Jumat, 26 Oktober 2018

Al-Wala' Wal Bara'


Berkata Asy Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab rahimahullah, dalam kitab beliau Tsalatsatul Ushul, "Diantara permasalahan yang wajib  dipelajari, diketahui dan diamalkan  oleh setiap muslim dan muslimah, adalah:

ان من اطاع الرسول ووحد الله لا يجوز له موالاة من حاد الله ورسوله ولو كان اقرب قريب

‘Barang siapa yang menaati Rasul dan mentauhidkan Allah, maka dia tidak boleh bersikap loyal kepada orang yang memusuhi Allah dan RasulNya, meskipun dia adalah kerabat yang paling dekat.”

Dalilnya adalah firman Allah Ta’ala:

لَّا تَجِدُ قَوۡمٗا يُؤۡمِنُونَ بِٱللَّهِ وَٱلۡيَوۡمِ ٱلۡأٓخِرِ يُوَآدُّونَ مَنۡ حَآدَّ ٱللَّهَ وَرَسُولَهُۥ وَلَوۡ كَانُوٓاْ ءَابَآءَهُمۡ أَوۡ أَبۡنَآءَهُمۡ أَوۡ إِخۡوَٰنَهُمۡ أَوۡ عَشِيرَتَهُمۡۚ أُوْلَٰٓئِكَ كَتَبَ فِي قُلُوبِهِمُ ٱلۡإِيمَٰنَ وَأَيَّدَهُم بِرُوحٖ مِّنۡهُۖ وَيُدۡخِلُهُمۡ جَنَّٰتٖ تَجۡرِي مِن تَحۡتِهَا ٱلۡأَنۡهَٰرُ خَٰلِدِينَ فِيهَاۚ رَضِيَ ٱللَّهُ عَنۡهُمۡ وَرَضُواْ عَنۡهُۚ أُوْلَٰٓئِكَ حِزۡبُ ٱللَّهِۚ أَلَآ إِنَّ حِزۡبَ ٱللَّهِ هُمُ ٱلۡمُفۡلِحُونَ ٢٢  

“Kamu tidak akan mendapati sesuatu kaum yang beriman kepada Allah dan hari akhir, saling kasih sayang dengan orang-orang yang menentang Allah dan RasulNya, sekalipun orang-orang itu bapak-bapak, atau anak-anak, atau saudara-saudara, ataupun keluarga mereka. Mereka itulah orang-orang yang Allah telah menanamkan keimanan dalam hati mereka dan menguatkan mereka dengan pertolongan yang datang dari padaNya. Dan Dia masukkan mereka kedalam surga yang mengalir dibawahnya sungai-sungai, mereka kekal didalamnya. Allah ridha kepada mereka dan merekapun merasa puas terhadap limpahan rahmatNya. Mereka itulah golongan Allah. Ketahuilah, bahwa sesungguhnya golongan Allah itulah golongan yang beruntung.” (QS. Al Mujadalah: 22)


PENJELASAN SINGKAT:

Hal ini menunjukkan suatu kaidah yang sangat mulia. Kaidah yang agung, yang merupakan prinsip islam. Yakni wajib adanya Al Wala' wal Bara' (prinsip loyalitas dan berlepas diri). Ia merupakan ciri orang beriman. 

Orang yang beriman tidak boleh menjadikan musuh-musuh Allah sebagai teman setia, sebagai pelindung, dan seterusnya. Sebab barang siapa yang loyal dalam permasalahan agama kepada orang-orang kafir, maka ia dihukumi sama dengan mereka, mereka disebutkan Allah dalam ayatnya (QS. Al-Maidah: 51) sebagai kaum yang dzolim yang Allah tidak memberi hidayah kepadanya.

Maka prinsip Al Wala' wal Bara' ini dibangun semata-mata dan mutlak hanya kepada dan karena Allah dan RasulNya saja. 

Wala' kepada orang-orang yang menaati Allah dan RasulNya, dan orang-orang yang berjalan diatas atsar dan jalannya salafush sholih. Kemudian, bara' kepada mereka yang menetang Allah, kepada musuh-musuh Allah, kepada mereka yang menyimpang dari Al-Haq. Demikianlah  wala' wal bara' sesungguhnya. Batasan Wala' wal bara',  bukanlah karena se- partai, atau karena se-kelompok, atau karena se-golongan, atau karena keluarga, dan seterusnya. 

Sehingga, amat sangat disayangkan manakala seseorang menyalah artikan prinsip yang agung ini. Hinggapun, wala' wal bara'nya bukan lagi kepada dan karena Allah, melainkan karena organisasinya, melainkan kepada kelompoknya.

Maka, dalam permasalahan ini  cukuplah Nabi Ibrahim sebagai suri tauladan bagi kita. Nabi Ibrahim, seorang yang Allah telah jadikan  sebagai kekasihNya, seorang yang berpegang teguh pada prinsip Al wala' wal bara' ini. Dan  yang menjadi tolak ukur baginya adalah aqidah dan agama, bukan selainnya.

Maka, prinsip wala wal bara' ini harus tegas dan nampak. Bukan hanya kepada orang-orang kafir, namun pada setiap orang yang menyelisi Al-Qur'an dan sunnah dengan pemahaman yang benar.

-Wallahu A'lam-

(Disadur dan diringkas dari: Kajian kitab Tsalatsatul Ushul fii Ma'had daarul Hadits Jayapura, sabtu- 19/09/2015, oleh Al-Ustadz Junaid Ibrahim Iha hafizhahullah).



