Jumat, 21 Juni 2019

Keagungan Sedekah


بِسۡمِ ٱللَّهِ ٱلرَّحۡمَٰنِ ٱلرَّحِيمِ  


Diantara amalan yang paling agung yang disyari'atkan Allah ta’ala untuk mengeluarkannya dan memotivasi para hamba-Nya untuk mengharap pahala dengannya adalah sedekah. Sedekah disyari'atkan karena dua tujuan yang mulia yaitu:

a)     Menutup kekurangan dan kebutuhan kaum muslimin,
b)     Membantu islam dan mengokohkannya.

Sedekah adalah: Nafkah yang diharapkan mendapatkan pahala dengannya. Kalimat sedekah mencakup sedekah wajib dan sunnah. Namun penggunaannya dalam syari'at biasanya yang wajib disebut  dengan   istilah   zakat  dan yang sunnah disebut dengan istilah sedekah.” (Lihat Al-Mufrodat karya Ar-Roghib, hal: 480)

Sedekah merupakan amalan yang paling utama dan paling dicintai Allah Ta'ala, dikarenakan salah satu keunggulannya adalah memberikan rasa bahagia pada orang yang disantuni.

Rasulullah bersabda :

“Amalan yang paling dicintai oleh Allah adalah engkau memberikan rasa gembira kepada orang mukmin, atau meringankan bebannya, atau membayar hutangnya, atau menghilangkan rasa laparnya." (Dihasankan oleh Al-Albani dalam Shohih Al-Jami' no 176).
Dalam hadits lain disebutkan: “Diantara amalan yang paling utama adalah memberikan rasa gembira kepada orang mukmin, membayar hutangnya, memenuhi kebutuhannya dan meringankan bebannya." (HR. Al-Baihaqi dalam Sy'abul Iman no 7679, dishohihkan oleh Al-Albani).

Para pembaca yang semoga dirahmati Allah Ta'ala, bahkan dihari kiamat sedekah yang dikeluarkan oleh seseorang akan membanggakan dirinya dihadapan amalan-amalan yang lain.

Umar bin Khaththob berkata: “Amalan-amalan akan saling membanggakan diri, maka sedekah akan berujar, Aku paling utama dari kalian." (Dikeluarkan oleh Ibnu Khuzaimah dalam shohihnya no 2433).

Dalam sebuah hadits marfu' disebutkan:

“Sebaik-baiknya manusia adalah yang bermanfaat bagi yang lain." (Dihasankan oleh Al-Albani dalam Shohih Al-Jami' no 3289)

Sedekah Dapat Menjaga Dari Bencana Dan Musibah

Bukanlah merupakan hal yang asing lagi bahwa sedekah dibuktikan secara real dan berdasarkan pengalaman dapat menolak berbagai macam musibah, kesusahan yang mengerikan serta dapat mengobati berbagai penyakit yang akut, dan bahkan nash yang shohih telah berbicara akan hal tersebut.

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda (yang artinya):
“Orang yang berbuat kebajikan dapat menyelamatkan diri dari keburukan, marabahaya dan kebinasaan." (Dishohihkan oleh Al-Albani dalam Shohih Al-Jami' no 3795).

“Sedekah mampu menutup tujuh puluh pintu keburukan.” (Al-Haitsami dalam Az-Zawajir 1/318 dan 319, hadits hasan).

“Obatilah orang-orang yang sakit diantara kalian dengan sedekah.” (Dihasankan oleh Al-Albani dalam Shohih Al-Jami' no 3358).

Berikut ini kami nukilkan dua kisah dari para imam salaf terkait mengobati penyakit dengan bersedekah :


Kisah pertama:

Suatu ketika seseorang berkonsultasi kepada imam Ibnu Mubarak terkait luka bernanah yang dideritanya selama tujuh tahun yang telah diperiksa para  dokter namun tidak menemui jalan keluar yang baik. Maka Ibnu Mubarak menyarankan kepadanya untuk menggali sebuah sumur disuatu tempat yang orang-orang ditempat tersebut sangat membutuhkan air. Ia berkata kepadanya, “Aku berharap sumur tersebut dapat memancarkan mata air dan menghentikan darah (yang mengalir dari lukamu).” (Lihat Az-Zawajir karya Ibnu Hajar Al-Haitsami 1/321).

Kisah Kedua:

Suatu ketika Imam Abu Abdillah Al-Hakim (penulis kitab hadits Al-Mustadrak) mengalami luka hampir selama satu tahun, lalu ia meminta do'a kepada orang-orang sholih dan hal itu sering ia lakukan. Kemudian ia bersedekah kepada kaum muslimin dengan meletakkan tempat air di depan rumahnya dan menuangkan air kedalamnya. Orang-orang pun minum darinya. Selang sepekan, akhirnya ia pun sembuh dari sakitnya dan luka tersebut sirna, wajahnya kembali pulih dan bertambah bagus dari sebelumnya. (Lihat Az-Zawajir karya Ibnu Hajar Al-Haitsami 1/321 dan 322).

Berkata Imam Al-Munawi: “Orang-orang yang mendapat taufiq telah mencoba berobat dengan sedekah maka mereka mendapatkan obat ruhani yang mampu mengatasi hal-hal yang tidak dapat diatasi oleh obat-obatan medis. Tidak seorang pun yang mengingkari hal ini kecuali orang-orang yang tidak mengetahui.” (Faidhul Qadir karya Al-Munawi 3/515).




