Berkata Asy
Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab rahimahullah, dalam kitab beliau Tsalatsatul
Ushul, "Diantara permasalahan yang wajib dipelajari, diketahui
dan diamalkan oleh setiap muslim dan muslimah, adalah:
ان من اطاع الرسول ووحد الله لا يجوز له موالاة من حاد
الله ورسوله ولو كان اقرب قريب
‘Barang siapa yang menaati Rasul dan mentauhidkan
Allah, maka dia tidak boleh bersikap loyal kepada orang yang memusuhi Allah dan
RasulNya, meskipun dia adalah kerabat yang paling dekat.”
Dalilnya adalah firman Allah Ta’ala:
لَّا تَجِدُ قَوۡمٗا
يُؤۡمِنُونَ بِٱللَّهِ وَٱلۡيَوۡمِ ٱلۡأٓخِرِ يُوَآدُّونَ مَنۡ حَآدَّ ٱللَّهَ
وَرَسُولَهُۥ وَلَوۡ كَانُوٓاْ ءَابَآءَهُمۡ أَوۡ أَبۡنَآءَهُمۡ أَوۡ
إِخۡوَٰنَهُمۡ أَوۡ عَشِيرَتَهُمۡۚ أُوْلَٰٓئِكَ كَتَبَ فِي قُلُوبِهِمُ ٱلۡإِيمَٰنَ
وَأَيَّدَهُم بِرُوحٖ مِّنۡهُۖ وَيُدۡخِلُهُمۡ جَنَّٰتٖ تَجۡرِي مِن تَحۡتِهَا ٱلۡأَنۡهَٰرُ
خَٰلِدِينَ فِيهَاۚ رَضِيَ ٱللَّهُ عَنۡهُمۡ وَرَضُواْ عَنۡهُۚ أُوْلَٰٓئِكَ
حِزۡبُ ٱللَّهِۚ أَلَآ إِنَّ حِزۡبَ ٱللَّهِ هُمُ ٱلۡمُفۡلِحُونَ ٢٢
“Kamu tidak akan mendapati sesuatu kaum yang beriman
kepada Allah dan hari akhir, saling kasih sayang dengan orang-orang yang
menentang Allah dan RasulNya, sekalipun orang-orang itu bapak-bapak, atau
anak-anak, atau saudara-saudara, ataupun keluarga mereka. Mereka itulah
orang-orang yang Allah telah menanamkan keimanan dalam hati mereka dan
menguatkan mereka dengan pertolongan yang datang dari padaNya. Dan Dia masukkan
mereka kedalam surga yang mengalir dibawahnya sungai-sungai, mereka kekal
didalamnya. Allah ridha kepada mereka dan merekapun merasa puas terhadap
limpahan rahmatNya. Mereka itulah golongan Allah. Ketahuilah, bahwa
sesungguhnya golongan Allah itulah golongan yang beruntung.” (QS. Al
Mujadalah: 22)
PENJELASAN SINGKAT:
Hal ini menunjukkan suatu kaidah yang sangat mulia. Kaidah yang agung, yang merupakan prinsip islam. Yakni wajib adanya Al Wala' wal Bara' (prinsip loyalitas dan berlepas diri). Ia merupakan ciri orang beriman.
Orang yang beriman tidak boleh menjadikan musuh-musuh
Allah sebagai teman setia, sebagai pelindung, dan seterusnya. Sebab barang
siapa yang loyal dalam permasalahan agama kepada orang-orang kafir, maka ia
dihukumi sama dengan mereka, mereka disebutkan Allah dalam ayatnya (QS. Al-Maidah:
51) sebagai kaum yang dzolim yang Allah tidak memberi hidayah kepadanya.
Maka prinsip Al Wala' wal Bara' ini dibangun semata-mata dan mutlak hanya kepada dan karena Allah dan RasulNya saja.
Wala' kepada orang-orang yang menaati Allah dan
RasulNya, dan orang-orang yang berjalan diatas atsar dan jalannya salafush
sholih. Kemudian, bara' kepada mereka yang menetang Allah, kepada musuh-musuh
Allah, kepada mereka yang menyimpang dari Al-Haq. Demikianlah wala' wal
bara' sesungguhnya. Batasan Wala' wal bara', bukanlah karena se-
partai, atau karena se-kelompok, atau karena se-golongan, atau karena keluarga,
dan seterusnya.
Sehingga, amat sangat disayangkan manakala seseorang
menyalah artikan prinsip yang agung ini. Hinggapun, wala' wal bara'nya bukan
lagi kepada dan karena Allah, melainkan karena organisasinya, melainkan kepada
kelompoknya.
Maka, dalam permasalahan ini cukuplah Nabi
Ibrahim sebagai suri tauladan bagi kita. Nabi Ibrahim, seorang yang Allah telah
jadikan sebagai kekasihNya, seorang yang berpegang teguh pada prinsip Al
wala' wal bara' ini. Dan yang menjadi tolak ukur baginya adalah aqidah
dan agama, bukan selainnya.
Maka, prinsip wala wal bara' ini harus tegas dan nampak. Bukan hanya kepada orang-orang kafir, namun pada setiap orang yang menyelisi Al-Qur'an dan sunnah dengan pemahaman yang benar.
-Wallahu A'lam-
(Disadur dan diringkas dari: Kajian kitab Tsalatsatul
Ushul fii Ma'had daarul Hadits Jayapura, sabtu- 19/09/2015, oleh Al-Ustadz
Junaid Ibrahim Iha hafizhahullah).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar