بسم الله الرحمن الرحيم
Pada kajian kali ini, kami kembali
menuliskan beberapa wasiat kepada kaum hawa karena besarnya peran mereka
ditengah masyarakat, sehingga sebagian ahli hikmah berkata; Wanita adalah kunci
keamanan masyarakat. Nasihat ini kami beri judul:
■■ANTARA WANITA DAN KENIKMATAN
DUNIA■■
Allah Ta'ala berfirman:
يَٰٓأَيُّهَا ٱلنَّبِيُّ قُل
لِّأَزۡوَٰجِكَ إِن كُنتُنَّ تُرِدۡنَ ٱلۡحَيَوٰةَ ٱلدُّنۡيَا وَزِينَتَهَا
فَتَعَالَيۡنَ أُمَتِّعۡكُنَّ وَأُسَرِّحۡكُنَّ سَرَاحٗا جَمِيلٗا
“Wahai Nabi! Katakanlah kepada istri-istrimu,
“Jika kamu menginginkan kehidupan di dunia dan perhiasannya, maka kemarilah
agar kuberikan kepadamu mut‘ah dan aku ceraikan kamu dengan cara yang baik.” (QS.
Al-Ahzab: 28)
وَإِن كُنتُنَّ تُرِدۡنَ ٱللَّهَ
وَرَسُولَهُۥ وَٱلدَّارَ ٱلۡأٓخِرَةَ فَإِنَّ ٱللَّهَ أَعَدَّ لِلۡمُحۡسِنَٰتِ
مِنكُنَّ أَجۡرًا عَظِيمٗا
“Dan jika kamu menginginkan Allah dan
Rasul-Nya dan negeri akhirat, maka sesungguhnya Allah menyediakan pahala yang
besar bagi siapa yang berbuat baik di antara kamu.” (QS. Al-Ahzab: 29)
Al-Imam Ibnu Katsir rahimahullah berkata:
هذا
أمر من الله تبارك وتعالى لرسوله صلى الله عليه وسلم بأن يخير نساءه بين أن
يفارقهن فيذهبن إلى غيره ممن يحصل لهن عنده الحياة الدنيا وزينتها وبين الصبر على
ما عنده من ضيق الحال ولهن عند الله تعالى في ذلك الثواب الجزيل فاخترن
"وأرضاهن الله ورسوله والدار الآخرة فجمع الله تعالى رضي الله عنهن كلهن بعد
ذلك بين خير الدنيا وسعادة الآخرة.
“Ini merupakan perintah dari Allah
Subhanahu wa Ta'ala, ditujukkan kepada Rasul-Nya agar Rasul memberitahukan
kepada istri-istrinya, hendaknyalah mereka memilih antara diceraikan, lalu
bebas kawin (menikah) lagi dengan lelaki lain yang dapat memberi mereka
kesenangan duniawi dan perhiasannya, ataukah tetap bersabar bersama Nabi
Shallallahu 'alaihi Wa Sallam yang hidupnya begitu sederhana dan apa
adanya,~dimana nantinya dengan keadaan seperti itu kelak mereka akan mendapat
pahala yang berlimpah di sisi Allah bila mereka bersabar. (Dan) ternyata para
istri Nabi pada akhirnya memilih Allah Ta'ala, RasulNya dan pahala di akhirat.
Maka Allah menghimpunkan bagi mereka sesudah itu kebaikan dunia dan kebahagiaan
di akhirat.” (Lihat Tafsir Qur'anil 'Azhim)
Syaekh Abu Bakar Jabir al-Jaza’iri hafizhahullah berkata: “Allah Ta'ala hendak mengumpulkan para
istri Nabi Shallallahu
'alaihi Wa Sallam tatkala mereka menyaksikan para wanita Anshor dan Muhajirin
dilapangkan dalam urusan nafkah karena adanya kemudahan dan kelapangan rizki di
kalangan penduduk Madinah. Para istri Nabi tersebut ingin meminta kelapangan
dalam urusan nafkah sebagai teladan bagi yang lain. Jumlah mereka ketika itu
ada sembilan orang. Maka hal itu (keinginan mereka tersebut) disampaikan oleh
Aisyah radhiyallahu 'anha kepada Rasulullah Shallallahu 'alaihi Wa Sallam. Beliau
merasa prihatin mendengar hal itu mengingat ketidakmampuannya memenuhi
permintaan mereka. Lantas beliau duduk di sebuah biliknya dan menyendiri (di
sana) selama sebulan penuh sampai akhirnya Allah Ta'ala menurunkan ayat
penawaran pilihan ini.”