Harta Orang Yang Bersedekah Tidak Akan Berkurang, Bahkan Ia Akan Bertambah

Allah Ta'ala akan mengembangkan sedekah, melipat gandakan pahala dan meninggikan derajatnya.  Allah  ta’ala berfirman (yang artinya):


إِنَّ ٱلۡمُصَّدِّقِينَ وَٱلۡمُصَّدِّقَٰتِ وَأَقۡرَضُواْ ٱللَّهَ قَرۡضًا حَسَنٗا يُضَٰعَفُ لَهُمۡ وَلَهُمۡ أَجۡرٞ كَرِيمٞ 


"Sesungguhnya orang-orang yang membenarkan (Allah dan Rasul-Nya) baik laki-laki maupun wanita dan meminjamkan kepada Allah pinjaman yang baik, niscaya akan dilipat gandakan (pembayarannya) kepada mereka dan pahala yang banyak.” (QS. Al-Hadid: 18)

Kemudian firman-Nya:


مَّن ذَا ٱلَّذِي يُقۡرِضُ ٱللَّهَ قَرۡضًا حَسَنٗا فَيُضَٰعِفَهُۥ لَهُۥٓ أَضۡعَافٗا كَثِيرَةٗۚ وَٱللَّهُ يَقۡبِضُ وَيَبۡصُۜطُ وَإِلَيۡهِ تُرۡجَعُونَ 

Siapakah yang mau memberi pinjaman kepada Allah, pinjaman yang baik (menafkahkan hartanya di jalan Allah), maka Allah akan meperlipat gandakan pembayaran kepadanya dengan lipat ganda yang banyak. Dan Allah menyempitkan dan melapangkan (rezeki) dan kepada-Nya-lah kamu dikembalikan. (QS. Al-Baqarah: 245)

Maka, Ketahuilah ! Setiap kali seseorang bersedekah dalam keadaan mengetahui bahwa hartanya akan kembali, dan itu merupakan hal yang pasti, maka jiwanya tentu akan menyetujui dan merasa ringan untuk mengeluarkannya. Bila seseorang mengetahui bahwa yang meminjam adalah Yang Maha Kaya dan pasti memenuhi janji dan suka berbuat baik (Allah Ta'ala), ia akan terdorong untuk melakukannya (berinfak) dengan baik. Atau  sekiranya dia mengetahui bahwa yang meminjam, akan menggunakan barangnya itu untuk berniaga dan melipat gandakannya dari apa yang telah ia keluarkan, maka ia akan dengan senang hati meminjamkannya.

Allah Ta'ala berfirman yang artinya:


مَّثَلُ ٱلَّذِينَ يُنفِقُونَ أَمۡوَٰلَهُمۡ فِي سَبِيلِ ٱللَّهِ كَمَثَلِ حَبَّةٍ أَنۢبَتَتۡ سَبۡعَ سَنَابِلَ فِي كُلِّ سُنۢبُلَةٖ مِّاْئَةُ حَبَّةٖۗ وَٱللَّهُ يُضَٰعِفُ لِمَن يَشَآءُۚ وَٱللَّهُ وَٰسِعٌ عَلِيمٌ 


"Perumpamaan (nafkah yang dikeluarkan oleh) orang-orang yang menafkahkan hartanya di jalan Allah adalah serupa dengan sebutir benih yang menumbuhkan tujuh butir, pada tiap-tiap butir seratus biji. Allah melipatgandakan bagi siapa yang dikehendaki-Nya. Dan Allah Maha Luas (karunia-Nya) lagi Maha Mengetahui.” (QS. Al-Baqarah: 261)

Demikianlah yang dapat kami sampaikan pada kajian kali ini.
Wallahu waliyut taufiq

Oleh : Al – Ustadz Junaid Ibrahim Iha hafizhahullah




Senin, 17 Juni 2019

Hati-Hati Dari Penghalang Terkabulnya Doa


 بِسۡمِ ٱللَّهِ ٱلرَّحۡمَٰنِ ٱلرَّحِيمِ 



1. Keyakinan syirik, bahwa selain Allah Ta'ala mampu mengabulkan doa untuk memperoleh manfaat dan menolak mudhorot.

2.  Tidak ikhlash dalam berdoa, sedangkan Allah  Ta'ala ingin agar doa itu ikhlash hanyalah kepada-Nya. Firman Allah Ta'ala:

لَهُۥ دَعۡوَةُ ٱلۡحَقِّۚ وَٱلَّذِينَ يَدۡعُونَ مِن دُونِهِۦ لَا يَسۡتَجِيبُونَ لَهُم بِشَيۡءٍ إِلَّا كَبَٰسِطِ كَفَّيۡهِ إِلَى ٱلۡمَآءِ لِيَبۡلُغَ فَاهُ وَمَا هُوَ بِبَٰلِغِهِۦۚ وَمَا دُعَآءُ ٱلۡكَٰفِرِينَ إِلَّا فِي ضَلَٰلٖ 

Hanya bagi Allah-lah (hak mengabulkan) doa yang benar. Dan berhala-berhala yang mereka sembah selain Allah tidak dapat memperkenankan sesuatupun bagi mereka, melainkan seperti orang yang membukakan kedua telapak tangannya ke dalam air supaya sampai air ke mulutnya, padahal air itu tidak dapat sampai ke mulutnya. Dan doa (ibadat) orang-orang kafir itu, hanyalah sia-sia belaka. (QS. Ar-Ra'd: 14)

Hal itu karena mereka itu musyrik dan tak mengikhlaskan doa untuk Alloh semata.

