkaapp...! Dan akhirnya ia ditangkap dan dipukuli babak belur bahkan hendak dibunuh. Pada saat akan dibunuh maka datanglah Abbas bin Abdul Muthalib untuk melindungi Abu Dzar serta berseru: "Celakalah kalian ! Kalian akan membunuh orang dari bani Ghifar sedang kafilah dagang kalian sering melintasi wilayahnya? Sehingga Allah menolongnya melalui Al-Abbas.
Kemudian Abu Dzar pulang ke kampungnya dan menampakkan keislamannya, sehingga tidak lama kemudian saudaranya Unais ikut masuk islam dan kemudian disusul oleh ibunya. Abu Dzar terus berdakwah di kampungnya dengan berbagai tantangan dan pengorbanan.
Sahabat Abu Dzar adalah sahabat yang Rasulullah pernah menyampaikan beberapa wasiat kepadanya, diantara wasiat tersebut adalah:
و أن أتكلم بمر الحق، ولا تأخذني في الله لومة لائم
Agar aku berbicara dengan al-haq walaupun pahit, dan agar aku tidak takut celaan orang yang suka mencela (dalam menyampaikan dakwah yang haq). "

> Pelajaran:
Wasiat yang disampaikan Rasulullah ini adalah wasiat yang sangat ringkas dan ringan dalam ucapan namun mempunyai makna yang sangat luas. Diantaranya:
1. Tegar Dalam Menyampaikan al-haq Walaupun Pahit Rasanya.
Pahitnya al-haq jangan sampai menyebabkan kita terhalang dari menyampaikannya, Allah Ta'ala berfirman:
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا كُونُوا قَوَّامِينَ بِالْقِسْطِ شُهَدَاءَ لِلَّهِ وَلَوْ عَلَىٰ أَنْفُسِكُمْ أَوِ الْوَالِدَيْنِ وَالْأَقْرَبِينَ ۚ إِنْ يَكُنْ غَنِيًّا أَوْ فَقِيرًا فَاللَّهُ أَوْلَىٰ بِهِمَا ۖ فَلَا تَتَّبِعُوا الْهَوَىٰ أَنْ تَعْدِلُوا ۚ وَإِنْ تَلْوُوا أَوْ تُعْرِضُوا فَإِنَّ اللَّهَ كَانَ بِمَا تَعْمَلُونَ خَبِيرًا
"Wahai orang-orang yang beriman, jadilah kamu orang yang benar-benar penegak keadilan, menjadi saksi karena Allah biarpun terhadap dirimu sendiri atau ibu bapak dan kaum kerabatmu. Jika ia kaya ataupun miskin, maka Allah lebih tahu kemaslahatannya. Maka janganlah kamu mengikuti hawa nafsu karena ingin menyimpang dari kebenaran. Dan jika kamu memutar balikkan (kata-kata) atau enggan menjadi saksi, maka sesungguhnya Allah adalah Maha Mengetahui segala apa yang kamu kerjakan." (QS. An-Nisa: 135)
Bahkan mengatakan kalimat yang haq adalah termasuk jihad dan amalan yang tinggi kedudukannya. Rasulullah Shallahu 'alaihi wa Sallam bersabda:
أفضل الجهاد كلمة حق عند سلطان جائر
"Seutama-utama jihad adalah mengatakan kalimat yang haq kepada penguasa yang zholim." (HR. Ahmad, Ibnu Majah dan yang lainnya)
Catatan:
- Mengatakan kalimat yang benar kepada penguasa, bukan berarti mencaci penguasa atau memprovokasi masyarakat untuk bangkit emosinya dan menginjak-injak kehormatan penguasa.
- Jika ditanyakan apakah boleh menasihati penguasa lewat sarana umum ? Maka jawabannya, dalam hal ini para ulama berselisih pendapat. Mayoritas para ulama melarangnya, mereka berdalil dengan hadits berikut:
من أراد أن ينصح لذي سلطان فلا يبده علانية و لكن يأخذ بيده فيخلو به فإن قبل منه فذاك و إلا كان قد أدى الذى عليه
"Barang siapa yang hendak menasihati penguasa maka janganlah dia tampakkan terang-terangan akan tetapi hendaklah dia memegang tangannya dan menyendiri dengannya, jika penguasa itu menerima nasihatnya maka itulah yang diinginkan namun jika tidak maka dia telah menunaikan amanah." (HR Ahmad, al-Hakim, ibnu Abi 'Ashim dan yang lainnya)
Adapun sebagian ulama berpandangan bahwa selama nasihat itu bukan dalam bentuk mencaci pemerintah dan juga bukan untuk membangkitkan emosi masyarakat untuk memberontak atau yang semisal maka dibolehkan. Hal ini karena mereka menilai hadits yang menjadi sandaran bagi kelompok yang pertama diatas adalah hadits yang lemah." (lihat fatwa syaekh Muqbil rahimahullah dalam Tuhfatul Mujid).
- Menyampaikan kebenaran tersebut dengan ikhlas, semata untuk membela al-haq dan mencintai agar al-haq itu nampak serta diamalkan oleh seluruh lapisan masyarakat.
- Menyampaikan al-haq itu harus dengan ilmu. Allah Ta'ala berfirman:
قُلْ هَٰذِهِ سَبِيلِي أَدْعُو إِلَى اللَّهِ ۚ عَلَىٰ بَصِيرَةٍ أَنَا وَمَنِ اتَّبَعَنِي ۖ وَسُبْحَانَ اللَّهِ وَمَا أَنَا مِنَ الْمُشْرِكِينَ
Katakanlah: "Inilah jalan (agama)ku, aku dan orang-orang yang mengikutiku mengajak (kamu) kepada Allah dengan hujjah yang nyata, Maha Suci Allah, dan aku tiada termasuk orang-orang yang musyrik."(QS. Yusuf: 108)
- Menyampaikan al-haq harus mempertimangkan maslahat dan mafsadat. Hal ini berdasarkan kaidah:
الضرر لا يزال بالضرر
"Kemudhoratan tidak boleh dihilangkan dengan kemudhoratan."
Meski demikian dalam kondisi tertentu jika seseorang sanggup menanggung beban/mudhorat yang bersifat pribadi demi tercapai kemaslahatan yang bersifat umum maka ini bisa menjadi lebih afdhol. Sebagai contoh imam Ahmad rahimahullah harus menanggung beban dipenjara dan dicambuk demi tercapai kemaslahatan umum yaitu kemaslahatan kaum muslimin dengan cara mereka selamat dari aqidah yang menyimpang, demikian pula ibnu Taimiyah dan yang lainnya dari kalangan ulama salaf yang rela menanggung beban pribadi demi tercapainya kemaslahatan umum.
Perhatikanlah kisah Abu Dzar diatas ketika Rasulullah mengkhawatirkan keselamatan pribadinya, dia justru malah tidak mempedulikannya demi memproklamasikan secara terang-terangan keislamannya, yang dengan itu dia juga berani secara terang-terangan dengan penuh kesiapan menanggung resiko demi menyampaikan al-haq dan hasilnya saudara bahkan ibu dan sebagian kaumnya masuk islam. Andai Abu Dzar terus bersembunyi dan tidak berani berdakwah kepada al-haq dengan alasan takut akan keselamatannya maka pertolongan Allah pun lama disambutnya, akan tetapi karena adanya perjuangan yang keras dan terbuka maka Allah pun membalas perjuangannya dengan memberikan pertolongan kepadanya.
- Harus menyampaikan al-haq dengan penuh kesabaran dan jangan terburu-buru.
2. Tidak Takut Para Pencela Dalam Berdakwah.
Diantara akhlak yang mulia adalah berani menyampaikan kebenaran dan tidak pengecut. Rasulullah mengajarkan kita do'a:
اللهم أعوذ بك من الجبني
"Ya Allah sesungguhnya aku berlindung kepadamu dari sifat pengecut."
Dakwah yang haq ini harus diperjuangkan oleh para da'i yang tidak pengecut dan selalu mencari titik aman. Bahkan al-haq itu akan selalu menang namun Allah menghendaki ada yang membelanya. Allah Ta'ala berfirman:
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا هَلْ أَدُلُّكُمْ عَلَىٰ تِجَارَةٍ تُنْجِيكُمْ مِنْ عَذَابٍ أَلِيمٍ. تُؤْمِنُونَ بِاللَّهِ وَرَسُولِهِ وَتُجَاهِدُونَ فِي سَبِيلِ اللَّهِ بِأَمْوَالِكُمْ وَأَنْفُسِكُمْ ۚ ذَٰلِكُمْ خَيْرٌ لَكُمْ إِنْ كُنْتُمْ تَعْلَمُونَ
"Hai orang-orang yang beriman, sukakah kamu aku tunjukkan suatu perniagaan yang dapat menyelamatkanmu dari azab yang pedih?. (yaitu) kamu beriman kepada Allah dan Rasul-Nya dan berjihad di jalan Allah dengan harta dan jiwamu. Itulah yang lebih baik bagimu, jika kamu mengetahui". (QS As-Shaf: 10-11)
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا إِنْ تَنْصُرُوا اللَّهَ يَنْصُرْكُمْ وَيُثَبِّتْ أَقْدَامَكُمْ
"Hai orang-orang mukmin, jika kamu menolong (agama) Allah, niscaya Dia akan menolongmu dan meneguhkan kedudukanmu." (QS. Muhammad: 7)
Allah amat mampu untuk menolong agamaNya, akan tetapi Allah memberikan pertolonganNya bersamaan dengan adanya para da'i yang siap untuk berjuang di jalanNya. Bahkan seorang nabi yang telah dipilih Allah untuk menjalankan amanah menyampaikan risalah, membutuhkan para pembela padahal bisa saja Allah memenangkannya tanpa ada pembela dari jenis manusia dan para malaikat, namun itulah hikmah dan kebijaksanaan Allah. Allah Ta'ala berfirman:
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا كُونُوا أَنْصَارَ اللَّهِ كَمَا قَالَ عِيسَى ابْنُ مَرْيَمَ لِلْحَوَارِيِّينَ مَنْ أَنْصَارِي إِلَى اللَّهِ ۖ قَالَ الْحَوَارِيُّونَ نَحْنُ أَنْصَارُ اللَّهِ ۖ فَآمَنَتْ طَائِفَةٌ مِنْ بَنِي إِسْرَائِيلَ وَكَفَرَتْ طَائِفَةٌ ۖ فَأَيَّدْنَا الَّذِينَ آمَنُوا عَلَىٰ عَدُوِّهِمْ فَأَصْبَحُوا ظَاهِرِينَ
"Hai orang-orang yang beriman, jadilah kamu penolong (agama) Allah sebagaimana Isa ibnu Maryam telah berkata kepada pengikut-pengikutnya yang setia: "Siapakah yang akan menjadi penolong-penolongku (untuk menegakkan agama) Allah?" Pengikut-pengikut yang setia itu berkata: "Kamilah penolong-penolong agama Allah", lalu segolongan dari Bani Israil beriman dan segolongan lain kafir; maka Kami berikan kekuatan kepada orang-orang yang beriman terhadap musuh-musuh mereka, lalu mereka menjadi orang-orang yang menang." (QS. As-Shaf: 14)
Allah Ta'ala berfirman:
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا مَنْ يَرْتَدَّ مِنْكُمْ عَنْ دِينِهِ فَسَوْفَ يَأْتِي اللَّهُ بِقَوْمٍ يُحِبُّهُمْ وَيُحِبُّونَهُ أَذِلَّةٍ عَلَى الْمُؤْمِنِينَ أَعِزَّةٍ عَلَى الْكَافِرِينَ يُجَاهِدُونَ فِي سَبِيلِ اللَّهِ وَلَا يَخَافُونَ لَوْمَةَ لَائِمٍ ۚ ذَٰلِكَ فَضْلُ اللَّهِ يُؤْتِيهِ مَنْ يَشَاءُ ۚ وَاللَّهُ وَاسِعٌ عَلِيمٌ
"Hai orang-orang yang beriman, barangsiapa di antara kamu yang murtad dari agamanya, maka kelak Allah akan mendatangkan suatu kaum yang Allah mencintai mereka dan merekapun mencintai-Nya, yang bersikap lemah lembut terhadap orang yang mukmin, yang bersikap keras terhadap orang-orang kafir, yang berjihad dijalan Allah, dan yang tidak takut kepada celaan orang yang suka mencela. Itulah karunia Allah, diberikan-Nya kepada siapa yang dikehendaki-Nya, dan Allah Maha Luas (pemberian-Nya), lagi Maha Mengetahui." (QS. Al-Maaidah: 54)
Sebagai penutup, perlu kita ketahui bahwa agama ini membutuhkan para pejuang yang mempunyai keberanian dalam menyampaikan al-haq, tentu dengan tidak keluar dari kaidah-kaidah ilmiyah yang telah dijelaskan oleh para ulama. Dan jika sekiranya seseorang yang selalu menyendiri bersembunyi bahkan takut menampakan keislamannya dan cara pandang dalam agama yang dia bermanhaj dengannya, maka orang ini tidak akan mampu membawa dakwah ini untuk menerangi lingkungannya dan dia hanya akan bisa menyelamatkan dirinya sendiri, tentu orang seperti ini adalah termasuk selemah-lemahnya manusia dan dia kurang bermanfaat bagi lingkungannya. Allah Ta'ala berfirman:
الَّذِينَ يُبَلِّغُونَ رِسَالَاتِ اللَّهِ وَيَخْشَوْنَهُ وَلَا يَخْشَوْنَ أَحَدًا إِلَّا اللَّهَ ۗ وَكَفَىٰ بِاللَّهِ حَسِيبًا
"(Yaitu) orang-orang yang menyampaikan risalah-risalah Allah, mereka takut hanya kepada-Nya dan mereka tidak merasa takut kepada seorang(pun) selain kepada Allah. Dan cukuplah Allah sebagai Pembuat Perhitungan." (QS. Al-Ahzab: 39)
Demikianlah secercah faedah yang dapat kami sampaikan dari kisah pribadi seorang sahabat yang bermental kokoh dan berantusias dan menjalankan agama yang haq.