(Lihat Aisarut Tafasir li Kalamil 'Aliyyil Kabir:
lV / 262).
Imam Bukhari rahimahullah berkata
dalam shohihnya:
حَدَّثَنَا
أَبُو الْيَمَانِ، أَخْبَرَنَا شُعَيْبٌ، عَنِ الزُّهْرِيِّ، قَالَ: أَخْبَرَنِي
أَبُو سَلَمَةَ بْنُ عَبْدِ الرَّحْمَنِ، أَنَّ عَائِشَةَ، رَضِيَ اللَّهُ
عَنْهَا، زَوْجَ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَخْبَرَتْهُ: أن
رسول الله صلى الله عليه وسلم جَاءَهَا حِينَ أَمَرَهُ اللَّهُ أَنْ يُخَيِّرَ
أَزْوَاجَهُ، فَبَدَأَ بِي رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقَالَ:
"إِنِّي ذَاكِرٌ لَكِ أَمْرًا، فَلَا عَلَيْكِ أَنْ لَا تَسْتَعْجِلِي حَتَّى
تَسْتَأْمِرِي أَبَوَيْكِ"، وَقَدْ عَلمَ أَنَّ أَبَوَيَّ لَمْ يَكُونَا
يَأْمُرَانِي بِفِرَاقِهِ. قَالَتْ: ثُمَّ قَالَ: "وَإِنَّ اللَّهَ قَالَ:
{يَا أَيُّهَا النَّبِيُّ قُلْ لِأَزْوَاجِكَ} إِلَى تَمَامِ الْآيَتَيْنِ،
فَقُلْتُ لَهُ: فَفِي أَيِّ هَذَا أَسْتَأْمِرُ أَبَوَيَّ؟ فَإِنِّي أُرِيدُ
اللَّهَ وَرَسُولَهُ وَالدَّارَ الْآخِرَةَ
“Telah menceritakan kepada kami Abul Yaman,
telah menceritakan kepada kami Syu'aib, dari Az-Zuhri yang mengatakan, telah
menceritakan kepadaku Abu Salamah ibnu Abdur Rahman, bahwa Aisyah radhiyallahu
'anha, istri Nabi Shallallahu 'alaihi Wa Sallam pernah menceritakan kepadanya
bahwa Rasulullah Shallallahu 'alaihi Wa Sallam datang kepadanya saat Allah
Subhanahu wa Ta'ala memerintahkan kepadanya agar memberitahukan hal ini kepada
istri-istrinya. Istri yang mula-mula didatangi Rasulullah adalah dia (Aisyah) sendiri, Rasulullah Shallallahu ‘alaihi Wa Sallam bersabda: “Sesungguhnya aku akan menuturkan kepadamu suatu urusan, maka
janganlah engkau tergesa-gesa mengambil keputusan sebelum meminta pendapat dari
kedua ibu bapakmu. Rasulullah telah mengetahui bahwa kedua orang tuaku (Aisyah)
belum pernah memerintahkan kepadaku untuk berpisah dari beliau. Kemudian Nabi
Shallallahu 'alaihi wa Sallam bersabda bahwa Allah Subhanahu wa Ta'ala telah
menurunkan firman-Nya: "Hai Nabi, katakanlah kepada istri-istrimu.” (QS. Al-Ahzab: 28), hingga akhir kedua ayat berikutnya. Maka aku menjawab, “Apakah karena urusan itu aku diperintahkan
untuk meminta saran kepada kedua orang tuaku? Sesungguhnya aku hanya
menginginkan Allah dan Rasul-Nya serta negeri akhirat.”