3.  Memakan & meminum serta berpakaian yg haram (hadits Abu Hurairah riwayat Muslim),
وَمْطَعَمُهُ حَرَامٌ وَ مَشْرَبُهُ حَرَامٌ وَ مَلْبَسُهُ حَرَامٌ فَأَنَّى يُسْتَجَابُ لَهُ

"Sedang makanannya haram, minumannya haram, dan pakaiannya haram maka bagaimana doanya akan dikabulkan ?"

4.     Tergesa-gesa ingin segera terkabul doanya (isti'jal).
5.   Berdoa dengan dosa dan memutuskan hubungan silaturahim. Hadits Abu Hurairah riwayat Muslim:

لَا يَزَالُ يُسْتَجَابُ لِلْعَبْدِ مَا لَمْ يَدْعُ بِإِثْمٍ أَوْ قَطِيعَةِ رَحِمٍ مَا لَمْ يَسْتَعْجِلْ قِيلَ يَا رَسُولَ اللَّهِ مَا الِاسْتِعْجَالُ قَالَ يَقُولُ قَدْ دَعَوْتُ وَقَدْ دَعَوْتُ فَلَمْ أَرَ يَسْتَجِيبُ لِي فَيَسْتَحْسِرُ عِنْدَ ذَلِكَ وَيَدَعُ الدُّعَاءَ

"Doa seseorang senantiasa akan dikabulkan selama ia tidak berdoa untuk perbuatan dosa ataupun untuk memutuskan tali silaturahim dan tidak tergesa-gesa." Seorang sahabat bertanya; “Ya Rasulullah, apakah yang dimaksud dengan tergesa-gesa? “Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam menjawab: “Yang dimaksud dengan tergesa-gesa adalah apabila orang yang berdoa itu mengatakan; “Aku telah berdoa dan terus berdoa tetapi belum juga dikabulkan”. Setelah itu, ia merasa putus asa dan tidak pernah berdoa lagi.”

6.   Tidak menghadirkan hatinya ketika berdoa (ghoflah). Hadits Abu Hurairah riwayat Tirmidzi (lihat Ash-Shohihah: 594)

ادْعُوا اللَّهَ وَأَنْتُمْ مُوقِنُونَ بِالْإِجَابَةِ وَاعْلَمُوا أَنَّ اللَّهَ لَا يَسْتَجِيبُ دُعَاءً مِنْ قَلْبٍ غَافِلٍ لَاهٍ

“Berdoalah kepada Allah dalam keadaan yakin akan dikabulkan, dan ketahuilah bahwa Allah tidak mengabulkan doa dari hati yang lalai.”

7. Tidak ber'azzam dan tidak yakin akan dikabulkan doanya. Lihat hadits di atas dan hadits Abu Hurairah riwayat Bukhori:

إِذَا دَعَا أَحَدُكُمْ فَلْيَعْزِمْ الْمَسْأَلَةَ وَلَا يَقُولَنَّ اللَّهُمَّ إِنْ شِئْتَ فَأَعْطِنِي فَإِنَّهُ لَا مُسْتَكْرِهَ لَهُ
"Apabila salah seorang dari kalian berdo'a, hendaknya ia bersungguh-sungguh dalam berdo'a, dan janganlah mengatakan; “Ya Allah, jika Engkau kehendaki berilah aku…” sebab Allah sama sekali tidak ada yang bisa memaksa.”

(Faedah Dars Syaekh Abdulbasith)
Catatan:
-        Artikel ini saya ringkas dari kajian guru saya Syaekh Abdulbasith, ketika saya duduk di majelis beliau di Daarul Hadits Sya'wan - Yaman.

-         Saya sudah pernah mempostingnya pada 2014 M, namun saya ketemu lagi di fb salah seorang ikhwan maka saya ambil dan melakukan sedikit revisi pada ayat dan hadits-haditsnya, serta memberi harakat pada hadits-hadits yang dimaksud.

-    Saya menerjemahkan sebagian hadits dan ayat yang belum saya terjemahkan pada postingan di tahun 2014 M, ketika itu saya masih sebagai mahasiswa di Universitas Andalus Yaman - Shon'a dan santri di Daarul Hadits Madinatus Sunnah Yaman - Sya'wan.

Semoga bermanfaat



Bekasi:

14 - Syawal - 1440 H
17 - Juni - 2019 M




Sabtu, 15 Juni 2019

"Hadits-hadits Larangan Bagi Wanita untuk Memasuki Tempat-tempat Pemandian (Kolam renang)"


بِسۡمِ ٱللَّهِ ٱلرَّحۡمَٰنِ ٱلرَّحِيمِ 


• Hadits Pertama:

- Dari Jabir radhiyallahu 'anhu ia berkata, Rasulullah shalallahu 'alaihi wa sallam bersabda:

مَنْ كَانَ يُؤْمِنُ بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ الْآخِرِ فَلَا يَدْخُلْ الْحَمَّامَ بِغَيْرِ إِزَارٍ وَمَنْ كَانَ يُؤْمِنُ بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ الْآخِرِ فَلَا يُدْخِلْ حَلِيلَتَهُ الْحَمَّامَ وَمَنْ كَانَ يُؤْمِنُ بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ الْآخِرِ فَلَا يَجْلِسْ عَلَى مَائِدَةٍ يُدَارُ عَلَيْهَا بِالْخَمْرِ

