Kamis, 06 Juni 2019

Mengirim Pahala Kepada Mayyit


بِسۡمِ ٱللَّهِ ٱلرَّحۡمَٰنِ ٱلرَّحِيمِ 

Acara tahlilan atau acara pengiriman pahala bacaan kepada mayyit atau roh merupakan tradisi yang telah membudaya di kalangan masyarakat atau dengan kata lain telah menjadi budaya masyarakat muslim di tanah air.

Pada umumnya dalam acara tersebut sering dibacakan ayat-ayat tertentu dari Al-Qur’an, bacaan LAA ILAAHA ILLALLAH, SUBHANALLAH, dan   lain-lain dimana pahala dari bacaan-bacaan tersebut dihadiahkan atau dikirim kepada mayyit atau roh tertentu atau arwah kaum muslimin pada umumnya.

Satu hal yang belum diketahui oleh kaum muslimin ialah bahwa amalan TAHLILAN dan SELAMATAN yang pahalanya dikirimkan kepada mayyit bertentangan dengan pendapat para ulama dari kalangan MADZHAB SYAFI’I termasuk IMAM SYAFI’I sendiri. Jika ada pendapat lain dari kalangan madzhab tersebut maka jumlahnya sangat sedikit dan tentu pendapat tersebut dipandang lemah sebab bertentangan dengan ajaran Al-Qur’an (Ayat 39 Surat An-Najm dan Sunnah Nabi serta Sahabat-Sahabatnya).

IMAM AN- NAWAWI dalam Kitabnya SYARAH MUSLIM menyebutkan :

“Adapun bacaan Qur’an (yang pahalanya dikirimkan kepada mayyit), maka yang masyhur dalam Madzhab Syafi’i tidak dapat sampai kepada mayyit yang dikirimi. Sedang dalilnya Imam Syafi’i dan Syafi’iyah yaitu firman Allah ... yang artinya:

“Dan seseorang tidak akan memperoleh melainkan pahala yang ia usahakan” dan sabda Nabi yang artinya:

“Apabila manusia telah meninggal dunia, maka terputuslah amal usahanya kecuali 3 perkara, (1) amal jariyah (sedekah), (2) ilmu yang bermanfaat, (3) anak soleh yang mendoakannya”. (An-Nawawi dalam Syarah Muslim Juz 1 Halaman 60).
IMAM AN- NAWAWI juga menyebutkan dalam kitabnya TAKMILATUL MAJMU’ SYARAH MUHADZAB sebagai berikut:

“Adapun bacaan Qur’an dan mengirimkan pahalanya untuk mayyit dan mengganti sholatnya mayyit (yang ditinggalkan oleh si mayyit semasa hidupnya), dan sebagainya, menurut Imam Syafi’i dan Jumhur Ulama adalah tidak dapat sampai kepada mayyit yang dikirimi dan keterangan seperti ini telah diulang- ulang oleh Imam Nawawi di dalam kitabnya Syarah Muslim. (As-Subuki, Takmilatul Majmu’ Syarah Muhadzab Juz 10 Halaman 426)

AL-HAITAMI di dalam Kitabnya AL-FATAWA AL-QUBRA AL-FIQHIYAH mengatakan :

“Mayyit tidak boleh dibacakan apapun berdasarkan keterangan yang mutlak dari ulama Mutakaddimin (terdahulu) bahwa bacaan (yang pahalanya dikirimkan kepada mayyit) adalah tidak dapat sampai kepadanya,  sebab pahala bacaan itu adalah untuk pembacanya saja sedang pahala hasil amalan tidak dapat dipindahkan dari amil (yang mengamalkan) perbuatan itu. Allah berfirman yang artinya:

“Dan manusia tidak memperoleh kecuali pahala dari hasil usahanya sendiri”. (Juz 2 Halaman 9)

IMAM MUZANI di dalam HAMISY AL UM mengatakan:

“Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wa Sallam memberitahukan sebagaimana yang diberitakan Allah bahwa dosa seseorang akan menimpa dirinya sendiri seperti halnya amalnya adalah untuk dirinya sendiri bukan untuk orang lain dan tidak dapat dikirimkan kepada orang lain.

(Tepi Al Um Syafi’i Juz 7 Halaman 269)

IMAM AL-KHAZIM di dalam Tafsirnya mengatakan:  
“Dan masyhur dalam Madzhab Syafi’i bahwa bacaan Qur’an (yang pahalanya dikirimkan kepada mayyit) adalah tidak dapat sampai kepada mayyit yang dikirimi. (Al Jamal Juz 4 Halaman 236)

Dalam TAFSIR JALALAIN Juz 2 Halaman 197 disebutkan: “Maka seseorang tidak memperoleh pahala sedikitpun dari hasil usaha orang lain.