Semoga bermanfaat,
Wallahu waliyut taufiq

Al-Ustadz Junaid Ibrahim Iha






Sabtu, 16 Februari 2019

''Pintu Syaithon"



بسم الله الرحمن الرحيم
Allah Ta'ala mencela kaum yang tidak bisa mengambil faedah dari anggota badannya.
- Allah Ta'ala berfirman:
وَلَقَدْ ذَرَأْنَا لِجَهَنَّمَ كَثِيرًا مِنَ الْجِنِّ وَالْإِنْسِ ۖ لَهُمْ قُلُوبٌ لَا يَفْقَهُونَ بِهَا وَلَهُمْ أَعْيُنٌ لَا يُبْصِرُونَ بِهَا وَلَهُمْ آذَانٌ لَا يَسْمَعُونَ بِهَا ۚ أُولَٰئِكَ كَالْأَنْعَامِ بَلْ هُمْ أَضَلُّ ۚ أُولَٰئِكَ هُمُ الْغَافِلُونَ
"Dan sesungguhnya kami telah jadikan isi jahannam kebanyakan dari jin dan manusia, mereka mempunyai hati tapi tidak memahami dengannya. Mereka mempunyai penglihatan tapi tidak melihat dengannya. Mereka mempunyai telinga tapi tidak mendengar dengannya. Mereka itu seperti binatang ternak, bahkan lebih sesat. Merekalah orang-orang yang lalai." (QS. Al-A'raf : 179)
Hendaklah seorang muslim mengawasi dan mewaspadai serta menjaga anggota badannya jangan sampai terjerumus ke dalam hal yang menjadikan Allah murka. Hendaklah ia menjaga dan mewaspadai hatinya dari penyakit-penyakit yang dapat menjangkitinya. Ia juga mesti menyadari bahwa amalan shalih akan terasa berat sesuai dengan keadaan hatinya dalam mengagungkan Allah Ta'ala. Hendaklah ia bertaqwa kepada Allah dengan lisannya. Ia tidak menggunakan lisannya kecuali untuk perkara yang baik.
- Rasulullah bersabda:
من كان يُؤْمِنُ بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ الْآخِرِ فَلَا يُؤْذِ جَارَهُ وَمَنْ كَان يُؤْمِنُ بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ الْآخِرِ فَلْيُكْرِمْ ضَيْفَهُ وَمَنْ كَانَ يُؤْمِنُ بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ الْآخِرِ فَلْيَقُلْ خَيْرًا أَوْ لِيَصْمُتْ
"Barangsiapa beriman kepada Allah dan hari Akhir, janganlah ia mengganggu tetangganya, barangsiapa beriman kepada Allah dan hari Akhir hendaknya ia memuliakan tamunya dan barangsiapa beriman kepada Allah dan hari Akhir hendaknya ia berkata baik atau diam." (HR Bukhari)
- Allah Ta'ala berfirman :
مَا يَلْفِظُ مِنْ قَوْلٍ إِلَّا لَدَيْهِ رَقِيبٌ عَتِيدٌ
"Tidaklah ia mengucapkan satu kata, melainkan disisinya ada malaikat yang mengawasi dan mencatat ucapannya."(Qs. Qaf : 18)