"Barangsiapa beriman kepada Allah dan hari akhir, janganlah masuk tempat pemandian tanpa busana, barangsiapa beriman kepada Allah dan hari akhir, janganlah memasukkan istrinya ke pemandian (umum), dan barangsiapa beriman kepada Allah dan hari akhir, janganlah duduk di meja yang disuguhkan khamar padanya." (HR. Tirmidzi. Dihasankan oleh Syaekh Salim bin 'Id al-Hilali hafizhahullah)

• Hadits Kedua:

- Dari Abu Ayub al-Anshori radhiyallahu 'anhu. Ia berkata Rasulullah shallahu 'alaihi wa sallam bersabda:

مَن كان يؤمِنُ باللهِ واليومِ الآخِرِ فلْيُكرِمْ جارَه ومَن كان يؤمِنُ باللهِ واليومِ الآخِرِ فلا يدخُلِ الحمّامَ إلّا بمِئزَرٍ ومَن كان يؤمِنُ باللهِ واليومِ الآخِرِ فلْيقُلْ خيرًا أو لِيصمُتْ ومَن كان يؤمِنُ باللهِ واليومِ الآخِرِ مِن نسائِكم فلا تدخُلِ الحمّامَ

"Barang siapa yang beriman kepada Allah dan hari akhir, maka hendaklah ia memuliakan tetangganya. Barang siapa yang beriman kepada Allah dan hari akhir maka janganlah ia masuk ke tempat pemandian tanpa menggunakan sarung penutup aurat. Barang siapa yang beriman kepada Allah dan hari akhir hendaklah ia berbicara yang baik atau diam. Barang siapa beriman kepada Allah dan hari akhir dari kalangan istri-istri kalian maka janganlah ia masuk ke tempat pemandian." (HR. Ibnu Hibban. Hadits Shohih)

Catatan:

-          Pada masa pemerintahan Umar bin Abdul 'Azizi beliau memerintahkan untuk menanyakan kebenaran hadits ini kepada Muhammad bin Tsabit, maka Muhammad bin Tsabit menulis surat kepada beliau tentang kebenaran hadits ini sehingga dengan itu Umar bin Abdul 'Aziz melarang masuk ke tempat-tempat pemandian.

• Hadits Ketiga:

- Dari Ibnu Abbas radhiyallahu 'anhuma ia berkata, Rasulullah shalallahu 'alaihi wa sallam bersabda:

اتَّقُوْا بَيْتًا يُقَالُ لَهُ الْحَمَّامَ

"Jauhilah tempat yang disebut hammam(pemandian umum/kolam renang)"

Para sahabat berkata: "Wahai Rasulullah ditempat pemandian itu kotoran bisa hilang dan penyakit bisa sembuh", beliau bersabda:

فَمَنْ دَخَلَهُ فَلْيَسْتَتِرْ

"Barang siapa memasukinya, hendaklah menutup auratnya." (HR. Ath-Thabrani  dalam al-Kabir. Hadits Hasan)

• Hadits Keempat:

- Dari Ummu Darda' radhiyallahu 'anha, ia berkata:

خَرَجْتُ مِنْ الْحَمَّامِ فَلَقِيَنِي رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقَالَ مِنْ أَيْنَ يَا أُمَّ الدَّرْدَاءِ قَالَتْ مِنْ الْحَمَّامِ فَقَالَ وَالَّذِي نَفْسِي بِيَدِهِ مَا مِنْ امْرَأَةٍ تَضَعُ ثِيَابَهَا فِي غَيْرِ بَيْتِ أَحَدٍ مِنْ أُمَّهَاتِهَا إِلَّا وَهِيَ هَاتِكَةٌ كُلَّ سِتْرٍ بَيْنَهَا وَبَيْنَ الرَّحْمَنِ

"Aku keluar dari tempat pemandian umum, lalu aku bertemu dengan Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam, beliau bersabda: "Darimana kamu wahai Ummu Darda'?" dia menjawab, "Dari tempat pemandian umum." Beliau bersabda: "Demi Allah yang jiwaku berada di Tangan-Nya tidaklah seorang wanita yang meletakkan/melepaskan bajunya di rumah(ditempat) selain dari rumah ibu-ibunya kecuali ia telah merobek tirai antara dirinya dengan ar-Rahman." (HR. Ahmad. Hadits Shohih)

📃Faedah Ringkas:

1.     Haram hukumnya kaum lelaki masuk ke tempat pemandian tanpa menggunakan sarung sebagai penutup aurat atau yang semisal.

2.     Haram hukumnya kaum wanita masuk ke tempat pemandian umum(kolam renang) meskipun memakai sarung penutup aurat atau yang semisal.

3.     Bagi kaum lelaki yang memasuki tempat pemandian umum (kolam renang) hendaklah memperhatikan adab-adabnya. Diantara adab tersebut adalah tidak boleh kencing di kolam renang.

Demikianlah yang dapat kami tulis sebagai bekal bagi yang hendak berlibur di hari id atau yang semisal.

Semoga bermanfaat

Bekasi:
13 - Syawal - 1440 H
15 - Juni - 2019 M

Oleh : Al - Ustadz Junaid Ibrahim Iha Hafizhahullah



Kamis, 13 Juni 2019

Perniagaan Akhirat


بِسۡمِ ٱللَّهِ ٱلرَّحۡمَٰنِ ٱلرَّحِيمِ 


Diantara karunia dan keadilan Allah yang Maha Sempurna adalah Allah Ta'ala tidak pernah menzholimi seorang pun, tidak pula membuat syari'at yang memberatkan manusia. Bahkan Allah Ta'ala menamakan amal-amal sholih baik lahir maupun batin untuk menggapai keridhaan-Nya dan mencapai balasan yang kekal diakhirat dengan "perniagaan" dalam banyak ayat al-qur'an.

Merupakan tabiat manusia bahwa target mereka dalam setiap usaha yang mereka lakukan adalah meraih keuntungan atau kesuksesan dan terhindar dari kerugian, namun  pernahkah    kita berpikir bahwa sebenarnya dalam kehidupan dunia ini bukan hanya kita berniaga dengan sesama makhluk untuk keberlangsungan hidup di dunia, namun ada perniagaan yang jauh lebih besar dari itu, yakni perniagaan dengan Allah yang Maha Agung, perniagaan yang keuntungannya adalah jannah yang abadi di negeri akhirat.

Jika untuk menggapai keuntungan dunia kita dapat bersegera dan menguras seluruh kesanggupan dan kemampuan, lalu kenapa untuk menggapai keuntungan akhirat kita malah berlengah-lengah dan tidak bersemangat?  Apakah karena akhirat mempunyai kedudukan yang begitu rendah dimata kita, ataukah dunia yang terlalu istimewa dalam pandangan kita? Padahal Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam  mengajarkan kita do'a:

ولا تَجْعَلْ الدُّنْيَا أَكْبَرَ هَمِّنَا وَلَا مَبْلَغَ علْمنَا

"(Ya Allah) jangan Engkau jadikan dunia (harta dan kedudukan) sebagai target utama kami, dan puncak dari pengetahuan kami." (HR. Tirmidzi).

Berikut ini kami sebutkan beberapa ayat al-qur'an yang menerangkan tentang tawaran Allah kepada orang-orang yang beriman untuk terlibat dalam pernigaan Allah.

Allah Ta'ala berfirman yang artinya:

"Hai orang-orang yang beriman, sukakah kamu aku tunjukkan suatu perniagaan yang dapat menyelamatkanmu dari azab yang pedih?" (QS. Ash-Shaff : 10).

Perdagangan yang dimaksudkan itu adalah yang di terangkan Allah dalam ayat berikutnya:  "(Yaitu) kamu beriman kepada Allah dan Rasul-Nya dan berjihad di jalan Allah dengan harta dan jiwamu. Itulah yang lebih baik bagimu, jika kamu mengetahui." (QS. Ash-Shoff: 11).

Kemudian Allah Ta'ala menerangkan bahwa bagi orang-orang yang menerima perdagangan tersebut keuntungannya adalah:   "Niscaya Allah akan mengampuni dosa-dosamu dan memasukkanmu ke dalam jannah yang mengalir di bawahnya sungai-sungai; dan (memasukkan kamu) ke tempat tinggal yang baik di dalam jannah 'Adn. Itulah keberuntungan yang besar." (QS. Ash-Shaff : 12)

Imam Syaukani rahimahullah berkata: "Allah menjadikan amal-amal sholih tersebut kedudukannya seperti perniagaan, karena orang-orang yang melakukannya akan meraih keuntungan (besar) sebagaimana mereka meraih keuntungan dalam perniagaan (duniawi). Keuntungan itu adalah masuknya mereka kedalam surga dan selamat dari siksa neraka." (Lihat Fathul Qadir 5/311).

Demikian juga Allah berfirman: "Sesungguhnya Allah telah membeli dari orang-orang mukmin diri dan harta mereka dengan memberikan surga untuk mereka. Mereka berperang di jalan Allah; lalu mereka membunuh atau terbunuh. (Itu telah menjadi) janji yang benar dari Allah di dalam Taurat, Injil dan Al-quran. Dan siapakah yang lebih menepati janjinya (selain) daripada Allah? Maka bergembiralah dengan jual beli yang telah kamu lakukan itu, dan itulah kemenangan yang besar." (QS. At-Taubah: 111).

Imam Ibnu Katsir rahimahullah berkata: "Allah mengabarkan bahwa Dia telah mengganti (membeli) dari hamba-hamba-Nya yang beriman jiwa dan harta mereka yang mereka curahkan di jalan-Nya dengan surga (sebagai harganya)." (Lihat Tafsir Ibnu Katsir 2/515)

Bahkan diantara karunia Allah yang Maha Agung adalah Allah menyifati perniagaan yang mulia ini sebagai perniagaan yang pasti beruntung dan tidak akan merugi.

Allah Ta'ala berfirman: "Sesungguhnya orang-orang yang selalu membaca kitab Allah (Al-qur'an) dan mendirikan shalat dan menafkahkan sebahagian dari rezeki yang Kami anugerahkan kepada mereka dengan diam-diam dan terang-terangan, mereka itu mengharapkan perniagaan yang tidak akan merugi."  (QS.Fathir: 29).

Maka untuk mengakhiri kajian kita pada kali ini marilah kita merenungi beberapa nasihat berikut ini:


Allah Ta'ala berfirman yang artinya:

"Dan (demi) jiwa serta penyempurnaannya, maka Allah mengilhamkan kepada jiwa itu (jalan) kefasikan dan ketakwaan. Sesungguhnya beruntunglah orang yang mensucikan jiwa itu (dengan ketakwaan), dan sesungguhnya merugilah orang yang mengotorinya (dengan kefasikan)" (QS. Asy-Syamas: 7-10) .

Bahwa kehidupan dunia yang kita jalani hakekatnya adalah pertaruhan diri kita untuk membawanya pada jalan kebaikan atau kebinasaan. Dan ternyata jalan kebaikan itu adalah sesuatu yang mahal.