Senin, 22 Oktober 2018

Andai Kita Merenung

Andai kita boleh sama-sama merenung, maka marilah kita merenungi masalah yang kami cantumkan berikut ini:

Banyak impian yang terlintas namun semuanya sulit dicapai, terlepaslah harapan demi harapan jika yang ada hanya harapan tanpa amalan.

Jika boleh aku berkata, tinggalkanlah sesuatu yang tak mungkin digapai lagi.

Sungguh engkau mencari kebenaran pada tempat yang salah andai engkau tidak punya keberanian.

Barangsiapa yang melangkah maju satu langkah, sungguh dia telah mendapatkan satu kesempatan.

Kecerdasan dapat membuat seseorang bisa menundukan dunia, namun sayangnya kebanyakan manusia tersenyum ataupun tertawa karena apa yang keluar dari lisan seseorang.

Padahal lisan adalah pedang bermata dua, jika seseorang menggunakannya untuk kebaikan maka dia akan menjadi nikmat, namun jika seseorang menggunakannya untuk keburukan maka dia akan menjadi bencana.

Sebagian ahli hikmah berkata: "Jika lisanmu baik maka kebaikan yang kan engkau dapat, namun jika lisanmu buruk maka keburukanlah yang kan engkau tuai."

Ingatlah ! Setiap apa yang diucapkan oleh seorang hamba, akan dicatat dan ditampakkan pada hari kiamat.

Allah Ta'ala berfirman:

وَإِنَّ عَلَيْكُمْ لَحَافِظِينَ . كِرَامًا كَاتِبِينَ . يَعْلَمُونَ مَا تَفْعَلُونَ

"Sesungguhnya bagi kamu ada malaikat-malaikat yang mengawasi, yang mulia (disisi Allah) yang mencatat (amalan-amalanmu), mereka mengetahui apa yang kamu kerjakan." (QS. Al-Infithar: 10)

Bahkan tidakkah kita mengetahui bahwa Allah mempunyai para malaikat yang senantiasa saling bergantian mengunjungi dan menjaga hamba-hambaNya?

Rasulullah ﷺ bersabda :

يَتَعَاقَبُونَ فِيكُمْ مَلَائِكَةٌ بِاللَّيْلِ وَمَلَائِكَةٌ بِالنَّهَارِ وَيَجْتَمِعُونَ فِي صَلَاةِ الْفَجْرِ وَصَلَاةِ الْعَصْرِ ثُمَّ يَعْرُجُ الَّذِينَ بَاتُوا فِيكُمْ فَيَسْأَلُهُمْ وَهُوَ أَعْلَمُ بِهِمْ كَيْفَ تَرَكْتُمْ عِبَادِي فَيَقُولُونَ تَرَكْنَاهُمْ وَهُمْ يُصَلُّونَ وَأَتَيْنَاهُمْ وَهُمْ يُصَلُّونَ

"Para Malaikat malam dan Malaikat siang silih berganti mendatangi kalian. Dan mereka berkumpul saat shalat Fajar (Subuh) dan 'Ashar. Kemudian Malaikat yang menjaga kalian naik ke atas hingga Allah Ta'ala bertanya kepada mereka, dan Allah lebih mengetahui keadaan mereka (para hamba-Nya): 'Dalam keadaan bagaimana kalian tinggalkan hamba-hambaKu? ' Para Malaikat menjawab: 'Kami tinggalkan mereka dalam keadaan sedang mendirikan shalat. Begitu juga saat kami mendatangi mereka, mereka sedang mendirikan shalat'." (HR. Bukhari)

Allah Ta'ala mengabarkan keadaan hari kiamat tatkala manusia merasa kaget disaat seluruh amalan mereka ditampakan dan tidak seorangpun dizholimi pada hari itu.

Allah Ta'ala berfirman :

وَوُضِعَ الْكِتَابُ فَتَرَى الْمُجْرِمِينَ مُشْفِقِينَ مِمَّا فِيهِ وَيَقُولُونَ يَا وَيْلَتَنَا مَالِ هَٰذَا الْكِتَابِ لَا يُغَادِرُ صَغِيرَةً وَلَا كَبِيرَةً إِلَّا أَحْصَاهَا ۚ وَوَجَدُوا مَا عَمِلُوا حَاضِرًا ۗ وَلَا يَظْلِمُ رَبُّكَ أَحَدًا

"Dan (ketika) diletakkan kitab (catatan amal perbuatan), lalu kamu melihat orang-orang yang berdosa ketakutan terhadap apa yang (tertulis) padanya, dan mereka berkata: "Aduhai celakalah kami kitab apakah(ini) yang tidak meninggalkan (perkara) yang kecil maupun yang besar, melainkan ia mencatat semuanya. Dan mereka dapati apa yang telah mereka kerjakan (tertulis) padanya. Dan Rabbmu tidak menzholimi seorangpun." (QS. Al-Kahfi: 49)

Saudaraku!
Tidaklah setiap apa yang keluar dari lisan seseorang kecuali dihadapannya ada dia malaikat yang mencatatnya.

Asy-Syaekh Sholih Fauzan berkata:

من جملة الكبائر ما يصدر عن الإنسان من الكلام الذي يتساهل فيه كثير من الناس ، و يظنون أنه قد قيل و انتهى ، و ليس الأمر كذالك ....