Demikian pula pendengarannya, maka hendaklah ia mengarahkannya pada hal-hal yang bermanfaat baginya di dunia maupun di akhirat.
- Allah Ta'ala berfirman :
وَلَا تَقْفُ مَا لَيْسَ لَكَ بِهِ عِلْمٌ ۚ إِنَّ السَّمْعَ وَالْبَصَرَ وَالْفُؤَادَ كُلُّ أُولَٰئِكَ كَانَ عَنْهُ مَسْئُولًا
"Sungguh pendengaran, penglihatan, dan hati semuanya itu akan ditanya." (QS. Al-Isra' : 36) Adapun penglihatan, maka hendaklah ia menjaga dan menghindarkannya dari melihat hal-hal yang haram.
- Sebagian orang shalih berkata :
"Betapa banyak pandangan yang menggelincirkan ke dalam jurang. Betapa banyak pandangan yang memasukan ke neraka. Betapa banyak tatapan mata yang berujung pada penyesalan di hari kiamat."
Dikarenakan hati, lisan, penglihatan, dan pendengaran adalah nikmat Allah yang besar kedudukannya pada tubuh manusia sehingga dia harus dijaga dan diarahkan untuk hal-hal yang bermanfaat, demikian itu merupakan salah satu bentuk mensyukuri nikmat Allah Ta'ala, karena nikmat jika tidak disyukuri maka akan berubah menjadi penghantar malapetaka.
Seorang muslim hendaklah memahami bahwa sesungguhnya syaithon masuk ke dalam diri setiap manusia dari arah terlemah yang ia miliki.
Demikian pula seorang muslim harus menyadari bahwa hati, penglihatan, lisan dan pendengarannya adalah pintu masuk syaithon, oleh karena itu sudah selayaknya bagi seorang muslim untuk tidak terus-menerus melakukan hal-hal yang dapat mendatangkan keridho'an syaithon dengan anggota tubuhnya tersebut.
Ketahuilah ! Diantara pintu yang paling mudah dimasuki syaithon adalah hati, dan diantara senjata yang dengannya membuat syaithon mampu menguasai hati adalah :
1. Amarah,
2. Syahwat,
3. Dengki,
4. Tamak,
5. Tergesa-gesah,
6. Bakhil, dan
7. Buruk sangka
Rincian pembahasan tentang masing-masingnya akan kami sampaikan pada kesempatan yang lain insyaallah, adapun pada kesempatan ini kami hanya menyebutkan cara untuk menangkal senjata syaithon tersebut.

Senjata syaithon itu dapat diatasi dengan dua cara, yaitu :
1. Membersihkan hati dari sifat-sifat tercela tersebut. Cukuplah seorang muslim menyadari bahwa semua itu tidak diridhoi Allah Ta'ala, dan berusaha untuk mengatasinya dengan mempelajari Al-Qur'an dan Sunnah dan mengamalkannya dalam kehidupannya.
2. Memakmurkan hati dengan ketaqwaan kepada Allah Ta'ala.
- Allah Ta'ala berfirman
إِنَّ الَّذِينَ اتَّقَوْا إِذَا مَسَّهُمْ طَائِفٌ مِنَ الشَّيْطَانِ تَذَكَّرُوا فَإِذَا هُمْ مُبْصِرُون
"Sungguh orang-orang yang bertaqwa itu apabila ditimpa waswas dari syaithon, mereka ingat kepada Allah, maka ketika itu juga mereka melihat kesalahan-kesalahannya."(QS. Al-A'raf : 201)
Ketahuilah ! Di dalam hati manusia ada dua bisikan, bisikan dari malaikat yang mendorong kepada kebaikan dan membenarkan kebenaran dan bisikan dari syaithon yang mendorong kepada keburukan, mendustakan kebenaran, dan menghalangi dari kebaikan.
- Imam Hasan Al-Bashri rahimahullah berkata :
"Keduanya adalah keinginan yang senantiasa berjalan dalam hati. Keinginan yang berasal dari Allah dan dari Syaithon."(Dinukil dari Silsilatul Mar'ah Ash-Sholihah)

Demikianlah yang dapat kami sampaikan pada kajian ini, semoga bermanfaat.