IBNU KATSIR dalam Tafsirnya, TAFSIRUL QURANIL AZHIM mengatakan (dalam rangka menafsirkan ayat 39 An-Najm):

“Yakni, sebagaimana dosa seseorang tidak dapat menimpa kepada orang lain, demikian juga manusia tidak dapat memperoleh pahala melainkan dari hasil amalnya sendiri, dan dari ayat yang mulia ini (ayat 39 An-Najm), Imam As-Syafi’i radhiyallahu ta’ala anhu dan ulama-ulama yang mengikutinya mengambil kesimpulan bahwa bacaan yang pahalanya dikirimkan kepada mayyit adalah tidak dapat sampai karena bukan dari hasil usahanya sendiri.

Oleh karena itu Rasulullah shallallahu ‘Alaihi Wa Sallam tidak pernah menganjurkan umatnya untuk mengamalkan (mengirimkan pahala bacaan), dan tidak pernah memberikan bimbingan, baik dengan nash maupun dengan isyarat, dan tidak ada seorang sahabat pun yang pernah mengamalkan perbuatan tersebut. Kalau toh amalan semacam itu memang baik, tentu mereka lebih dahulu mengerjakannya, padahal amalan qurban (mendekatkan diri kepada Allah) hanya terbatas yang ada nash-nashnya (dalam Al-Qur’an dan Sunnah Rasulullah shallallahu ‘Alaihi Wa Sallam) dan tidak boleh dipalingkan dengan qiyas- qiyas dan pendapat-pendapat.

Demikian di antara berbagai pendapat para ulama Syafi’iyah mengenai acara TAHLILAN atau acara pengiriman pahala bacaan kepada mayyit atau roh, yang ternyata para ulama Syafi’iyah mempunyai satu pandangan, yaitu bahwa mengirimkan pahala bacaan Qur’an kepada mayyit atau roh tidak akan sampai kepada mayyit atau roh yang dikirimi. Terlebih lagi jika yang dibacakan adalah bacaan lain selain Al-Qur’an,
tentu hal ini lebih tidak dapat sampai kepada mayyit yang dikirimi.
Jika telah jelas bahwa pengiriman pahala tersebut  tidak dapat sampai, maka acara yang seperti itu adalah acara yang sia-sia atau dengan kata lain merupakan tabdzir,  padahal Islam melarang umatnya dari perbuatan yang sia-sia dan tabdzir.

Adapun dasar hukum dari pendapat para ulama Syafi’iyah adalah firman Allah Subhanahu Wa Ta’ala dalam surat An-Najm ayat 39 dan hadits Nabi Shollallahu ‘Alaihi Wa Sallam mengenai terputusnya amal manusia apabila ia telah meninggal dunia kecuali 3 hal, yaitu sedekah jariyah, ilmu yang bermanfaat, dan anak yang soleh, baik laki-laki maupun perempuan yang berdoa untuk orang tuanya.
Kemudian bagaimana jika setelah tahlilan membaca doa: ALLAHUMMA AUSHIL TSAWABA MAA WARAINAAHU ILA RUHU FULAN (Ya Allah, sampaikanlah pahala bacaan kami tadi kepada roh Fulan)?

Pertanyaan ini dapat dijawab sebagai berikut:
Ulama telah sepakat bahwa pengiriman pahala bacaan itu tidak dapat sampai kepada roh yang dikirimi sebab bertentangan dengan firman Allah ayat 39 An-Najm.

Adalah sangat janggal jika kita mengirimkan pahala bacaan kepada mayyit yang jelas-jelas telah melanggar syariat-Nya, tetapi kemudian kita memohon agar perbuatan yang melanggar syariat itu diberi pahala dan lebih dari itu kita memohon lagi agar pahalanya dapat diberikan kepada roh Fulan dan Fulan.

Sehingga sangat tidak logis jika kita berdoa seperti itu setelah tahlilan dan tetap hal ini tidak dapat dibenarkan karena terjadi hal-hal yang kontradiktif (bertentangan) yaitu di satu pihak doa adalah ibadah dan di pihak lain amalan mengirim pahala bacaan merupakan amalan yang sia-sia yang melanggar syariat yang kemudian dari amalan tersebut kita memohon agar diberi pahala dan pahalanya disampaikan kepada roh.

Wallahu Waliyuttaufiq

Oleh : Al – Ustadz Junaid Ibrahim Iha Hafizhahullah




Tidak ada komentar:

Posting Komentar