Sabtu, 24 November 2018

"Penjelasan Singkat Terkait: Hadits Larangan Memasang Wallpaper Pada Dinding"


Aisyah radhiyallahu ‘anha pernah bercerita, "Rasulullah Shallallahu ‘alaihi Wa Sallam pernah berangkat safar untuk berperang. Kemudian aku mengambil kain yang kupasang menutupi dinding pintu. Ketika beliau pulang, beliau melihat  kain itu, dan nampak beliau tidak menyukainya. Kemudian beliau menariknya dan melepasnya, dan bersabda:

إِنَّ اللَّهَ لَمْ يَأْمُرْنَا أَنْ نَكْسُوَ الْحِجَارَةَ وَالطِّينَ

“Sesungguhnya Allah tidak memerintahkan kita untuk menutupi dinding dengan kain.” (HR. Muslim 5642)"

➡Yang dipahami para ulama, larangan ini sifatnya makruh dan tidak haram. Diantarannya An-Nawawi rahimahullah. Beliau mengatakan:

فاستدلوا به على أنه يمنع من ستر الحيطان وتنجيد البيوت بالثياب وهومنع كراهة تنزيه لاتحريم هذا هو الصحيح

"Para ulama berdalil bahwa dilarang menutupi tembok atau menghiasinya dengan kain. Dan larangan ini sifatnya makruh, tidak sampai haram. Inilah pendapat yang benar." (Syarh Shahih Muslim: 14/86).

ASy-Syaekh Ibnu Baz rahimahullah berkata:

ترك تلبيس الجدر بالستر أولى وأفضل؛ لحديث: (إنا لم نؤمر عن أن نغطي الجدر) لكن ليس فيه محذور ليس بمحرم لأنه لم ينهى عنه فيما علمنا، وإنما ذلك جائز وتركه أفضل، فلا حرج في ذلك إذا جعله إما للزينة وإما لترك الغبار وإما لأسباب أخرى لا حرج في ذلك إن شاء الله، لكن تركه أولى.

"Tidak menutupi dinding dengan wallpaper, lebih baik dan lebih afdhal. Mengingat hadis, ‘Kita tidak diperintahkan untuk menutup dinding.’ Hanya saja, ini tidak dilarang dan tidak haram. Karena menutup dinding tidak dilarang menurut yang saya tahu. Ini boleh, sekalipun meninggalkannya lebih afdhal. Sehingga tidak masalah jika ada yang memasang untuk hiasan atau menutup debu atau karena alasan lainnnya. Meskipun tidak ditutup lebih afdhal." (Lihat: http://www.binbaz.org.sa/noor/113).

~Wallahu Waliyut Taufiq







Kamis, 08 November 2018

"Pertemanan"


بسم الله الرحمن الرحيم

Ketika kita berbicara tentang pertemanan maka sungguh islam telah memberikan sejumlah batasan dan ketentuan akan hal tersebut. 

Sebagai kesempurnaan dan kelengkapan syari'at islam, maka Allah Azza wa Jalla telah meletakkan batasan-batasan dalam pertemanan, terlebih lagi hal ini berkaitan dengan cinta dan benci dalam sebuah pergaulan.

Rasulullah Shallallahu 'alaihi Wa Sallam bersabda:

مثل الجليس الصالح و الجليس السوء كحامل المسك و نافخ الكير 

"Perumpamaan teman yang shalih/baik dan teman yang jelek adalah seperti penjual minyak wangi dan pandai besi." (HR Bukhari no. 5534, Muslim no. 2628)

Lihatlah! 
Bagaimana Rasulullah Shallallahu 'alaihi Wa Sallam mempermisalkan teman yang baik dan teman yang buruk dengan seorang penjualan minyak wangi dan seorang pandai besi, dimana pandai besi akan memberikan efek yang buruk jika engkau mendekat kepadanya yaitu apakah percikan apinya akan membakar pakaianmu atau engkau akan mendapatkan bau yang tidak sedap. Adapun seorang penjual minyak wangi akan memberikan efek yang positif kepadamu berupa engkau bisa membeli darinya minyak wangi atau engkau akan sekedar mendapatkan bau yang harum, sebagaimana dijelaskan pada penggalan hadits yang selanjutnya.

الرجل على دين خليله ، فلينظر أحدكم من يخالل

"Keadaan (agama) seseorang berada pada agama temannya, maka hendaklah dia memperhatikan siapa temannya/khalilnya." (HR. Ahmad, Tirmidzi no 2378, Abu Dawud no 4833)

Sahal bin Sa'ad berkata:
المؤمن مألفة ، و لا خير فيمن لا يألف و لا يؤلف

"Seorang mukmin adalah orang yang bergaul dengan lembut (mempersatukan/bersatu), tidak ada kebaikan pada orang yang tidak bersatu dan tidak dapat dipersatukan." (Riwayat Ahmad dengan sanad yang layin/lemah).