"Diantara sejumlah dosa besar yang terjadi pada manusia adalah sebab ucapan yang kebanyakan manusia bermudah-mudah terhadapnya(menggampang-gampangkan), dan mereka menyangka bahwa masalahnya hanya sekedar diucapkan terus selesai, padahal tidak demikian ... (sampai pada ucapan beliau ucapan itu bisa menjadi kebaikan atau bisa menjadi bencana bagimu)." (Lihat Syarh Al-Kaba'ir syaekh Muhammad bin Abdul Wahhab oleh syaekh Sholih Fauzan)

Saudaraku!
Jika kita telah mengetaui bahwa lisan adalah pisau yang bermata dua maka tentunya kita harus berhati-hati dalam bermain-main dengan pisau tersebut agar tidak tersayat karena salah memegangnya.

Wallahu Waliyut Taufiq

✏Al-Ustadz Junaid Ibrahim Iha hafizhahullah


Selasa, 16 Oktober 2018

Bersahaja Dan Bersikap Zuhud

بسم الله الرحمن الرحيم

Sesungguhnya cinta pada dunia merupakan salah satu penyebab kerasnya hati dan rintangan di jalan Allah Ta’ala. Sedangkan sikap zuhud terhadap kehidupan dunia adalah penyebab kelembutan dan kekhusyu'an hati.

Karenya berhati-hatilah dengan sikap bersenang-senang dan memperbanyak harta di dunia. Perbanyaklah melatih diri dan jiwa untuk zuhud, bacalah buku-buku yang menganjurkan kepada semua hal tersebut. Perhatikanlah petunjuk Nabi dalam hal zuhud dan pelajarilah manhajnya dalam menjalani hidup penuh kesederhanaan, baik dalam sikap makan, minum dan berpakaian serta kesederhanaan dalam perabotan rumah tangga.

Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu menuturkan:

 مَا شَبِعَ آلُ مُحَمَّدٍ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مِنْ طَعَامٍ ثَلَاثَةَ أَيَّامٍ حَتَّى قُبِضَ

“Keluarga Nabi Muhammad Shallallahu ‘alaihi Wa Sallam tidak pernah kenyang dengan makanan selama tiga hari, hingga beliau wafat.” (HR. Bukhari 4955)

Aisyah radhiyallahu ‘anha menuturkan:

مَا شَبِعَ آلُ مُحَمَّدٍ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مُنْذُ قَدِمَ الْمَدِينَةَ مِنْ طَعَامِ بُرٍّ ثَلَاثَ لَيَالٍ تِبَاعًا حَتَّى قُبِضَ

“Keluarga Muhammad Shallallahu 'alaihi Wa Sallam sejak tiba di Madinah tidak pernah kenyang makanan gandum selama tiga hari berturut-turut hingga beliau wafat.” (HR. Muslim: 5274)

Suatu ketika Aisyah radhiyallahu ‘anha pernah berkata kepada ‘Urwah: “Wahai keponakanku, sungguh kami melihat tiga kali bulan sabit dalam dua bulan, dan selama itu api tidak pernah dinyalakan di rumah-rumah Rasulullah”. Lalu aku (‘Urwah) berkata: “Apa yang kalian makan untuk bertahan hidup?” Aisyah menjawab: “Al-Aswadaan yaitu kurma dan air, hanya saja Rasulullah mempunyai tetangga dari kaum Anshor yang menyimpan susu di rumah-rumah mereka dan memberikannya dari rumah-rumah mereka untuk kami minum.” (HR. Bukhari: 6459 dan Muslim: 2972)

Dan masih banyak lagi riwayat yang berkisah tentang makanan Rasulullah Shallallahu 'alaihi Wa Sallam dan kesederhanaannya. Adapun dalam hal tempat tidur maka Aisyah radhiyallahu 'anha berkisah:

إِنَّمَا كَانَ فِرَاشُ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ الَّذِي يَنَامُ عَلَيْهِ أَدَمًا حَشْوُهُ لِيفٌ

“Kasur Rasulullah Shallallahu 'alaihi Wa Sallam yang biasa beliau pergunakan untuk tidur adalah terbuat dari kulit yang isinya sabut pohon kurma.” (HR. Muslim: 3883)

Suatu ketika Rasulullah menepuk pundak Ibnu Umar, seraya bersabda:

 كُنْ فِي الدُّنْيَا كَأَنَّكَ غَرِيبٌ أَوْ عَابِرُ سَبِيلٍ

“Jadilah engkau di dunia ini seakan-akan orang asing atau seorang pengembara.” (HR. Bukhari: 5937)

Ibnu Umar radhiyallahu ‘anhuma pernah berkata:

إِذَا أَمْسَيْتَ فَلَا تَنْتَظِرْ الصَّبَاحَ وَإِذَا أَصْبَحْتَ فَلَا تَنْتَظِرْ الْمَسَاءَ وَخُذْ مِنْ صِحَّتِكَ لِمَرَضِكَ وَمِنْ حَيَاتِكَ لِمَوْتِكَ

“Bila kamu berada di sore hari, maka janganlah kamu menunggu datangnya waktu pagi, dan bila kamu berada di pagi hari, maka janganlah menunggu waktu sore, pergunakanlah waktu sehatmu sebelum sakitmu, dan hidupmu sebelum matimu.” (Riwayat Bukhari: 5937)

Wahai saudaraku !
Marilah kita jalani hidup ini seperti layaknya orang asing dan para pengembara, baik dalam hal perilaku, makan, minum dan tempat tinggal. Hendaklah kita selalu memperhatikan agar bisa sampai ke tempat kembali yang sesungguhnya. Dan hendaklah kita beramal shalih seolah-olah kita melihat hari kiamat dengan mata kita sendiri, kita memanfaatkan waktu sehat sebelum datang sakit, kita isi waktu-waktu kita dengan ibadah dan ketaatan, kita manfaatkan hidup ini agar selamat dari hal-hal yang menakutkan yang akan terjadi setelah kematian.