Adapun imam Ahmad rahimahullah
meriwayatkan sebab turun ayat ini, bahwa suatu ketika sahabat Abu Bakar
radhiyallahu 'anhu datang dan meminta izin untuk menemui Rasulullah Shallallahu
'alaihi Wa Sallam. Pada saat itu orang-orang berada di depan pintu rumah beliau
sedang duduk-duduk menunggu. Sedangkan Nabi sedang duduk di dalam rumahnya,
beliau tidak mengizinkan Abu Bakar untuk masuk. Kemudian datanglah Umar
radhiyallahu 'anhu dan meminta izin untuk masuk, tetapi ia pun tidak diizinkan
masuk. Tidak lama kemudian Abu Bakar dan Umar diberi izin untuk masuk, lalu
keduanya masuk. Saat itu Nabi sedang duduk, sedangkan semua istrinya berada di
sekelilingnya, beliau hanya diam saja. Umar berkata dalam hatinya bahwa ia akan
berbicara kepada Nabi Shallallahu 'alaihi Wa Sallam suatu pembicaraan yang
mudah-mudahan akan membuat beliau dapat tersenyum. Maka Umar berkata,
"Wahai Rasulullah, seandainya anak perempuan Zaid (yakni istri dia
sendiri) meminta nafkah kepadaku, pastilah aku akan menamparnya." Maka
Nabi tersenyum sehingga gigi serinya kelihatan, lalu bersabda: Kebetulan mereka
pun yang ada di sekelilingku ini meminta nafkah kepadaku. Maka Abu Bakar
bangkit menuju tempat Aisyah dengan maksud akan memukulnya. Umar bangkit pula
menuju tempat Hafsah dengan maksud yang sama. Lalu keduanya berkata, "Kamu
berdua meminta kepada Nabi Shallallahu 'alaihi Wa Sallam nafkah yang tidak ada
padanya?" Tetapi Nabi melarang keduanya. Dan semua istri beliau berkata,
"Demi Allah, kami tidak akan lagi meminta kepada Rasulullah Shallallahu
'alaihi Wa Sallam sesudah pertemuan ini sesuatu yang tidak ada padanya."
Dan Allah menurunkan ayat khiyar, lalu beliau memulainya dari Aisyah. Beliau
bersabda, "Sesungguhnya aku akan menceritakan kepadamu suatu urusan yang
aku tidak suka bila engkau tergesa-gesa mengambil keputusan tentangnya sebelum
engkau meminta saran dari kedua orang tuamu." Aisyah bertanya,
"Urusan apakah itu?" Maka Nabi membacakan kepadanya firman Allah
Ta'ala: "Hai Nabi, katakanlah kepada istri-istrimu. (Al-Ahzab: 28), hingga
akhir ayat. Aisyah berkata, "Apakah berkenaan dengan engkau aku harus
meminta saran kepada kedua orang tuaku? Tidak, bahkan aku tetap memilih Allah
subhanahu wa Ta'ala dan Rasul-Nya. Dan aku meminta, sudilah engkau tidak
menceritakan kepada istrimu yang lain tentang pilihanku ini." Maka
Rasulullah menjawab:
إِنَّ
الله تعالى لَمْ يَبْعَثْنِيْ مُعَنِّفًا وَلَكِنْ بَعَثَنِيْ مُعَلِّمًا
مُيَسِّرًا لَا تَسْأَلْنِيْ امْرَأَةٌ مِنْهُنَّ عَمّا اخْتَرْتِ إلَّا
أَخْبَرْتُهَا
"Sesungguhnya Allah tidak mengutusku
sebagai orang yang kejam, melainkan Dia mengutusku sebagai pengajar lagi
pemberi kemudahan. Tiada seorang wanita pun dari mereka yang menanyakan
kepadaku tentang pilihanmu melainkan aku akan menceritakan kepadanya tentang
pilihanmu itu"
■■PELAJARAN DARI KISAH■■
-Kecerdasan dan kemuliaan istri-istri Nabi
Shallallahu 'alaihi Wa Sallam, dimana mereka diberikan pilihan yang berat yaitu
memilih antara kenikmatan kehidupan dunia atau tetap berada disisi Rasulullah
dan membantu perjuangan beliau serta mengharap pahala disisi Allah dengan
berbagai resiko yang ada, lalu mereka memilih tetap kebahagian akhirat dengan
tetap bersama Rasulullah dalam kefakiran dunia. Dan pilihan yang mereka lakukan
ini memiliki indikasi jelas bahwa CINTA DUNIA dan CINTA AKHIRAT tidak akan
pernah bertemu serta tidak akan mungkin terhimpun secara bersamaan dalam hati
orang yang lurus imannya. Sebab condong kepada dunia melemahkan keimanan,
sedangkan keteguhan diatas keimanan pasti melemahkan dunia di dalam hati
seorang muslim.
-Allah menurunkan ayat diatas (surat
al-Ahzab ayat 28 dan 29) adalah sebagai kritikan terhadap sebuah kejadian,
khususnya bagi para istri Nabi. Dan kedua ayat tersebut memberikan contoh,
faedah serta pelajaran agar dapat dijadikan sebagai teladan bagi setiap
muslimah dimanapun dan kapanpun.