Terdapat dalam sebuah hadits yang dho'if:

يكون في آخر الزمان أقوام : إخوان العلانية ، أعداء السريرة

"Akan ada pada akhir zaman kaum yang nampak secara zhohir persaudaraannya akan tetapi pada bathinnya ada permusuhan." (HR. Ahmad)

Setelah memperhatikan atsar-atsar yang kami sebutkan maka nampaklah bagi kita untuk menjaga dan bersikap hati-hati dalam memilih pertemanan, dikarenakan teman itu dapat memberikan efek yang positif maupun efek yang negatif dan hal ini akan sangat berpengaruh pada perjalanan seseorang, terlebih lagi dizaman yang penuh dengan fitnah ini, dimana seseorang tidak dapat membedakan mana teman yang sejati dan mana teman yang penuh dengan sepak terjang. 

Pertemanan tidak saja berefek pada perkembangan perjalanan seseorang didunia akan tetapi lebih dari itu akan sangat berpengaruh pada nasib seseorang di akhirat kelak.

Rasulullah Shallallahu 'alaihi Wa Sallam bersabda: 

الأرواح جنود مجندة ، فما تعارف منها ائتلف ، و ما تناكر منها اختلف

"Ruh-ruh manusia diakhirat akan berkelompok, maka mereka yang saling mengenal akan berkumpul dan yang tidak saling kenal akan berpisah/berselisih." (HR. Bukhari secara Mu'allaq, Muslim no 6650)

الأخلاء يومئذ بعضهم لبعض عدو إلا المتقين

"Teman-teman akrab pada hari itu sebagiannya menjadi musuh bagi sebagian yang lain kecuali orang-orang yang bertaqwa." (QS. Az-Zukhruf: 67)

As-Syaekh Utsman As-Salimi pada muhadhorah beliau di masjid Jami'ul Khair yang kami dengar secara langsung beliau ketika menjelaskan ayat ini beliau berkata: "Yang demikian ini terjadi permusuhan diantara mereka disebabkan sebagian dari mereka mengingkari sebagian lainnya karena dulunya teman-teman tersebut tidak mengajak mereka untuk taqwa kepada Allah namun mengajak mereka untuk durhaka terhadap Allah Azza wa Jalla, sebagaimana firman Allah:

إذ تبرأ الذين ٱتبعوٱ من الذين ٱتبعوٱ ورأوٱ ٱلعذاب وتقطعت بهم الأسباب

"Ketika orang-orang yang diikuti itu berlepas diri dari orang-orang mengikutinya, dan mereka melihat siksa dan ketika segala hubungan diantara mereka terputus sama sekali." (QS. Al-Baqarah: 166)

Demikianlah pembahasan kita pada kesempatan ini. Kami tutup dengan menukil sebuah atsar berikut,

Al-Ma'mun berkata:

الإخوان على ثلاث تبقات:

١. إخوان كلغذاء لا يستغني عنهم أبدا و هم إخوان الصفاء

٢. إخوان كدواء يحتاج إليهم في بعض الأوقات و هم الفقهاء

٣. إخوان كداء لا يحتاخ إليهم أبدا و هم أهل الملق و النفاق لا خير فيهم

"Persaudaraan/pertemanan itu berada pada tiga tingkatan: Pertama, Teman yang diibaratkan seperti makanan bergizi, dia tidak membutuhkan mereka selamanya dan mereka adalah ikhwan yang baik (cerah). Kedua, Ikhwan yang diibaratkan seperti obat, maka dia membutuhkan mereka pada sebagian waktu mereka adalah para fuqoha. Ketiga, Ikhwan yang diibaratkan seperti racun dia tidak membutuhkan mereka selamanya, mereka adalah Al-Malq (org yang banyak bicara yang tidak sesuai dengan apa yang ada dalam hatinya) dan orang munafiq, teman-teman seperti ini tidak ada kebaikan pada mereka." (Lihat adab Asy-Syar'iyah jilid 4, hal 219)

Demikianlah catatan ini kami tulis setelah menghadiri muhadharah Syaekh Utsman As-Salimi hafizhahullah, pada hari jum'at antara magrib dan isya, pada 29/ Rabi'ul Awal / 1435 H bertepatan dengan 31/ Januari / 2014 M.

Semoga bermanfaat, Wallahu Waliyut Taufiq

---

Catatan ini kami buat dengan merujuk pada kitab Adabu Syar'iyah jilid 4 hal 213-219 cetakan Muassasatur Risalah dengan tahqiq Syaekh Syu'aib al-Arna'uth. Bagi yang ingin menambah wawasan silahkan merujuk pada kitab tersebut.-

Al- Ustadz Junaid Ibrahim Iha