Sebagaimana kehidupan orang-orang shalih sebelum kita, mereka telah mengorbankan tenaga, waktu, pikiran dan rela hidup sederhana demi menempuh jalan keselamatan, akhirat menjadi tujuan mereka. Mereka tidak menggunakan akhirat untuk meraih dunia, akan tetapi mereka menanggalkan dunia untuk akhiratnya.

Nasihat ini kutuliskan teruntuk diriku dan saudara-saudaraku sesama muslim, terutama kepada para da'i yang telah memutuskan dirinya menjadi pelopor yang selalu berada pada barisan terdepan dalam setiap kebaikan yang tentu dengan kadar kesanggupan masing-masing.

Wallahu Waliyut Taufiq

Penulis: Al-Ustadz Junaid Ibrahim Iha hafizhahullah


Kamis, 11 Oktober 2018

Perisai Dari Azab Allah


بسم الله الرحمن الحيم
ظهر الفساد في البر و البحر بما كسبت أيدي الناس ليذيقهم بعض الذي عملوا لعلهم يرجعون

“Telah nyata dimuka bumi kerusakan di daratan dan di lautan sebagai akibat dari perbuatan manusia, agar Allah merasakan kepada mereka sebagian dari apa yang mereka kerjakan, semoga dengan itu mereka kembali kepada kebenaran.” (QS. Ar-Rum: 41)

Ibnu Abbas radhiyallahu ‘anhu berkata: “Kerusakan itu adalah berkurangnya berkah karena ulah para hamba Allah, agar dengan demikian mereka mau bertaubat.” (Lihat tafsir Ibnu Abi Hatim)

Dengan memperhatikan ayat diatas dan penjelasan Ibnu Abbas radhiyallahu ‘anhu, maka dapat kita pahami bahwa terkadang azab yang Allah turunkan kepada manusia itu berfungsi sebagai peringatan kepada manusia atas perbuatan mereka dengan maksud agar mereka kembali dari ketersesatan atau kezholiman mereka.

Dan diantara rahmat Allah Ta’ala adalah Allah memberikan kepada manusia jaminan keamanan dari azab-Nya sebagai bentuk perlindungan kepada mereka.

Allah Ta'ala berfirman:

وَمَا كَانَ ٱللَّهُ لِيُعَذِّبَهُمۡ وَأَنتَ فِيهِمۡۚ وَمَا كَانَ ٱللَّهُ مُعَذِّبَهُمۡ وَهُمۡ يَسۡتَغۡفِرُونَ 

Dan Allah tidak menurunkan azab atas mereka sedangkan engkau ada ditengah-tengah mereka. Dan juga Allah tidak akan mengazab mereka sedangkan mereka meminta ampun kepada Allah.”  (QS. Al-Anfal: 33)

Dalam ayat yang mulia ini Allah Ta’ala menegaskan bahwa terhalangnya azab kepada manusia, dengan dua sebab yakni:
1.     Keberadaan Rasulullah Shallallahu  'alaihi Wa Sallam ditengah-tengah mereka (ini terjadi tatkala Rasulullah Shallallahu  'alaihi Wa Sallam masih hidup).
2.     Senantiasa memohon ampunan kepada Allah Ta'ala.

Rasulullah Shallallahu 'alaihi Wa Sallam bersabda:

أنزل الله علي أمانين لأمتي وما كان الله معذبهم و هم يستغفرون فإذا مضيت تركت فيهم الإستغفارإلى يوم القيامة

Allah telah menurunkan kepadaku dua jaminan keamanan bagi ummatku; (1) Dan tidaklah Allah akan menyiksa mereka sedang engkau ada di tengah-tengah mereka, dan (2) Dan Allah tidak akan menyiksa mereka sedangkan mereka meminta ampun/ beristigfar. Maka apabila aku meninggal dunia, aku tinggalkan dikalangan mereka jaminan keamanan yang lainnya, yaitu al-istighfar yang jaminan ini berlaku sampai hari kiamat.” (HR. Tirmidzi)

Maka dari itu hendaklah kita memperbanyak beristighfar kepada Allah Ta’ala sebagai suatu bentuk ketundukan kita dan kesadaran akan kelemahan kita sebagai manusia yang lemah dan seorang yang jatuh dan terjatuh ke dalam dosa kepada Allah Ta’ala.

Semoga pembahasan ini dapat bermanfaat bagi kita Insyaallah.