Dikarenakan jalan kebaikan adalah sesuatu yang mahal maka mendapatkannya juga membutuh-kan perjuangan dan pengorbanan, karena tidaklah mungkin sesuatu yang mahal nilainya dapat dicapai dengan bersantai-santai dan bermalas-malasan.

Allah Ta'ala berfirman: "Dan orang-orang yang berjuang dengan sungguh-sungguh untuk mencari (keridhoan) Kami, benar-benar Kami akan berikan hidayah kepada mereka (dalam menempuh) jalan-jalan Kami. Dan sesungguhnya Allah benar-benar beserta orang-orang yang berbuat baik" (QS. Al-Ankabut: 69).

Rasulullah bersabda: "Orang mukmin yang kuat lebih baik dan lebih dicintai Allah dari pada orang mukmin yang lemah dan masing-masing mempunyai kebaikan. Gemarlah kepada hal-hal yang berguna bagimu. Mintalah pertolongan kepada Allah dan janganlah menjadi lemah." (HR. Muslim).

Dari Abu Hurairah Radhiyallahu 'anhu bahwa Rasulullah bersabda: "Suatu sedekah tidak akan mengurangi harta. Allah tidak akan menambah kepada seorang hamba yang suka memberi maaf kecuali kemuliaan, dan seseorang tidak merendahkan diri karena Allah kecuali Allah mengangkat orang tersebut."  (HR. Muslim)

Dari Abdullah Ibnu Salam bahwa Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa Sallam bersabda:  "Wahai manusia sebarkanlah ucapan salam hubungkanlah tali kekerabatan berilah makanan dan sholatlah pada waktu malam ketika orang-orang tengah tertidur, engkau akan masuk surga dengan selamat."  (HR. Tirmidzi, dan beliau menshohihkannya).

Akhir kalam semoga apa yang kami nukilkan pada kajian kali ini dapat bermanfaat.



Wallahu waliyuttaufiq


Oleh : Al – Ustadz Junaid Ibrahim Iha Hafizhahullah






Jumat, 07 Juni 2019

"Mutiara Nasihat"





بِسۡمِ ٱللَّهِ ٱلرَّحۡمَٰنِ ٱلرَّحِيمِ 


- Abdullah bin Mas'ud radhiyallahu 'anhu berkata:

مَنْ زَرَعَ خَيْرًا فَيُوْشِكُ أَنْ يَحْصُدَ رَغْبَةً ، وَ مَنْ زَرَعَ شَرًّا فَيُشِكُ أَنْ يَحْصُدَ نَدَمَةً، وَلِكُلِّ زَارِعٍ مِثْلُ مَا زَرَعَ

"Barangsiapa yang menanam kebaikan niscaya ia akan memetik kebahagiaan, dan barangsiapa yang menanam keburukan niscaya ia akan memetik penyesalan. Setiap yang menanam akan mendapatkan sesuai yang ia tanam." (Shifatush Shafwah 1/409).


Faedah Singkat:


1.     Setiap orang hendaklah termotivasi untuk melakukan kebaikan, karena tidaklah buah dari kebaikan itu melainkan kebaikan pula. Allah Ta'ala berfirman:


هَلْ جَزَاءُ الْإِحْسَانِ إِلَّا الْإِحْسَانُ


"Tidak ada balasan untuk kebaikan selain kebaikan (pula)." (QS. Ar-Rahman: 60)


- Imam Ibnu Katsir rahimahullah berkata:


أَيْ: مَا لِمَنْ أَحْسَنَ فِي الدُّنْيَا الْعَمَلَ إِلَّا الْإِحْسَانُ إِلَيْهِ فِي الدَّارِ الْآخِرَةِ. كَمَا قَالَ تَعَالَى: ﴿لِلَّذِينَ أَحْسَنُوا الْحُسْنَى وَزِيَادَةٌ﴾ [يُونُسَ:٢٦] .

"Yakni tiadalah balasan orang yang berbuat kebaikan di dunia, melainkan akan memperoleh kebaikan pula di akhiratnya. Seperti juga yang disebutkan dalam ayat lain melalui firman-Nya:

لِلَّذِينَ أَحْسَنُوا الْحُسْنَى وَزِيَادَةٌ


Bagi orang yang berbuat baik, ada pahala yang terbaik (surga) dan tambahannya." (Qs. Yunus: 26)


2.     Seseorang tidak akan diadzab karena dosa orang lain, melainkan dia diadzab karena dosa yang diperbuat olehnya. Allah Ta'ala berfirman:


وَلَا تَزِرُ وَازِرَةٌ وِزْرَ أُخْرَىٰ ۚ وَإِنْ تَدْعُ مُثْقَلَةٌ إِلَىٰ حِمْلِهَا لَا يُحْمَلْ مِنْهُ شَيْءٌ وَلَوْ كَانَ ذَا قُرْبَىٰ

"Dan orang yang berdosa tidak akan memikul dosa orang lain. Dan jika seseorang yang dibebani berat dosanya memanggil (orang lain) untuk memikul bebannya itu tidak akan dipikulkan sedikit pun, meskipun (yang dipanggilnya itu) kaum kerabatnya." (QS. Fathir: 18)

Ketika di hari kiamat nanti seseorang yang datang dengan dosa-dosa yang berat lalu dia memanggil kerabatnya untuk turut memikul sebagian dosanya agat dapat meringankannya maka mereka sama sekali tidak akan pernah mau melakukan hal tersebut. Hal ini menunjukan bahwa masing-masing orang benar-benar bertanggung jawab atas amal perbuatannya ketika di dunia.