Allah Ta'ala berfirman:
لَّقَدۡ كَانَ لَكُمۡ فِي رَسُولِ
ٱللَّهِ أُسۡوَةٌ حَسَنَةٞ لِّمَن كَانَ يَرۡجُواْ ٱللَّهَ وَٱلۡيَوۡمَ ٱلۡأٓخِرَ
وَذَكَرَ ٱللَّهَ كَثِيرٗا
“Sungguh, telah ada pada (diri) Rasulullah
itu suri teladan yang baik bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat)
Allah dan (kedatangan) hari Kiamat dan yang banyak mengingat Allah.” (QS. Al-Ahzab: 21)
Dalam kasus ini, para istri Nabi menjadi
teladan utama bagi kaum muslimah yang menanggung beban diatas jalan dakwah
serta lebih memilih keras dan sulitnya kehidupan dengan tetap komitmen pada
iman daripada kemewahan, kenikmatan dan kelapangan hidup yang disertai
kekufuran. Mereka telah memberikan contoh terbaik dalam hal ini yang tetap
terukir sebagai pelajaran disepanjang sejarah.
Demikian pula sikap Nabi Shallallahu ‘alaihi Wa Sallam dalam kasus diatas telah
memberikan kepada kita sebuah contoh indah dan teladan yang baik tentang
bagaimana seorang da'i menyikapi sebuah kebenaran, agar menjadi penerang bagi
kita semua diatas jalan keimanan dan dakwah. Perhatikanlah! Apa yang dilakukan
oleh Nabi ketika menghadapi tuntutan para istrinya?!!
Apakah beliau memilih menjaga keutuhan
rumah tangga dan menghindari perceraian dengan cara memenuhi tuntutan duniawi
yang remeh dari para istri beliau? Ternyata TIDAK. Bahkan Nabi mengajarkan kita
sebuah metode dakwah, bukan metode bersenang-senang dan hidup mewah, yaitu
dengan memberi pilihan apakah akan tetap dalam bimbingan Nabi dengan segala
resikonya ataukah kehidupan duniawi dan kemewahannya?!
Nabi Shallallahu ‘alaihi Wa Sallam sangat menyadari bahwa
kehidupannya adalah contoh dan teladan, andai beliau memenuhi dan menuruti
keinginan para istrinya, niscaya setiap wanita akan menjadikan hal itu sebagai
teladan dan mereka akan bangkit memaksakan para suami mereka untuk memberikan
apa yang tidak disanggupi oleh para suami, dengan demikian akan hancur dan
berantakan tatanan kehidupan masyarakat islam.
-Sudah menjadi tabiat wanita bahwa
setinggi apapun kedudukannya, kecenderungan kepada dunia adalah tabiat dan
wataknya. Oleh sebab itu watak seperti ini harus terus diluruskan dan dibatasi
dengan batasan-batasan syari'at yang jelas nan baku. Karena jika seorang wanita
dibiarkan begitu saja bersama hasrat-hasrat duniawi yang remeh, tentu nyala
keimanan dalam hatinya akan padam. Ia akan lalai dari kenikmatan akhirat dan
usaha untuk mendapatkan keridhoan Allah sehingga Ia akan merasa berat melakukan
berbagai ibadah ketaatan.
Oleh karena itu seorang lelaki dengan
kekuasaannya dalam rumah tangga harus terjun langsung dalam memikul tanggung
jawab rumah tangganya, ia harus meluruskan watak, membatasi angan-angan duniawi
dan memotivasi istrinya dengan apa yang ada disisi Allah berupa surga dan
kenikmatannya. Seorang lelaki tidak boleh bosan mengingatkan istrinya tentang
hinanya kehidupan dunia, dan cepat atau lambat kita semua akan meninggalkannya.
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi Wa Sallam bersabda:
إنَّ الدُّنْيَا حُلْوَةٌ خَضِرَةٌ، و إنّ اللهَ مُسْتَخْلِفُكُم
فيها فَنَاظِرٌ كَيْفَ تَعْمَلُوْنَ
“Sesungguhnya dunia itu manis dan hijau,
dan sesungguhnya Allah memilih kalian sebagai khalifah padanya lalu Allah melihat
bagaimana kalian beramal.” (HR. Muslim)
■■NASIHAT■■
(1). Hendaklah para wanita mempraktekkan hadits Rasulullah
Shallallahu 'alaihi Wa Sallam berikut ini:
تَعِسَ عَبْدُ اَلدِّينَارِ وَالدِّرْهَمِ وَالْقَطِيفَةِ إِنْ
أُعْطِيَ رَضِيَ وَإِنْ لَمْ يُعْطَ لَمْ يَرْضَ
“Celakalah hamba-hamba dinar dirham dan
kain beludru. Jika diberi ia rela dan jika tidak diberi ia tidak rela.” (HR. Bukhari)
-Janganlah menjadi orang yang jika diberi
kemewahan dunia maka hatinya senang serta muncul kemesraannya terhadap suami,
namun jika nafkahnya kurang maka hatinya jengkel dan hilang kemesraannya dalam
rumah tangganya.