Wallahu Waliyu Taufiq

Al-Ustadz Junaid Ibrahim Iha hafizhahullah





Minggu, 07 Oktober 2018

"Nasehat untukmu Wahai Muslimah"


بسم الله الرحمن الرحيم

Pada kajian kali ini, kami kembali menuliskan beberapa wasiat kepada kaum hawa karena besarnya peran mereka ditengah masyarakat, sehingga sebagian ahli hikmah berkata; Wanita adalah kunci keamanan masyarakat. Nasihat ini kami beri judul: 

■■ANTARA WANITA DAN KENIKMATAN DUNIA■■

Allah Ta'ala berfirman:

يَٰٓأَيُّهَا ٱلنَّبِيُّ قُل لِّأَزۡوَٰجِكَ إِن كُنتُنَّ تُرِدۡنَ ٱلۡحَيَوٰةَ ٱلدُّنۡيَا وَزِينَتَهَا فَتَعَالَيۡنَ أُمَتِّعۡكُنَّ وَأُسَرِّحۡكُنَّ سَرَاحٗا جَمِيلٗا 

Wahai Nabi! Katakanlah kepada istri-istrimu, “Jika kamu menginginkan kehidupan di dunia dan perhiasannya, maka kemarilah agar kuberikan kepadamu mut‘ah dan aku ceraikan kamu dengan cara yang baik.” (QS. Al-Ahzab: 28)

وَإِن كُنتُنَّ تُرِدۡنَ ٱللَّهَ وَرَسُولَهُۥ وَٱلدَّارَ ٱلۡأٓخِرَةَ فَإِنَّ ٱللَّهَ أَعَدَّ لِلۡمُحۡسِنَٰتِ مِنكُنَّ أَجۡرًا عَظِيمٗا 

Dan jika kamu menginginkan Allah dan Rasul-Nya dan negeri akhirat, maka sesungguhnya Allah menyediakan pahala yang besar bagi siapa yang berbuat baik di antara kamu. (QS. Al-Ahzab: 29)

Al-Imam Ibnu Katsir rahimahullah berkata:

هذا أمر من الله تبارك وتعالى لرسوله صلى الله عليه وسلم بأن يخير نساءه بين أن يفارقهن فيذهبن إلى غيره ممن يحصل لهن عنده الحياة الدنيا وزينتها وبين الصبر على ما عنده من ضيق الحال ولهن عند الله تعالى في ذلك الثواب الجزيل فاخترن "وأرضاهن الله ورسوله والدار الآخرة فجمع الله تعالى رضي الله عنهن كلهن بعد ذلك بين خير الدنيا وسعادة الآخرة.

Ini merupakan perintah dari Allah Subhanahu wa Ta'ala, ditujukkan kepada Rasul-Nya agar Rasul memberitahukan kepada istri-istrinya, hendaknyalah mereka memilih antara diceraikan, lalu bebas kawin (menikah) lagi dengan lelaki lain yang dapat memberi mereka kesenangan duniawi dan perhiasannya, ataukah tetap bersabar bersama Nabi Shallallahu 'alaihi Wa Sallam yang hidupnya begitu sederhana dan apa adanya,~dimana nantinya dengan keadaan seperti itu kelak mereka akan mendapat pahala yang berlimpah di sisi Allah bila mereka bersabar. (Dan) ternyata para istri Nabi pada akhirnya memilih Allah Ta'ala, RasulNya dan pahala di akhirat. Maka Allah menghimpunkan bagi mereka sesudah itu kebaikan dunia dan kebahagiaan di akhirat. (Lihat Tafsir Qur'anil 'Azhim)

Syaekh Abu Bakar Jabir al-Jazairi hafizhahullah berkata: Allah Ta'ala hendak mengumpulkan para istri Nabi Shallallahu 'alaihi Wa Sallam tatkala mereka menyaksikan para wanita Anshor dan Muhajirin dilapangkan dalam urusan nafkah karena adanya kemudahan dan kelapangan rizki di kalangan penduduk Madinah. Para istri Nabi tersebut ingin meminta kelapangan dalam urusan nafkah sebagai teladan bagi yang lain. Jumlah mereka ketika itu ada sembilan orang. Maka hal itu (keinginan mereka tersebut) disampaikan oleh Aisyah radhiyallahu 'anha kepada Rasulullah Shallallahu 'alaihi Wa Sallam. Beliau merasa prihatin mendengar hal itu mengingat ketidakmampuannya memenuhi permintaan mereka. Lantas beliau duduk di sebuah biliknya dan menyendiri (di sana) selama sebulan penuh sampai akhirnya Allah Ta'ala menurunkan ayat penawaran pilihan ini. (Lihat Aisarut Tafasir li Kalamil 'Aliyyil Kabir: lV / 262).

Imam Bukhari rahimahullah berkata dalam shohihnya:

حَدَّثَنَا أَبُو الْيَمَانِ، أَخْبَرَنَا شُعَيْبٌ، عَنِ الزُّهْرِيِّ، قَالَ: أَخْبَرَنِي أَبُو سَلَمَةَ بْنُ عَبْدِ الرَّحْمَنِ، أَنَّ عَائِشَةَ، رَضِيَ اللَّهُ عَنْهَا، زَوْجَ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَخْبَرَتْهُ: أن رسول الله صلى الله عليه وسلم جَاءَهَا حِينَ أَمَرَهُ اللَّهُ أَنْ يُخَيِّرَ أَزْوَاجَهُ، فَبَدَأَ بِي رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقَالَ: "إِنِّي ذَاكِرٌ لَكِ أَمْرًا، فَلَا عَلَيْكِ أَنْ لَا تَسْتَعْجِلِي حَتَّى تَسْتَأْمِرِي أَبَوَيْكِ"، وَقَدْ عَلمَ أَنَّ أَبَوَيَّ لَمْ يَكُونَا يَأْمُرَانِي بِفِرَاقِهِ. قَالَتْ: ثُمَّ قَالَ: "وَإِنَّ اللَّهَ قَالَ: {يَا أَيُّهَا النَّبِيُّ قُلْ لِأَزْوَاجِكَ} إِلَى تَمَامِ الْآيَتَيْنِ، فَقُلْتُ لَهُ: فَفِي أَيِّ هَذَا أَسْتَأْمِرُ أَبَوَيَّ؟ فَإِنِّي أُرِيدُ اللَّهَ وَرَسُولَهُ وَالدَّارَ الْآخِرَةَ