Peringatan:

·        Seseorang tidak akan dihukum karena dosa orang lain demikian pula tidak akan diberi pahala atas amal kebaikan orang lain kecuali dia menjadi sarana atas terlaksananya perbuatan dosa atau amal yang dimaksud. Hal ini berdasarkan keumuman nash, diantaranya:

- Abu Mas'ud al-Anshori radhiyallahu 'anhu berkata:

جَاءَ رَجُلٌ إِلَى النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقَالَ إِنِّي أُبْدِعَ بِي فَاحْمِلْنِي فَقَالَ مَا عِنْدِي فَقَالَ رَجُلٌ يَا رَسُولَ اللَّهِ أَنَا أَدُلُّهُ عَلَى مَنْ يَحْمِلُهُ فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مَنْ دَلَّ عَلَى خَيْرٍ فَلَهُ مِثْلُ أَجْرِ فَاعِلِهِ

"Seorang laki-laki datang kepada Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam seraya berkata, "Wahai Rasulullah, jalan kami telah terputus karena hewan tungganganku telah mati, oleh karena itu bawalah saya dengan hewan tunggangan yang lain." Maka beliau bersabda: "Saya tidak memiliki (hewan tunggangan yang lain)." Tiba-tiba ada seorang laki-laki yang berkata, "Wahai Rasulullah, saya dapat menunjukkan seseorang yang dapat membawanya (memperoleh penggantinya)." Maka beliau bersabda: "Barangsiapa dapat menunjukkan suatu kebaikan, maka dia akan mendapatkan pahala seperti orang yang melakukannya." (HR. Muslim)

Semoga bermanfaat.


Wabillahi Taufiq

------------------
Diatas pesawat dari jeddah menuju Indonesia:

3 - Syawal - 1440 H
6 - Juni - 2019 M



Kamis, 06 Juni 2019

Mengirim Pahala Kepada Mayyit


بِسۡمِ ٱللَّهِ ٱلرَّحۡمَٰنِ ٱلرَّحِيمِ 

Acara tahlilan atau acara pengiriman pahala bacaan kepada mayyit atau roh merupakan tradisi yang telah membudaya di kalangan masyarakat atau dengan kata lain telah menjadi budaya masyarakat muslim di tanah air.

Pada umumnya dalam acara tersebut sering dibacakan ayat-ayat tertentu dari Al-Qur’an, bacaan LAA ILAAHA ILLALLAH, SUBHANALLAH, dan   lain-lain dimana pahala dari bacaan-bacaan tersebut dihadiahkan atau dikirim kepada mayyit atau roh tertentu atau arwah kaum muslimin pada umumnya.

Satu hal yang belum diketahui oleh kaum muslimin ialah bahwa amalan TAHLILAN dan SELAMATAN yang pahalanya dikirimkan kepada mayyit bertentangan dengan pendapat para ulama dari kalangan MADZHAB SYAFI’I termasuk IMAM SYAFI’I sendiri. Jika ada pendapat lain dari kalangan madzhab tersebut maka jumlahnya sangat sedikit dan tentu pendapat tersebut dipandang lemah sebab bertentangan dengan ajaran Al-Qur’an (Ayat 39 Surat An-Najm dan Sunnah Nabi serta Sahabat-Sahabatnya).

IMAM AN- NAWAWI dalam Kitabnya SYARAH MUSLIM menyebutkan :

“Adapun bacaan Qur’an (yang pahalanya dikirimkan kepada mayyit), maka yang masyhur dalam Madzhab Syafi’i tidak dapat sampai kepada mayyit yang dikirimi. Sedang dalilnya Imam Syafi’i dan Syafi’iyah yaitu firman Allah ... yang artinya:

“Dan seseorang tidak akan memperoleh melainkan pahala yang ia usahakan” dan sabda Nabi yang artinya:

“Apabila manusia telah meninggal dunia, maka terputuslah amal usahanya kecuali 3 perkara, (1) amal jariyah (sedekah), (2) ilmu yang bermanfaat, (3) anak soleh yang mendoakannya”. (An-Nawawi dalam Syarah Muslim Juz 1 Halaman 60).
IMAM AN- NAWAWI juga menyebutkan dalam kitabnya TAKMILATUL MAJMU’ SYARAH MUHADZAB sebagai berikut:

“Adapun bacaan Qur’an dan mengirimkan pahalanya untuk mayyit dan mengganti sholatnya mayyit (yang ditinggalkan oleh si mayyit semasa hidupnya), dan sebagainya, menurut Imam Syafi’i dan Jumhur Ulama adalah tidak dapat sampai kepada mayyit yang dikirimi dan keterangan seperti ini telah diulang- ulang oleh Imam Nawawi di dalam kitabnya Syarah Muslim. (As-Subuki, Takmilatul Majmu’ Syarah Muhadzab Juz 10 Halaman 426)

AL-HAITAMI di dalam Kitabnya AL-FATAWA AL-QUBRA AL-FIQHIYAH mengatakan :

“Mayyit tidak boleh dibacakan apapun berdasarkan keterangan yang mutlak dari ulama Mutakaddimin (terdahulu) bahwa bacaan (yang pahalanya dikirimkan kepada mayyit) adalah tidak dapat sampai kepadanya,  sebab pahala bacaan itu adalah untuk pembacanya saja sedang pahala hasil amalan tidak dapat dipindahkan dari amil (yang mengamalkan) perbuatan itu. Allah berfirman yang artinya:

“Dan manusia tidak memperoleh kecuali pahala dari hasil usahanya sendiri”. (Juz 2 Halaman 9)

IMAM MUZANI di dalam HAMISY AL UM mengatakan:

“Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wa Sallam memberitahukan sebagaimana yang diberitakan Allah bahwa dosa seseorang akan menimpa dirinya sendiri seperti halnya amalnya adalah untuk dirinya sendiri bukan untuk orang lain dan tidak dapat dikirimkan kepada orang lain.