Wallahu waliyut taufiq
-al Ustadz Junaid Ibrahim Iha hafizhahullah-




Kamis, 14 Februari 2019

"Mengumpulkan Faedah Yang Tercecer"


Ketahuilah bahwa dalam berbuat baik, seseorang tidak selamanya dengan memberi sesuatu secara langsung, akan tetapi dapat dilakukan dengan memberi kemudahan bagi orang yang berhutang. Berikut kami nukilkan beberapa hadits terkait:
Dari Syaddad bin Aus radhiyallahu 'anhu, ia berkata: Aku pernah mendengar Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda:
من أنظر معسرا أو تصدق عليه ، أظله الله في ظله يوم القيامة
"Barang siapa memberi tempo kepada orang yang dalam kesulitan, atau bersedekah kepadanya, maka Allah akan menaunginya di bawah naunganNya pada hari kiamat." (HR. At-Thabrani, Al-Mu'jam Al-Ausath. Hasan lighairihi).
As'ad bin Zurarah radhiyallahu 'anhu berkata, Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda:
من سره أن يظله الله في ظله يوم لا ظل إلا ظله ، فلييسر على معسر أو ليضع عنه
"Barang siapa yang ingin agar Allah menaunginya dengan naunganNya pada hari yang tidak ada naungan kecuali naunganNya, maka hendaklah ia memudahkan orang yang dalam kesulitan atau menghapus/menganggap lunas (hutang) nya." (HR. Ath-Thabrani, Al-Mu'jam Al-Kabir. Shohih lighairihi.
Abu Qatadah radhiyallahu 'anhu berkata, aku mendengar Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda:
من نفس عن غريمه أو محا عنه ، كان في ظل العرش يوم القيامة
"Barang siapa yang memudahkan orang yang berhutang kepadanya atau menghapusnya, maka dia di bawah naungan Arsy pada hari kiamat." (HR. Al-Baghawi, Syarhus Sunnah. Shohih)
 Anjuran berinfaq dan ancaman dari sifat bakhil.
Abu Hurairah radhiyallahu 'anhu berkata, Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda:
مَا مِنْ يَوْمٍ يُصْبِحُ الْعِبَادُ فِيهِ إِلَّا مَلَكَانِ يَنْزِلَانِ فَيَقُولُ أَحَدُهُمَا اللَّهُمَّ أَعْطِ مُنْفِقًا خَلَفًا وَيَقُولُ الْآخَرُ اللَّهُمَّ أَعْطِ مُمْسِكًا تَلَفًا
"Tidaklah seorang hamba memasuki waktu pagi melainkan ada dua malaikat yang turun dan salah satunya berdoa 'Ya Allah berilah pengganti (yang lebih baik) kepada orang yang berinfaq.' Dan yang lainnya berdoa 'Ya Allah berikanlah kerusakan kepada orang yang kikir'." (HR. Bukhari dan Muslim)
Abu Umamah radhiyallahu 'anhu berkata, Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa Sallam bersabda:
يَا ابْنَ آدَمَ إِنَّكَ أَنْ تَبْذُلَ الْفَضْلَ خَيْرٌ لَكَ وَأَنْ تُمْسِكَهُ شَرٌّ لَكَ وَلَا تُلَامُ عَلَى كَفَافٍ وَابْدَأْ بِمَنْ تَعُولُ وَالْيَدُ الْعُلْيَا خَيْرٌ مِنْ الْيَدِ السُّفْلَى
"Wahai anak Adam! Sesungguhnya jika kamu menyedekahkan kelebihan hartamu, itu lebih baik bagimu daripada kamu simpan, karena hal itu akan lebih berbahaya bagimu. Dan kamu tidak akan dicela jika menyimpan sekedar untuk keperluan. Dahulukanlah memberi nafkah kepada orang yang menjadi tanggunganmu. Tangan yang di atas adalah lebih baik, daripada tangan yang di bawah." (HR. Muslim)
Saudaraku ! Dunia dan seisinya adalah tidak lebih dari permainan dan senda gurau, andai ia lebih berharga dari satu sayap nyamuk saja niscaya Allah tidak akan memberikannya kepada orang-orang kafir.
Lalu mengapakah engkau begitu antusias, bahkan nampak seperti seorang yang kehilangan akalnya ketika engkau telat sedikit saja dari kesempatan untuk meraihnya? Sementara engkau sama sekali tidak merasakan penyesal tatkala kewajiban kepada Allah yang telah menciptakan dan memberimu makan, engkau lalaikan atau bahkan engkau terjatuh dalam berbagai pelanggaran syari'at, bagimu biasa-biasa saja.
Hilang darimu faedah-faedah ilmiah dari ayat-ayat al-Qur'an dan hadits-hadits Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa Sallam, karena ketidakhadiranmu dalam majelis warisan Nabi, dan semua itu biasa bagimu tanpa ada perasaan rugi ataupun penyesalan.
Saudaraku ! Mengertikah engkau jikalau yang hilang itu adalah warisan nabi yang nilainya sudah pasti lebih dari 10 atau 20 juta dolar?
Saudaraku ! Pernahkah engkau membayangkan atau mungkin pernah mengalami, bagaimana ketika engkau kehilangan 1 atau 2 juta rupiah ?
Saudaraku ! bandingkanlah keadaanmu ketika hilangnya dua hal tersebut darimu? Apakah ada reaksi yang berbeda ketika kehilangan rupiah dan kehilangan warisan nabi ? Jika engkau mempunyai reaksi yang besar ketika kehilangan rupiah dan bersikap biasa saja ketika kehilangan warisan para nabi, maka patut kiranya dirimu diperiksa, saya khawatir jikalau jiwamu sedang didera sebuah penyakit namun engkau tidak merasakannya.
Allah Ta'ala berfirman:
وَاللَّهُ يَدْعُو إِلَىٰ دَارِ السَّلَامِ وَيَهْدِي مَنْ يَشَاءُ إِلَىٰ صِرَاطٍ مُسْتَقِيمٍ
"Allah menyeru (manusia) ke Darussalam (jannah), dan menunjuki orang yang dikehendakinya kepada jalan yang lurus." (QS. Yunus: 25)