Telah menceritakan kepada kami Abul Yaman, telah menceritakan kepada kami Syu'aib, dari Az-Zuhri yang mengatakan, telah menceritakan kepadaku Abu Salamah ibnu Abdur Rahman, bahwa Aisyah radhiyallahu 'anha, istri Nabi Shallallahu 'alaihi Wa Sallam pernah menceritakan kepadanya bahwa Rasulullah Shallallahu 'alaihi Wa Sallam datang kepadanya saat Allah Subhanahu wa Ta'ala memerintahkan kepadanya agar memberitahukan hal ini kepada istri-istrinya. Istri yang mula-mula didatangi Rasulullah adalah dia (Aisyah) sendiri, Rasulullah Shallallahu alaihi Wa Sallam bersabda:  Sesungguhnya aku akan menuturkan kepadamu suatu urusan, maka janganlah engkau tergesa-gesa mengambil keputusan sebelum meminta pendapat dari kedua ibu bapakmu. Rasulullah telah mengetahui bahwa kedua orang tuaku (Aisyah) belum pernah memerintahkan kepadaku untuk berpisah dari beliau. Kemudian Nabi Shallallahu 'alaihi wa Sallam bersabda bahwa Allah Subhanahu wa Ta'ala telah menurunkan firman-Nya: "Hai Nabi, katakanlah kepada istri-istrimu. (QS. Al-Ahzab: 28), hingga akhir kedua ayat berikutnya. Maka aku menjawab, Apakah karena urusan itu aku diperintahkan untuk meminta saran kepada kedua orang tuaku? Sesungguhnya aku hanya menginginkan Allah dan Rasul-Nya serta negeri akhirat.

Adapun imam Ahmad rahimahullah meriwayatkan sebab turun ayat ini, bahwa suatu ketika sahabat Abu Bakar radhiyallahu 'anhu datang dan meminta izin untuk menemui Rasulullah Shallallahu 'alaihi Wa Sallam. Pada saat itu orang-orang berada di depan pintu rumah beliau sedang duduk-duduk menunggu. Sedangkan Nabi sedang duduk di dalam rumahnya, beliau tidak mengizinkan Abu Bakar untuk masuk. Kemudian datanglah Umar radhiyallahu 'anhu dan meminta izin untuk masuk, tetapi ia pun tidak diizinkan masuk. Tidak lama kemudian Abu Bakar dan Umar diberi izin untuk masuk, lalu keduanya masuk. Saat itu Nabi sedang duduk, sedangkan semua istrinya berada di sekelilingnya, beliau hanya diam saja. Umar berkata dalam hatinya bahwa ia akan berbicara kepada Nabi Shallallahu 'alaihi Wa Sallam suatu pembicaraan yang mudah-mudahan akan membuat beliau dapat tersenyum. Maka Umar berkata, "Wahai Rasulullah, seandainya anak perempuan Zaid (yakni istri dia sendiri) meminta nafkah kepadaku, pastilah aku akan menamparnya." Maka Nabi tersenyum sehingga gigi serinya kelihatan, lalu bersabda: Kebetulan mereka pun yang ada di sekelilingku ini meminta nafkah kepadaku. Maka Abu Bakar bangkit menuju tempat Aisyah dengan maksud akan memukulnya. Umar bangkit pula menuju tempat Hafsah dengan maksud yang sama. Lalu keduanya berkata, "Kamu berdua meminta kepada Nabi Shallallahu 'alaihi Wa Sallam nafkah yang tidak ada padanya?" Tetapi Nabi melarang keduanya. Dan semua istri beliau berkata, "Demi Allah, kami tidak akan lagi meminta kepada Rasulullah Shallallahu 'alaihi Wa Sallam sesudah pertemuan ini sesuatu yang tidak ada padanya." Dan Allah menurunkan ayat khiyar, lalu beliau memulainya dari Aisyah. Beliau bersabda, "Sesungguhnya aku akan menceritakan kepadamu suatu urusan yang aku tidak suka bila engkau tergesa-gesa mengambil keputusan tentangnya sebelum engkau meminta saran dari kedua orang tuamu." Aisyah bertanya, "Urusan apakah itu?" Maka Nabi membacakan kepadanya firman Allah Ta'ala: "Hai Nabi, katakanlah kepada istri-istrimu. (Al-Ahzab: 28), hingga akhir ayat. Aisyah berkata, "Apakah berkenaan dengan engkau aku harus meminta saran kepada kedua orang tuaku? Tidak, bahkan aku tetap memilih Allah subhanahu wa Ta'ala dan Rasul-Nya. Dan aku meminta, sudilah engkau tidak menceritakan kepada istrimu yang lain tentang pilihanku ini." Maka Rasulullah menjawab:

إِنَّ الله تعالى لَمْ يَبْعَثْنِيْ مُعَنِّفًا وَلَكِنْ بَعَثَنِيْ مُعَلِّمًا مُيَسِّرًا لَا تَسْأَلْنِيْ امْرَأَةٌ مِنْهُنَّ عَمّا اخْتَرْتِ إلَّا أَخْبَرْتُهَا

"Sesungguhnya Allah tidak mengutusku sebagai orang yang kejam, melainkan Dia mengutusku sebagai pengajar lagi pemberi kemudahan. Tiada seorang wanita pun dari mereka yang menanyakan kepadaku tentang pilihanmu melainkan aku akan menceritakan kepadanya tentang pilihanmu itu"

■■PELAJARAN DARI KISAH■■

-Kecerdasan dan kemuliaan istri-istri Nabi Shallallahu 'alaihi Wa Sallam, dimana mereka diberikan pilihan yang berat yaitu memilih antara kenikmatan kehidupan dunia atau tetap berada disisi Rasulullah dan membantu perjuangan beliau serta mengharap pahala disisi Allah dengan berbagai resiko yang ada, lalu mereka memilih tetap kebahagian akhirat dengan tetap bersama Rasulullah dalam kefakiran dunia. Dan pilihan yang mereka lakukan ini memiliki indikasi jelas bahwa CINTA DUNIA dan CINTA AKHIRAT tidak akan pernah bertemu serta tidak akan mungkin terhimpun secara bersamaan dalam hati orang yang lurus imannya. Sebab condong kepada dunia melemahkan keimanan, sedangkan keteguhan diatas keimanan pasti melemahkan dunia di dalam hati seorang muslim.

-Allah menurunkan ayat diatas (surat al-Ahzab ayat 28 dan 29) adalah sebagai kritikan terhadap sebuah kejadian, khususnya bagi para istri Nabi. Dan kedua ayat tersebut memberikan contoh, faedah serta pelajaran agar dapat dijadikan sebagai teladan bagi setiap muslimah dimanapun dan kapanpun.

Allah Ta'ala berfirman:

لَّقَدۡ كَانَ لَكُمۡ فِي رَسُولِ ٱللَّهِ أُسۡوَةٌ حَسَنَةٞ لِّمَن كَانَ يَرۡجُواْ ٱللَّهَ وَٱلۡيَوۡمَ ٱلۡأٓخِرَ وَذَكَرَ ٱللَّهَ كَثِيرٗا 

Sungguh, telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang baik bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari Kiamat dan yang banyak mengingat Allah. (QS. Al-Ahzab: 21)

Dalam kasus ini, para istri Nabi menjadi teladan utama bagi kaum muslimah yang menanggung beban diatas jalan dakwah serta lebih memilih keras dan sulitnya kehidupan dengan tetap komitmen pada iman daripada kemewahan, kenikmatan dan kelapangan hidup yang disertai kekufuran. Mereka telah memberikan contoh terbaik dalam hal ini yang tetap terukir sebagai pelajaran disepanjang sejarah.

Demikian pula sikap Nabi Shallallahu alaihi Wa Sallam dalam kasus diatas telah memberikan kepada kita sebuah contoh indah dan teladan yang baik tentang bagaimana seorang da'i menyikapi sebuah kebenaran, agar menjadi penerang bagi kita semua diatas jalan keimanan dan dakwah. Perhatikanlah! Apa yang dilakukan oleh Nabi ketika menghadapi tuntutan para istrinya?!!

Apakah beliau memilih menjaga keutuhan rumah tangga dan menghindari perceraian dengan cara memenuhi tuntutan duniawi yang remeh dari para istri beliau? Ternyata TIDAK. Bahkan Nabi mengajarkan kita sebuah metode dakwah, bukan metode bersenang-senang dan hidup mewah, yaitu dengan memberi pilihan apakah akan tetap dalam bimbingan Nabi dengan segala resikonya ataukah kehidupan duniawi dan kemewahannya?!

Nabi Shallallahu alaihi Wa Sallam sangat menyadari bahwa kehidupannya adalah contoh dan teladan, andai beliau memenuhi dan menuruti keinginan para istrinya, niscaya setiap wanita akan menjadikan hal itu sebagai teladan dan mereka akan bangkit memaksakan para suami mereka untuk memberikan apa yang tidak disanggupi oleh para suami, dengan demikian akan hancur dan berantakan tatanan kehidupan masyarakat islam.

-Sudah menjadi tabiat wanita bahwa setinggi apapun kedudukannya, kecenderungan kepada dunia adalah tabiat dan wataknya. Oleh sebab itu watak seperti ini harus terus diluruskan dan dibatasi dengan batasan-batasan syari'at yang jelas nan baku. Karena jika seorang wanita dibiarkan begitu saja bersama hasrat-hasrat duniawi yang remeh, tentu nyala keimanan dalam hatinya akan padam. Ia akan lalai dari kenikmatan akhirat dan usaha untuk mendapatkan keridhoan Allah sehingga Ia akan merasa berat melakukan berbagai ibadah ketaatan.