(Tepi Al Um Syafi’i Juz 7 Halaman 269)

IMAM AL-KHAZIM di dalam Tafsirnya mengatakan:  
“Dan masyhur dalam Madzhab Syafi’i bahwa bacaan Qur’an (yang pahalanya dikirimkan kepada mayyit) adalah tidak dapat sampai kepada mayyit yang dikirimi. (Al Jamal Juz 4 Halaman 236)

Dalam TAFSIR JALALAIN Juz 2 Halaman 197 disebutkan: “Maka seseorang tidak memperoleh pahala sedikitpun dari hasil usaha orang lain.

IBNU KATSIR dalam Tafsirnya, TAFSIRUL QURANIL AZHIM mengatakan (dalam rangka menafsirkan ayat 39 An-Najm):

“Yakni, sebagaimana dosa seseorang tidak dapat menimpa kepada orang lain, demikian juga manusia tidak dapat memperoleh pahala melainkan dari hasil amalnya sendiri, dan dari ayat yang mulia ini (ayat 39 An-Najm), Imam As-Syafi’i radhiyallahu ta’ala anhu dan ulama-ulama yang mengikutinya mengambil kesimpulan bahwa bacaan yang pahalanya dikirimkan kepada mayyit adalah tidak dapat sampai karena bukan dari hasil usahanya sendiri.

Oleh karena itu Rasulullah shallallahu ‘Alaihi Wa Sallam tidak pernah menganjurkan umatnya untuk mengamalkan (mengirimkan pahala bacaan), dan tidak pernah memberikan bimbingan, baik dengan nash maupun dengan isyarat, dan tidak ada seorang sahabat pun yang pernah mengamalkan perbuatan tersebut. Kalau toh amalan semacam itu memang baik, tentu mereka lebih dahulu mengerjakannya, padahal amalan qurban (mendekatkan diri kepada Allah) hanya terbatas yang ada nash-nashnya (dalam Al-Qur’an dan Sunnah Rasulullah shallallahu ‘Alaihi Wa Sallam) dan tidak boleh dipalingkan dengan qiyas- qiyas dan pendapat-pendapat.

Demikian di antara berbagai pendapat para ulama Syafi’iyah mengenai acara TAHLILAN atau acara pengiriman pahala bacaan kepada mayyit atau roh, yang ternyata para ulama Syafi’iyah mempunyai satu pandangan, yaitu bahwa mengirimkan pahala bacaan Qur’an kepada mayyit atau roh tidak akan sampai kepada mayyit atau roh yang dikirimi. Terlebih lagi jika yang dibacakan adalah bacaan lain selain Al-Qur’an,
tentu hal ini lebih tidak dapat sampai kepada mayyit yang dikirimi.
Jika telah jelas bahwa pengiriman pahala tersebut  tidak dapat sampai, maka acara yang seperti itu adalah acara yang sia-sia atau dengan kata lain merupakan tabdzir,  padahal Islam melarang umatnya dari perbuatan yang sia-sia dan tabdzir.

Adapun dasar hukum dari pendapat para ulama Syafi’iyah adalah firman Allah Subhanahu Wa Ta’ala dalam surat An-Najm ayat 39 dan hadits Nabi Shollallahu ‘Alaihi Wa Sallam mengenai terputusnya amal manusia apabila ia telah meninggal dunia kecuali 3 hal, yaitu sedekah jariyah, ilmu yang bermanfaat, dan anak yang soleh, baik laki-laki maupun perempuan yang berdoa untuk orang tuanya.
Kemudian bagaimana jika setelah tahlilan membaca doa: ALLAHUMMA AUSHIL TSAWABA MAA WARAINAAHU ILA RUHU FULAN (Ya Allah, sampaikanlah pahala bacaan kami tadi kepada roh Fulan)?

Pertanyaan ini dapat dijawab sebagai berikut:
Ulama telah sepakat bahwa pengiriman pahala bacaan itu tidak dapat sampai kepada roh yang dikirimi sebab bertentangan dengan firman Allah ayat 39 An-Najm.

Adalah sangat janggal jika kita mengirimkan pahala bacaan kepada mayyit yang jelas-jelas telah melanggar syariat-Nya, tetapi kemudian kita memohon agar perbuatan yang melanggar syariat itu diberi pahala dan lebih dari itu kita memohon lagi agar pahalanya dapat diberikan kepada roh Fulan dan Fulan.

Sehingga sangat tidak logis jika kita berdoa seperti itu setelah tahlilan dan tetap hal ini tidak dapat dibenarkan karena terjadi hal-hal yang kontradiktif (bertentangan) yaitu di satu pihak doa adalah ibadah dan di pihak lain amalan mengirim pahala bacaan merupakan amalan yang sia-sia yang melanggar syariat yang kemudian dari amalan tersebut kita memohon agar diberi pahala dan pahalanya disampaikan kepada roh.

Wallahu Waliyuttaufiq

Oleh : Al – Ustadz Junaid Ibrahim Iha Hafizhahullah