Tersebut dalam hadits, Rasulullah Shallahu 'alaihi wa sallam sering membaca do'a:
اللهم لا عيش إلا عيش الآخرة
"Ya Allah tidak ada hakikat kehidupan yang sebenarnya kecuali kehidupan akhirat." (Muttafaqun 'alaih)
Saudaraku ! Ketahuilah kehidupan dunia ini tidak lain kecuali kesenangan yang palsu. Beruntunglah engkau yang telah melahirkan generasi, kemudian mereka tumbuh dalam ketaatan bersama majelis ilmu, dan celakalah engkau yang melupakan kewajibanmu untuk mengarahkan generasimu untuk keselamatan agama mereka karena kelak engkau akan disiksa akan hal tersebut, dan tentu yang lebih berbahaya lagi ketika engkau menjadi penghalang bagi generasimu dari mempelajari ilmu agama bahkan engkau lebih cenderung mengarahkan mereka kepada kemaksiatan dengan engkau membayar mahal menyekolahkan mereka di sekolah-sekolah umum yang padanya mereka bercampurbaur antara lelaki dan wanita tanpa ada batasan, bahkan anak wanitamu keluar rumah dengan teman lelakinya pergi kemana dan entah kemana, engkau malah biasa saja dan menganggapnya sebagai hal yang realistis karena itulah pendidikan mereka yang sedang menuntun ke arah tersebut. Sementara jika anakmu hadiri pengajian, atau berkomitmen dengan hijabnya dan bahkan tidak mau keluar rumah bahkan enggan berboncengan dengan lelaki asing karena ia paham tentang aturan agama yang diajarkan oleh nabinya, justru engkau malah merasa risih, menghalangi, bahkan serba curiga serta kerap kali terucap dari lisanmu, "Nak... pakai jilbab yang biasa aja nak.., jangan terlalu pergi ngaji nak.." dan seabrek untaian kata yang terlihat indah namun membunuh kebahagiaanmu di akhirat.
Rasulullah Shallahu 'alaihi wa Sallam bersabda:
كُلُّكُمْ رَاعٍ وَكُلُّكُمْ مَسْئُولٌ عَنْ رَعِيَّتِهِ
"Setiap kalian semua adalah pemimpin dan setiap kalian akan ditanya tentang kepemimpinannya." (HR. Bukhari)
Diantara Sifat Manusia adalah mencintai Harta dunia dengan kecintaan yang sangat.
Berikut ini beberapa nash yang kami nukilkan:
Allah Ta'ala berfirman:
إِنَّمَا أَمْوَالُكُمْ وَأَوْلَادُكُمْ فِتْنَةٌ ۚ وَاللَّهُ عِنْدَهُ أَجْرٌ عَظِيمٌ
"Sesungguhnya harta dan anak-anak kalian hanyalah fitnah(cobaan), dan di sisi Allah-lah pahala yang besar." (QS. At-Taghabun: 15)


Allah Ta'ala berfirman:
إِنَّ الْإِنْسَانَ خُلِقَ هَلُوعًا . إِذَا مَسَّهُ الشَّرُّ جَزُوعًا . وَإِذَا مَسَّهُ الْخَيْرُ مَنُوعًا
"Sesungguhnya manusia diciptakan dalam keadaan berkeluh kesah lagi kikir. Apabila ditimpa kesusahan dia berkeluh kesah, dan apabila mendapat kebaikan dia kikir." (QS. Al-Ma'arij: 19 - 21)
Saudaraku ! Jika sekiranya ada kekhawatiran pada dirimu ketika anak-anakmu belajar agama. Engkau takut akan kebutuhan dunia mereka tidak terpenuhi dan yang lainnya dari kerisauan duniawi, maka ketahuilah engkau telah melakukan dua kesalahan besar, yaitu:
* Engkau telah berprasangka buruk kepada Allah. Seolah orang yang mendekatkan dirinya kepada Allah Ta'ala, dia akan ditelantarkan.
* Engkau tidak percaya akan keesaan Allah dalam RububiahNya. Bukankah Allah telah berjanji dalam Al-Qur'an bahwa orang yang bertakwa kepadaNya akan keluarkan dari problema kehidupannya dan diberikan rizki dari tempat yang tidak diduga?
* Mungkin kesalahan terbesarmu adalah engkau lupa bahwa menuntut ilmu adalah sarana untuk menjadi taqwa, karena seseorang tidak dapat beribadah kepada Allah melainkan ia butuh sebuah informasi tentang jenis amalan atau jenis dosa yang akan dia tinggalkan, dan inilah yang dikatakan dengan istilah "dia harus berilmu".
Sebagai penutup, hendaklah kita merenungi dengan baik firman Allah Ta'ala:
مَنْ كَانَ يُرِيدُ الْحَيَاةَ الدُّنْيَا وَزِينَتَهَا نُوَفِّ إِلَيْهِمْ أَعْمَالَهُمْ فِيهَا وَهُمْ فِيهَا لَا يُبْخَسُونَ * أُولَٰئِكَ الَّذِينَ لَيْسَ لَهُمْ فِي الْآخِرَةِ إِلَّا النَّارُ ۖ وَحَبِطَ مَا صَنَعُوا فِيهَا وَبَاطِلٌ مَا كَانُوا يَعْمَلُونَ
"Barangsiapa yang menghendaki kehidupan dunia dan perhiasannya, niscaya Kami berikan kepada mereka balasan pekerjaan mereka di dunia dengan sempurna dan mereka di dunia itu tidak akan di rugikan. Itulah orang-orang yang tidak mendapatkan di akhirat kecuali neraka dan lenyaplah di akhirat itu apa yang telah mereka usahakan di dunia dan sia-sialah apa yang telah mereka kerjakan." (QS. Hud: 15 - 16)
Semoga saja setiap usaha yang kita lakukan di dunia ini mempunyai hasil yang baik di akhirat dan jangan sampai usaha kerja keras kita di dunia ternyata balasannya hanya di dunia, adapun di akhirat tidak mendapatkan suatu apapun.

Wallahu waliyut taufiq
Al-Ustadz Junaid Ibrahim Iha Hafizhahullah