Ingatlah wahai saudariku muslimah!
Jika engkau sering galau karena kurangnya
nafkah dunia maka mestinya engkau sangat galau ketika tidak adanya nafkah
akhirat berupa bimbingan dan pengajaran ilmu agama. Dan jika engkau tidak ridho
dengan kekurangan nafkah duniamu maka tentu engkau harus lebih tidak ridho lagi
jika nafkah ilmu agamamu berkurang.
Al-Imam Hasan al-Bashri berkata: “Barangsiapa yang mencintai dunia dan ia
merasa senang dengannya maka akan lenyap rasa takut terhadap akhirat dari dalam
hatinya.”
(2). Wahai saudariku muslimah! Sesungguhnya siapa yang melihat kepada
dunia dengan pandangan jernih, ia akan yakin bahwa kenikmatannya adalah ujian,
kehidupannya adalah masalah dan kesusahan, kejernihannya adalah keruh,
pemiliknya selalu dalam suasana takut kehilangan.
Saudariku !
Dunia ini kalau bukan kenikmatan semu,
berarti ia cobaan yang datang atau kenikmatan yang membunuh.
Saudariku agar engkau tidak terus berada
dalam suasana keruh tentang kehidupan dunia maka amatilah sabda Nabi
Shallallahu 'alaihi Wa Sallam berikut ini !
انْظُرُوا إِلَى مَنْ هُوَ أَسْفَلَ مِنْكُمْ, وَلَا تَنْظُرُوا
إِلَى مَنْ هُوَ فَوْقَكُمْ, فَهُوَ أَجْدَرُ أَنْ لَا تَزْدَرُوا نِعْمَةَ
اَللَّهِ عَلَيْكُمْ
“Lihatlah orang yang berada di bawahmu dan
jangan melihat orang yang berada di atasmu karena hal itu lebih patut agar
engkau sekalian tidak menganggap rendah nikmat Allah yang telah diberikan
kepadamu.” (Muttafaqu ‘Alaihi)
Saudariku!
Ambillah kebaikan-kebaikan dunia yang
Allah halalkan bagimu, namun tetap terukur, sehingga engkau tidak menjadi
mangsa baginya.
Allah Ta'ala berfirman:
وَلَا تَكُونُواْ كَٱلَّذِينَ نَسُواْ
ٱللَّهَ فَأَنسَىٰهُمۡ أَنفُسَهُمۡۚ أُوْلَٰٓئِكَ هُمُ ٱلۡفَٰسِقُونَ
“Dan janganlah kamu seperti orang-orang
yang lupa kepada Allah, sehingga Allah menjadikan mereka lupa akan diri
sendiri. Mereka itulah orang-orang fasiq.” (QS. Al-Hasyr: 19)
(3). Jadikanlah segala aktifitasmu di dalam rumahmu sebagai ibadah.
Dengan begitu engkau akan menganggapnya sebagai pekerjaan yang mengantarkanmu
kepada kebahagiaan akhirat sehingga engkau dengan ikhlas melakukannya dan tidak
membutuhkan pekerjaan yang lain.
Imam An-Nawawi rahimahullah
membawakan sebuah sya'ir dalam mukaddimahnya terhadap kitab riyadhush Sholihin:
Sungguh, Allah mempunyai hamba-hamba yang
cerdas.
Mereka menceraikan dunia dan takut akan
fitnah.
Mereka memandang padanya, maka mereka tahu
bahwa ia bukanlah tanah air bagi yang hidup.
Mereka menganggapnya sebagai samudra dan
menjadikan amalan sholih sebagai bahtera.
Demikianlah yang dapat kami sampaikan pada
kajian kali ini. Semoga bermanfaat.
Wallahu Waliyut Taufiq
✏Al-Ustadz Junaid Ibrahim Iha hafizhahullah
~Ambon:
2 Rabiul Awal 1439 H/ 21 November 2017 M~