Oleh karena itu seorang lelaki dengan kekuasaannya dalam rumah tangga harus terjun langsung dalam memikul tanggung jawab rumah tangganya, ia harus meluruskan watak, membatasi angan-angan duniawi dan memotivasi istrinya dengan apa yang ada disisi Allah berupa surga dan kenikmatannya. Seorang lelaki tidak boleh bosan mengingatkan istrinya tentang hinanya kehidupan dunia, dan cepat atau lambat kita semua akan meninggalkannya.

Rasulullah Shallallahu alaihi Wa Sallam bersabda:

إنَّ الدُّنْيَا حُلْوَةٌ خَضِرَةٌ، و إنّ اللهَ مُسْتَخْلِفُكُم فيها فَنَاظِرٌ كَيْفَ تَعْمَلُوْنَ

Sesungguhnya dunia itu manis dan hijau, dan sesungguhnya Allah memilih kalian sebagai khalifah padanya lalu Allah melihat bagaimana kalian beramal. (HR. Muslim)

■■NASIHAT■■

(1). Hendaklah para wanita mempraktekkan hadits Rasulullah Shallallahu 'alaihi Wa Sallam berikut ini:

 تَعِسَ عَبْدُ اَلدِّينَارِ وَالدِّرْهَمِ وَالْقَطِيفَةِ إِنْ أُعْطِيَ رَضِيَ وَإِنْ لَمْ يُعْطَ لَمْ يَرْضَ

Celakalah hamba-hamba dinar dirham dan kain beludru. Jika diberi ia rela dan jika tidak diberi ia tidak rela. (HR. Bukhari)

-Janganlah menjadi orang yang jika diberi kemewahan dunia maka hatinya senang serta muncul kemesraannya terhadap suami, namun jika nafkahnya kurang maka hatinya jengkel dan hilang kemesraannya dalam rumah tangganya.

Ingatlah wahai saudariku muslimah!
Jika engkau sering galau karena kurangnya nafkah dunia maka mestinya engkau sangat galau ketika tidak adanya nafkah akhirat berupa bimbingan dan pengajaran ilmu agama. Dan jika engkau tidak ridho dengan kekurangan nafkah duniamu maka tentu engkau harus lebih tidak ridho lagi jika nafkah ilmu agamamu berkurang.

Al-Imam Hasan al-Bashri berkata: Barangsiapa yang mencintai dunia dan ia merasa senang dengannya maka akan lenyap rasa takut terhadap akhirat dari dalam hatinya.

(2). Wahai saudariku muslimah! Sesungguhnya siapa yang melihat kepada dunia dengan pandangan jernih, ia akan yakin bahwa kenikmatannya adalah ujian, kehidupannya adalah masalah dan kesusahan, kejernihannya adalah keruh, pemiliknya selalu dalam suasana takut kehilangan.

Saudariku ! 
Dunia ini kalau bukan kenikmatan semu, berarti ia cobaan yang datang atau kenikmatan yang membunuh.

Saudariku agar engkau tidak terus berada dalam suasana keruh tentang kehidupan dunia maka amatilah sabda Nabi Shallallahu 'alaihi Wa Sallam berikut ini !

انْظُرُوا إِلَى مَنْ هُوَ أَسْفَلَ مِنْكُمْ, وَلَا تَنْظُرُوا إِلَى مَنْ هُوَ فَوْقَكُمْ, فَهُوَ أَجْدَرُ أَنْ لَا تَزْدَرُوا نِعْمَةَ اَللَّهِ عَلَيْكُمْ

Lihatlah orang yang berada di bawahmu dan jangan melihat orang yang berada di atasmu karena hal itu lebih patut agar engkau sekalian tidak menganggap rendah nikmat Allah yang telah diberikan kepadamu. (Muttafaqu Alaihi)

Saudariku!
Ambillah kebaikan-kebaikan dunia yang Allah halalkan bagimu, namun tetap terukur, sehingga engkau tidak menjadi mangsa baginya.

Allah Ta'ala berfirman:

وَلَا تَكُونُواْ كَٱلَّذِينَ نَسُواْ ٱللَّهَ فَأَنسَىٰهُمۡ أَنفُسَهُمۡۚ أُوْلَٰٓئِكَ هُمُ ٱلۡفَٰسِقُونَ 

Dan janganlah kamu seperti orang-orang yang lupa kepada Allah, sehingga Allah menjadikan mereka lupa akan diri sendiri. Mereka itulah orang-orang fasiq. (QS. Al-Hasyr: 19)

(3). Jadikanlah segala aktifitasmu di dalam rumahmu sebagai ibadah. Dengan begitu engkau akan menganggapnya sebagai pekerjaan yang mengantarkanmu kepada kebahagiaan akhirat sehingga engkau dengan ikhlas melakukannya dan tidak membutuhkan pekerjaan yang lain.

Imam An-Nawawi rahimahullah membawakan sebuah sya'ir dalam mukaddimahnya terhadap kitab riyadhush Sholihin:

Sungguh, Allah mempunyai hamba-hamba yang cerdas.
Mereka menceraikan dunia dan takut akan fitnah.
Mereka memandang padanya, maka mereka tahu bahwa ia bukanlah tanah air bagi yang hidup.
Mereka menganggapnya sebagai samudra dan menjadikan amalan sholih sebagai bahtera.

Demikianlah yang dapat kami sampaikan pada kajian kali ini. Semoga bermanfaat.

Wallahu Waliyut Taufiq

Al-Ustadz Junaid Ibrahim Iha hafizhahullah

~Ambon:
2 Rabiul Awal 1439 H/ 21 November  2017 M~